Mohon tunggu...
Ayu Vinegia
Ayu Vinegia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makassar, ID

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Sense of Belonging dari Pandemi Corona

25 April 2021   20:23 Diperbarui: 25 April 2021   20:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentu, ini bukan merupakan bentuk keinginan dimaklumi dari berbagai kekurangan yang ada. Melainkan sebagai pemicu semangat bahwa betapa pun, kita optimis dapat melewati ujian pandemi ini.

Berkaca dari hal tersebut, saya dapat melihat bentuk nyata hal tersebut dari angkatan 2019 fakultas farmasi—juga dapat mengambil pelajaran dari kekurangan fasilitas kesehatan dan adanya daya dukung sosial yang membuat kita bertahan, yakni bahwa, meskipun hari-hari belakangan, perkuliahan terpaksa dilakukan secara daring yang memiliki banyak kekurangan, angkatan 2019 tak mengendurkan daya dukung sosialnya kepada sesama. Semua hal, barangkali makin berkembang ke arah digitalisasi. Namun, bukan berarti, kita kehilangan sifat-sifat manusiawi dalam diri.

Interaksi dan komunikasi yang hanya bisa dilakukan melalui pesan instan dan media sosial, jangan sampai menjadi penghalang untuk saling mendukung dan bertahan dalam menyelesaikan tanggung jawab di dalam perkuliahan.

Namun, untuk membentuk kesadaran semacam itu, tentu kita membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Barangkali, mula-mula, kita perlu mengasah perasaan saling memiliki atau lebih teoretis lagi disebut sense of belonging. Adapun definisi sense of belonging merupakan aspek sosial individu yang dapat digambarkan sebagai suatu ekspresi diri individu dalam bentuk kebersamaan, solidaritas, menjalin hubungan pertemanan, membangun keluarga, dan berpartisipasi dalam kelompok.

Artinya, sense of belonging ini merupakan bentuk ekspresi dan partisipasi dari masing-masing individu dalam sebuah kelompok. Partisipasi inilah yang kelak menimbulkan rasa nyaman dan pada akhirnya menimbulkan perasaan memiliki. Namun, perlu digarisbawahi, bahwa perasaan memiliki ini, tentu bukanlah tujuan akhir yang ingin kita capai. Melainkan hanya sebuah sarana agar daya dukung sosial antar-sesama terus ada.

Lantas, bagaimana mengasah perasaan saling memiliki? Pertama, beri penekanan pada diri bahwa, semua individu di angkatan 2019 atau pada suatu perhimpunan, melakukan perjuangannya masing-masing. Tak perlu menganggap satu lebih beruntung, satu tak mujur. Cukup tanamkan bahwa kita semua, senasib, sepenanggungan. Jangan ada pertengkaran yang berlarut hingga menjadi kebencian. Jangan pula saling menjatuhkan.

Kedua, saling memberi perhatian terhadap sesama—tentu dengan kadar sewajarnya, tidak mengganggu, juga tidak terlalu kaku. Jalin komunikasi sebaik-baiknya. Saling memberitahu tentang tugas-tugas yang ada. Lebih lanjut, saling berbagi referensi apabila mendapat tugas dan tanggung jawab, di sisi lain, terus mengedepankan jiwa kompetitif dalam diri masing-masing agar mendapat pelajaran yang maksimal.

Ketiga, terus beri dukungan apabila ada salah satu individu yang terkena masalah. Tak mesti muluk-muluk agar bisa menyelesaikan masalahnya. Cukup menjadi pendengar yang baik untuknya. Dukungan ini, tentu akan makin memupuk rasa saling memiliki antar-sesama. Masing-masing individu pada akhirnya akan merasa diakui keberadaannya di dalam angkatan.

Keempat, kita juga harus menekankan, bahwa pada akhirnya, kelak ketika lulus, kita akan sama-sama mengabdi untuk membantu meningkatkan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. Sudah tentu setiap individu, mengetahui berbagai kekurangan yang ada di tengah-tengah kita. Daya sosial yang hari ini kita pupuk bersama, saya yakin, kelak dapat menjadi bekal kita untuk sama-sama memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang ada di sekitar kita, utamanya di bidang kita, yakni farmasi.

Perlu untuk diketahui, bahwa membentuk rasa memiliki atau sense of belonging ini juga tidak bisa dilakukan secara instan. Tahapan-tahapan harus senantiasa dilakukan, dengan masing-masing individu memberi toleransi berlebih pada yang lain, dan tegas kepada diri sendiri. Bukan sebaliknya, bertoleransi pada diri sendiri, tetapi tegas kepada yang lain.

Memang, tahapannya panjang dan barangkali melelahkan. Namun, apabila tercapai, bukan tidak mungkin ke depan, kita dapat lebih baik dalam memaknai dan mencintai sebuah ikatan. Hal yang konon sulit didapatkan di hari-hari belakangan karena dianggap, manusia, semakin hari semakin terkikis dan semakin menunjukkan individualitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun