Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Bapak dua anak yang percaya kalau ganti popok tengah malam itu lebih dramatis dari adegan sinetron. Rajin menulis di tengah chaosnya kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analisis Tokoh Margio dalam Novel "Lelaki Harimau" Karya Eka Kurniawan (Suatu Tinjauan Psikoanalisis) - 1

11 Desember 2019   12:20 Diperbarui: 21 Juni 2021   09:03 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Tokoh Margio dalam Novel "Lelaki Harimau" Karya Eka Kurniawan (Suatu Tinjauan Psikoanalisis) - 1. | Gramedia via Mojokstore

Karya sastra, selalu, menurut saya pribadi, memiliki hal yang tidak pernah habis untuk dikaji. Meskipun bagi kebanyakan orang hal itu buang-buang waktu dan tidak berguna di jaman 4.0 ini, nyatanya, hal yang membuang waktu dan tidak berguna itu, amat sangat saya sukai. Hal itu bukan semata-mata karena saya nggak punya kerjaan, namun memang mengasyikkan. Meski kesannya sotoy, tapi, biarlah saya belajar setidaknya bisa bermanfaat bagi diri sendiri, bila kemudian bisa bermanfaat bagi orang banyak, itu cuma bonus. Bila kemudian banyak terdapat kesalahan dalam tulisan ini, saya harap mohon kritik dan sarannya.

Seorang Tokoh dalam karya sastra selalu memiliki keunikan, yang ternyata dalam Buku Teori Fiksi, Karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. (Stanton, 2012: 33). sementara, Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan 'motivasi' (Stanton, 2012: 33).

Alasan menganalisa dengan berfokus pada tokoh Margio dalam novel Lelaki Harimau, dikarenakan saya tertarik dengan dinamika kepribadian yang ada dalam tokoh tersebut untuk jadi pembelajaran bagi pembaca bagaimana segala tindakan dan pikiran seseorang jika dikaji dengan ilmu psikoanalisis, dalam hal ini akan mengkaji karya satra menggunaan pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2013: 52) sementara yang akan digunakan adalah teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Bila dideskripsikan, menurut Wikipedia (2018), Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan Para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.

Selanjutnya, pertanyaan yang akan menjadi biang korek permasalahannya adalah Bagaimanakah dinamika kepribadian tokoh Margio pada novel Lelaki Harimau jika dikaji menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud?

Sebelum melakukan analisis terhadap si tokoh yaitu Margio menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, saya akan memberikan ulasan singkat tokoh yang akan dikaji, agar mendapatkan gambaran besar tokoh yang akan dikaji dalam plot novel, agar kita bisa memahami lebih jelas.

Margio adalah seorang pemuda yang diceritakan pada awal cerita dalam novel telah membunuh seorang laki-laki paruh baya bernama Anwar Sadat dengan cara menggigit batang lehernya sampai putus. Motif pembunuhan itu dalam plot disebutkan adalah hanya karena desakan Margio pada Anwar Sadat, agar Anwar Sadat menikahi ibunya yang bernama Nuraeni. Desakan Margio karena telah mengetahui bahwa selama ini Nuraeni yang bekerja menjadi asisten rumah tangga di rumah Anwar Sadat telah berhubungan badan berkali-kali dengan Anwar Sadat. Nuraeni melakukannya dengan sukarela tentu saja, karena itu, ia mendesak Anwar Sadat untuk menikahi ibunya tersebut. Namun Anwar sadat tidak memiliki keinginan untuk menikahi ibunya dan menyatakan bahwa Anwar sadat hanya melakukan hubungan badan tersebut hanya karena gairah seksual semata bukan karena perasaan cinta pada ibunya. Hal itu tentu membuat Margio marah dan langsung membunuh Anwar Sadat. Margio melakukannya dengan menggigit batang leher Anwar Sadat karena di dalam cerita dikatakan bahwa ia memiliki semacam "makhluk ghaib" yang berwujud harimau di dalam dirinya. Harimau ghaib ini dijelaskan dalam plot novel didapatkan dari warisan kakeknya.

Setelah menjelaskan secara singkat garis besar cerita tokoh Margio dalam plot novel, maka selanjutnya kemudian baru kita kaji bersama bagaimana kepribadian dari Margio berdasarkan pikiran atau tindakan yang dilakukan Margio berhubungan dengan motif pembunuhan tersebut yang akan dikaji secara tinjauan psikoanalisis bagaimana dinamika yang terjadi pada kepribadian Margio, bagaimana porsi id, ego dan supergo tokoh Margio bekerja, dan apa saja yang memengaruhi tokoh bertindak dan berfikir dalam novel Lelaki Harimau  menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud.

Pada dasarnya kita harus sama-sama mengetahui, Dalam psikoanalisis Freud, bagian yang paling primitif dari pikiran adalah das Es atau "Sesuatu"/"itu" (it), yang hampir selalu diterjemahkan sebagai id. Bagian kdua adalah das Ich, atau "saya" (I) yang diterjemahkan sebagai ego; dan yang terakhir adalah das Uber-Ich atau "saya" yang lebih, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai superego (Jess Feist dan Gregory J. Feist, 2014:31)

          Seperti yang didesripsikan menurut (Jess Feist dan Gregory J. Feist, 2014:31) pada dasarnya, manusia bertindak selalu berdasar pada dorongan-dorongan yang berada dalam wilayah id. Dalam hal ini, wilayah id dalam tokoh Margio memiliki peran sentral dalam pembentukan kepribadian sehingga menghasilkan motif untuk membunuh Anwar Sadat yang dilaksanakan oleh ego dari tokoh Margio.

  • Latar belakang dorongan dari id yang bersifat agresif dari tokoh Margio

          Pertama-tama kita akan menelusuri latar belakang pada segala lakuan Margio. Apa sebenarnya motivasinya bertindak? Hal ini berguna untuk mempelajari, kemudian di analisa dan pada akhirnya akan mendapat benang merah bagaimana dinamika kepribadian yang terjadi pada diri Margio dalam cerita.  

          Dijelaskan pada bagian-bagian awal setelah narasi panjang tentang riwayat Anwar Sadat, beberapa saat sebelum Anwar sadat dibunuh, Margio memiliki tindak-tanduk yang aneh. Hal tersebut dijelaskan dalam Data berikut.

             Data 01:

          Pembunuhan itu, sebagaimana kemudian diyakini semua orang terjadi pukul empat sepuluh menit, sebab sepuluh menit sebelumnya Margio masih bersama beberapa kawan dan sepuluh menit setelahnya, ia telah bersama mereka pula, dalam keadaannya yang mengejutkan. Mereka bergerombol di lapangan bola, melihat beberapa orang totoan merpati, hiruk pikuk oleh teriakan dan desing peluit di ekor para burung..........Margio ada di sana, berbaring di rumput melihat bintik-bintik kecil hitam dan cokelat di angkasa..........Tiba-tiba Margio berkata pada Agung Yuda, begundal desa kawan mainnya, "Aku ada pikiran memalukan."....(Hlm. 24)

          ......Ia tak menjelaskan apa pikiran memalukan itu dan malahan mengajak Agung Yuda ke warung minum Agus Sofyan.... ia dan agung Yuda berbagi sebotol bir........ dan sementara bir berbuih, ia berkata lagi.

          ...."Aku takut kali ini sungguh-sungguh kubunuh seseorang (Hlm.25)

Baca juga: Memahami Pemikiran Sang Prince Claus Awards, Eka Kurniawan dalam Novel "Lelaki Harimau"

          Pada data 01, dinarasikan peristiwa sepuluh menit sebelum pembunuhan Anwar Sadat terjadi, dan Margio sedang ada pada lapangan bola bersama teman-temannya menonton totoan merpati dan kemudian Margio mengutarakan pikirannya pada Agung Yuda yang dianggapnya memalukan. Kemudian ia mengajak seorang kawan yang bernama Agung Yuda untuk minum di warung milik agus Sofyan dan menyatakan pikiran memalukan itu di sana.

          Pada dasarnya dalam psikoanalisis, pikiran untuk membunuh seseorang itu ada pada peran wilayah id yang memiliki desakan impuls insting destruktif yang bersifat agresif. Namun pada prinsipnya, dari kutipan Margio di atas bahwa, secara tidak sadar ia berkata bahwa itu adalah pikiran memalukan, artinya tanpa sadar, superegonya sedikit timbul bekerja dan mendorong ego untuk berkata bahwa hal itu adalah hal yang tidak baik atau amoral. Dan perasaan takutnya membunuh seseorang adalah ego yang terdesak antara tekanan id dan superegonya

Superego dalam teori psikoanalisis Freud menurut Jess Feist dan Gregory J. Feist (2014) mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistis dan idealis yang berbeda dengan prinsip kesenangan id dan prinsip realitas ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak memiliki sumber energi sendiri. Superego yang berkembang dengan baik berperan dalam mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan agresif melalui proses represi. Superego memerintahkan ego untk melakukan represi tersebut, dan mengawasi dengan ketat serta menilai tindakan dan niat dari ego. Rasa bersalah muncul, akibat pada saat ego bertindak atau berniat untuk bertindak bertentangan dengan standar moral superego. Perasaan inferior muncul ketika ego tidak bisa memenuhi standar kesempurnaan yang ditetapkan superego. Jadi, rasa bersalah adalah fungsi dari suara hati sementara perasaan inferior berakar pada ego ideal.

Selanjutnya akan diuraikan narasi pada data 02, bagaimana wilayah id Margio berperan untuk mendorong ego saat  membunuh Anwar Sadat. Narasi berikut ini akan mendeskripsikan pikiran-pikiran margio :

         

          Data 02:

          Pikiran itu datang sekonyong-konyong, semacam wahyu cemerlang yang meletup di otaknya. Ia bilang ia ada isi di dalam tubuhnya,..... menggelosor keluar dan mengajak dirinya membunuh Anwar Sadat. Sesuatu itu sangatlah kuat, ia berkata pada polisi, sehingga ia memang tak butuh senjata apapun.  (Hlm. 32)

 

          Kakinya membawa ke sel tersebut, berdiri di pintu menatapnya menggigil di dipan, dan berharap menguak rahasia tersembunyi ia bertanya, tapi suaranya lenyap oleh kegetiran berat, sebelum Margio menoleh dan mengerti

  "Bukan aku," kata Margio tenang dan tanpa dosa. "Ada harimau di dalam tubuhku."  

         

          Data di atas pada halaman 32  menjelaskan peran pikiran-pikiran, impuls-impuls dari wilayah id yang menunjukkan bahwa pikirannya tersebut ada pada dorongan id agresif yang menimbulkan kecemasan dan pada selanjutnya ego membentuk mekanisme pertahanan diri berupa pengalihan, dalam hal ini terwujud "harimau" dalam pengakuannya ketika diinterogasi polisi. Bila dikorelasikan pada data 01, yang menjelaskan ada perasaan cemas dalam dirinya yang berhubungan dengan ego dari desakan id, sementara nalurinya berkata ingin membunuh, juga ada peran superego pada dirinya dalam anggapan bahwa membunuh itu adalah sesuatu yang memalukan atau amoral, hal itu ditekannya pada alam bawah sadar, dan egonya mendorong untuk mengalihkannya dalam bentuk sesuatu yang lain yaitu menganggap bahwa ada harimau di dalam tubuhnya.

Selanjutnya akan diuraikan narasi pada data 02, bagaimana wilayah id Margio berperan untuk mendorong ego saat  membunuh Anwar Sadat. Narasi berikut ini akan mendeskripsikan pikiran-pikiran margio :

         

          Data 02:

          Pikiran itu datang sekonyong-konyong, semacam wahyu cemerlang yang meletup di otaknya. Ia bilang ia ada isi di daam tubuhnya,..... menggelosor keluar dan mengajak dirinya membunuh Anwar Sadat. Sesuatu itu sangatlah kuat, ia berkata pada polisi, sehingga ia memang tak butuh senjata apapun.  (Hlm. 32)

 

          Kakinya membawa ke sel tersebut, berdiri di pintu menatapnya menggigil di dipan, dan berharap menguak rahasia tersembunyi ia bertanya, tapi suaranya lenyap oleh kegetiran berat, sebelum Margio menoleh dan mengerti

  "Bukan aku," kata Margio tenang dan tanpa dosa. "Ada harimau di dalam tubuhku."  

         

          Data di atas pada halaman 32  menjelaskan peran pikiran-pikiran, impuls-impuls dari wilayah id yang menunjukkan bahwa pikirannya tersebut ada pada dorongan id agresif yang menimbulkan kecemasan dan pada selanjutnya ego membentuk mekanisme pertahanan diri berupa pengalihan, dalam hal ini terwujud "harimau" dalam pengakuannya ketika diinterogasi polisi. Bila di korelasikan pada data 01, yang menjelaskan ada perasaan cemas dalam dirinya yang berhubungan dengan ego dari desakan id, sementara nalurinya berkata ingin membunuh, juga ada peran superego pada dirinya dalam anggapan bahwa membunuh itu adalah sesuatu yang memalukan atau amoral, hal itu ditekannya pada alam bawah sadar, dan egonya mendorong untuk mengalihkannya dalam bentuk sesuatu yang lain yaitu menganggap bahwa ada harimau di dalam tubuhnya. Pengalihan dalam teori psikoanalisis Freud menurut Jess Feist dan Gregory J. Feist (2014) adalah salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri dengan cara mengganti objek kateksis untuk meredakan ketegangan dengan proses kompromi antara id dengan realitas ego.

  • Konflik antara id-ego yang membentuk pengalihan pada mekanisme pertahanan diri tokoh Margio

          Pertama-tama akan dianalisis bagaimana ego bekerja dari tokoh Margio lakukan ketika terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut.

          Data 03:

          Ia mendekap erat Anwar Sadat, yang terkejut dan berusaha meronta, namun dekapan itu kuat di bawah lengannya, tangan Margio menjuntai ke atas merenggut rambut Anwar Sadat bikin kepalanya tak banyak kutik. Saat itulah Margio menancapkan gigi-giginya di leher kiri Anwar Sadat.... (Hlm.33)

          .....Margio kembali menyarangkan giginya ke rekahan merah gelap dan basah itu, ciuman kedua yang lebih mematikan dan dikuasai nafsu. Mengatupka rahang kuat, memperoleh segumpal daging di mulutnya, menyepahkannya ke lantai. Ia melakukannya kembali.... Ia hampir memenggalnya, menggergaji leher itu hingga batang tenggorokan Anwar Sadat telah tampak. (Hlm. 34)

          Dari data di atas, terlihat dalam pembunuhan itu, seakan Margio sedang kerasukan seekor harimau, dan bertingkah membunuh sadis dengan begitu rupa. Bila kita analisis menggunakan Psikoanalisis, yang terjadi adalah wilayah ego kehilangan alam kesadaran dan mewujudkan kehendak id dengan penuh. Ego melakukan eksekusi apa yang diinginkan id yang agresif. Konflik yang terjadi antara id, ego, dan superego sebelumnya dimenangkan oleh id, ego kehilangan kontrolnya dalam menahan id agresif, sementara superego kehilangan peran.

Selanjutnya penulis akan mengkaji, wujud harimau dalam diri Margio pada narasi yang bercerita kilas balik peristiwa pertama kali Margio melihat "harimau" dalam data berikut.

Baca juga: Memetik Pelajaran Berharga dari Novel "Lelaki Harimau" Karya Eka Kurniawan

          Data 04:

          Margio sendiri menemukannya suatu pagi, kala terbangun dari tidur seorang diri di surau, berminggu lalu...........seekor harimau putih rebah di sampingnya, tengah menjilati kakinya sendiri...(Hlm. 39) 

          Ia tahu binatang ini tak sungguh-sungguh hidup. Sepanjang dua puluh tahun hidupnya, ia telah keluar masuk rimba raya di pinggiran kota, dan tak pernah menemukan harimau semacam itu....... Itu mengingatkannya dirinya pada kakeknya bertahun-tahun lampau. Matanya dibikin berkaca-kaca, dan tangannya terulur perlahan, mencoba meraih kaki depan si harimau. Benda itu sungguh-sungguh ada di sana, dengan berbulu selembut kemoceng, kuku-kukunya tersembunyi pertanda tawaran bersahabat,... Margio meraihnya lagi, dan kaki si harimau menepuk kecil, serupa anak kucing bermain-main......Margio masih berbaring, si harimau kembali menjilati kakinya, bersimpuh di hadapannya. Lembut ia menepuk bahunya, sambil menyapa.

          "Kakek?" (Hlm.40) 

          Pada data di atas jelas menyatakan bahwa, harimau yang dikaitkan pada hal yang ghaib atau metafisika, bila dianalisis menggunakan teori psikoanalisis Freud, dihasilkan kerja ego yang melakukan reaksi dari id yang pada prinsipnya mengejar kenyamanan, kesenangan, dan tidak ada di wilayah sadar. Kenyamanan itu berasal dari dorongan-dorongan id, dan ego mewujudkannya  menjadi sesosok harimau dalam pandangan Margio, yang dipikirnya adalah kakeknya. Hal ini akan penulis kaitkan dengan narasi kilas balik pada data 05 yang akan bercerita pada peristiwa saat kakeknya masih hidup pada masa kecilnya.

          Data 05:

          Dahulu kakeknya tinggal jauh di desa.....(Hlm. 40)

          Kakeknya tinggal bersama nenek di sebuah pondok,... Margio sangatlah menyukai kakeknya yang tak bongkok meski rambutnya perak tanpa cela, sebab sang kakek akan membawanya ke parit kecil dan menyebutnya sebagai kerajaan jin. Jangan sekali-kali menggoda gadis jin, katanya selalu, namun jika seorang gadis jin jatuh cinta kepadamu, ambillah sebab itu adalah anugerah. Kakeknya bilang, gadis-gadis jin sangatlah cantik, dan ia selalu berharap pula salah satu dari mereka jatuh cinta kepadanya, meskipun kemudian tampaknya itu tak pernah datang, walau berkali ia mendatangi parit kecil tersebut.   Di atas segalanya, harimau kakek merupakan kisah yang paling menakjubkan. (Hlm. 42)

          ....kakek memiliki itu dari ayahnya, dan ayahnya dari ayahnya, dan nenek moyang yang barangkali tak lagi diingat siapa yang pertama kawin dengan harimau. (Hlm. 43)

          hingga suatu sore, pada kunjungan Margio yang penghabisan sebelum kakeknya mati, si kakek berkata kepadanya, memastikan,

          "Harimau itu putih serupa angsa." (Hlm. 45)

          Harimau itu kini datang kepadanya, berbaring di sampingnya.... sebagaimana kata kakeknya, ia berwarna putih serupa angsa, serupa awan, serupa kapas. Tak terbayang betapa senang hatinya, melebihi apa pun yang pernah dimilikinya. (Hlm. 46)

          Jelas, dari data tersebut bisa ditarik asumsi sementara bahwa harimau tersebut adalah pengalihan dalam mekanisme pertahanan diri Margio yang diciptakan oleh ego karena kebutuhan idnya akan kasih sayang sang kakek. Margio sangat menyukai kakeknya, menceritakannya kisah-kisah imajinatif yang merangsang perasaan nyaman dan bahagia akan segala hal yang diceritakan oleh kakeknya semasa kecil. Kebutuhan id inilah yang selama ini diingininya seakan berwujud nyata dalam pandangannya. Dalam pikirannya, hanya dengan cara didekat kakeknyalah ia merasa nyaman dan bahagia.  

  • Latar belakang terjadinya mekanisme pertahanan diri dari ego tokoh Margio

          Selanjutnya, penulis akan masuk lebih jauh pada apa yang melatarbelakangi dorongan-dorongan id yang kemudian direspon ego menciptakan bentuk mekanisme pertahanan diri. Hal apakah yang memengaruhi struktur kepribadian Margio hingga wilayah id dengan peran sentral mencari prinsip kepuasan tersebut mendorong ego  untuk melakukan reaksi pada kecemasannya sehingga dialihkannya menjadi wujud harimau yang merepresentasikan kehadiran kakeknya?

Data 06:

          Malam sebelum Margio berjumpa dengan harimaunya, untuk pertama kali ia bilang pada Mameh ingin membunuh ayah mereka. Mameh pernah mendengar itu dari seseorang, sebab Margio memaki di pos ronda dan kata-kata yang keluar adalah semacam itu, bahwa jika sempat ingin dibunuhnya Komar bin Syueb...

          ....Mameh bisa merasakan kemarahan amarah yang mengapung dari ubun-ubunnya...Rasa itu semakin menjadi-jadi, di hari-hari itu, tak lama setelah Marian adik kecil mereka mati hanya satu minggu selepas dilahirkan. (Hlm. 49)

          Narasi di atas menceritakan peristiwa kilas balik sebelum ia berjumpa dengan harimau, Bila dikaji, ada permasalahan serius yang terjadi dalam keluarga Margio, terkait dengan kematian adik bungsu Margio dan Mameh yang bernama Marian. Hingga menyebabkan perasaan marah pada Komar bin Syueb yang merupakan ayah dari Margio yang didorong dari id yang agresif.

          Jadi yang terjadi adalah, Margio mencoba mengalihkan bentuk kemarahan Margio pada ayahnya dan keinginan untuk membunuhnya dengan pergi dari rumah dan melakukan hal-hal lain yang bisa mengalihkan  kecemasan karena tidak terpenuhi id yang bersifat agresif yang akan dibuktikan dalam narasi pada data 07.

          Data 07:

          Kesal karena menyadari dirinya tak bisa melakukan apa yang dikehendakinya, Margio pergi dari rumah....(Hlm. 49)

          ....Tadinya ia berharap bisa menghibur diri dan melupakan kabut kemarahan yang dibawa dari rumah dengan melihat gadis plastik. Tak ada hal lain yang dipikirnya menarik, kecuali gadis-gadis kecil dengan tungkai kaki indah....

          ....Malam itu ia tak pulang, tak hendak berjumpa orang, hanya ingin ditemani bebayang harimau di kepala. Ia pergi ke surau menjelang tengah malam dan berbaring di sana,...

          ....Sejak masa kanak ia telah sering tidur di surau, selain di pos ronda, barangkali lebih banyak daripada mondok di rumahnya sendiri....

          ....Malam itu ia bermimpi tentang putri jin yang keluar dari mata air, mengajaknya kawin....

          .....Lalu bangun di pagi hari, dengan harimau putih rebah menjejernya. Begitulah awalnya... (Hlm. 54)

          

          Jelas sekali dapat diketahui bahwa dari data di atas, memperkuat bukti kemunculan harimau Margio itu terjadi ketika ia pergi dari rumah dan berharap mendapatkan sesuatu untuk mengalihkan perasaan tidak nyaman/kecemasan ego tak dapat memenuhi dorongan id. Diasumsikan pula, bahwa perasaan ketidaknyamanan itu sudah dirasakan Margio sejak kecil.

  •            Terjadinya Represi

          Represi yang terjadi pada kepribadian Margio dapat dibuktikan dari penggalan narasi berikut.

          Data 08:

          Rasa cinta yang tak kepalang pada ibu dan adiknyalah, barangkali yang telah menahannya dari kemarahan.... ia tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa Komar bin Syueb tetap tiang bagi mereka, tak peduli betapa keropos dan limbungnya tiang itu...

          Margio hanya tahu, bahwa ia ingin menghabisinya...           

          ....usaha yang lebih membuatnya menderita adalah upaya untuk meredam kehendak itu, didorong harapan udik bahwa segalanya akan baik dengan sendirinya... .(Hlm. 55)

          Pada data di atas dapat dibuktikan bahwa, selama ini Margio memendam perasaan marah pada ayahnya, kemarahan dari dorongan id agresif itu ditekannya dalam alam bawah sadar karena kecintaannya pada ibu dan adiknya, pada bagian ini, ego mengetahui bahwa realitas ayahnya masih merupakan tulang punggung keluarga juga menjadi salah satu faktor ego menekan perasaan marah dari id tersebut. Tapi perasaan menderita yang dirasakan karena meredam kehendak id, adalah reaksi id untuk melawan pada wilayah sadar dan mendorong ego untuk melakukan agresi. Menurut Jess Feist dan Gregory J. Feist (2014) Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.

  • Terjadinya agresi karena kegagalan ego dalam menekan (represi) kehendak id

Baca juga: Kritik Sastra Feminisme Eksistensialis dalam Novel "Cantik Itu Luka" Karya Eka Kurniawan

             Dorongan id kembali menemukan ruang untuk menekan ego kembali pada agresi adalah ketika dihadapkan pada realita peristiwa; Marian, adik bungsu Margo meninggal dunia. Dan Ayahnya tak perduli terhadap kematian adiknya. Hal itu dibuktikan pada data berikut.

           Data 09:

          Sepanjang tahun-tahun yang lewat, ia masih bisa menahannya, hingga malam ketika Marian adik bungsunya mati. Itulah yang membuatnya tak terkendali...

Marian mati ...mati dalam keadaan tubuh kering kurang susu, bahkan selama seminggu hidupnya telah setengah mati. Dan setiap kali Margio melihat itu, sedihnya berlipat-lipat oleh duka di wajah ibunya. Komar bin Syueb tampaknya satu-satunya yang tak peduli....(Hlm. 55)

          ......semua orang bersumpah bersumpah ia tak pernah menyentuhnya, apalagi sekadar menyapa 'ciluk-ba'. Pada hari itu seharusnya Komar mencukur rambutnya, mengadakan kenduri kecil demi keselamatannya...(Hlm. 56)

          kemarahan dari dorongan id agresif itu ditekannya dalam alam bawah sadar karena kecintaannya pada ibu dan adiknya itu pun keluar pada wilayah sadar dan membentuk agresi yang keluar dan dilampiaskan pada sang ayah.

  • Latar belakang masa kecil Margio yang membentuk represi

         

          Penulis akan mencoba lebih jauh mencari hal-hal yang menyebabkan permasalahan yang ada di dalam keluarga Margio yang membuatnya benar-benar memiliki perasaan marah pada ayahnya, terutama berpusat pada sikap dari sang ayah memperlakukan ibunya. Data berikut merupakan kumpulan narasi yang bercerita pada peristiwa kilas balik perlakuan Komar bin Syueb kepada Nuraeni.

             Data 10:

            Permusuhan itu mulai datag sejak malam pertama, kala Nuraeni telah teronggok di tempat tidur kelelahan,... Komar yang keburu nafsu mengajaknya telanjang dan bercinta, tapi Nuraeni hanya menggeram... tanpa banyak tanya, Komar melucuti pakaiannya sendiri.. lalu mendorong tubuh istrinya agar bangun... Komar segera menerjang dan jatuh di atasnya, mereka bercinta tanpa kata-kata... (Hlm. 110-111)

          Masa-masa bercinta selalu merupakan masa yang sulit bagi mereka, sebab Nuraeni selalu menampakkan keengganan tertentu, dan Komar hampir selalu memaksanya.....dan kerap kali itu hampir serupa pemerkosaan bengis....untuk menanggulangi keengganan Nuraeni yang makin menjadi-jadi, Komar mesti memukulnya... menampar pipinya bukanlah hal yang jarang... (Hlm. 111-112)

          Ritual itu datang lagi, dengan tamparan keji dan pukulan gayung tempurung kelapa (hlm. 112-113)

          Sepanjang hidupnya, ia telah sering melihat Komar memukul Nuraeni di depan matanya sendiri, menghajarnya hingga babak belur. Margio terlampau kecil untuk melerai, dan ia sering dapat bagiannya pula.... Nuraeni meringkuk di pojok rumah dengan Komar berdiri di depannya, tangan menggenggam rotan peggebuk kasur. Komar selalu punya alasan apa pun untuk mengayunkannya.

          Kadang-kadang itu dilakukannya pula di depan orang, hingga Nuraeni mesti berlari mengelilingi rumah dan Komar mengejarnya...(Hlm. 115)

          Margio akan memungutinya dan Komar memburunya, menyeretnya di kaki hingga si bocah terkapar menggerus tanah, diangkat dan dilemparkan ke dalam rumah membentur betis kursi. Bocah itu akan meringis, dan Komar akan datang lagi t1ak terpuaskan, mencengkeram rambutnya dan membantingnya ke tiang kayu, sekali waktu membuat dahinya mengucur darah tapi tak sekalipun menghentikan lakunya. (Hlm. 116)

          Mereka menjalani hari-hari yang murung, dan saat yang damai hanyalah ketika Komar pergi dengan sepedanya ke kios cukur di pasar hingga waktu pulang datang. (117)

         

            Beberapa kutipan di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa perasaan amarah dan kebencian yang dirasakan oleh Margio pada ayahnya, adalah hasil dari perlakuan-perlakuan kekerasan ayahnya pada anggota keluarga lainnya di dalam rumah mereka, ketidakbahagiaan dalam rumah tangga sedari kecil yang ia rasakan dan saksikan adalah pembentuk kepribadian Margio pada saat dewasa.

Menurut psikoanalisis freud oleh Jess Feist dan Gregory J. Feist (2014), wilayah tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

Tekanan-tekanan tersebutlah yang kemudian mendorong ego Margio melakukan perlindungan dengan mengaktifkan mekanisme pertahanan diri sedemikian rupa karena tidak terpenuhi id yang merindukan cinta dan kasih sayang.

          Setelah kita ketahui permasalahan yang menyebabkan pembentukan dinamika kepribadian Margio yang begitu rupa, maka akan kita analisis korelasi dengan pembunuhan Anwar Sadat. Bagaimana kemudian insting id yang destruktif bersifat agresif itu mendorong ego melakukan agresi ke luar dirinya dan menumpahkan segala id-id agresif yang sekian lama terpendam itu pada Anwar Sadat? Akan dilanjutkan dalam tulisan berikutnya. Mohon bersabar, ini ujian. 

         

         

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun