Mohon tunggu...
Ayu Tria Eka
Ayu Tria Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mencintai kata-kata adalah cerminan dari jiwa yang bersahaja.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melestarikan Identitas Budaya: Analisis Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono

18 Desember 2023   15:52 Diperbarui: 18 Desember 2023   16:57 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

“Pada Suatu Hari Nanti”
(Sapardi Djoko Damono)


Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini,
kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari

Puisi merupakan bentuk karya sastra yang kaya akan keindahan bahasa, ekspresi emosional, dan kedalaman makna. Sebagai salah satu bentuk kreativitas bahasa, puisi telah menjadi sarana bagi penulis untuk menyampaikan gagasan, perasaan, harapan, dan pengalaman manusia secara artistik. Dibandingkan dengan karya sastra lainnya, puisi memiliki kekhasan dalam penggunaan kata yang terbatas namun mengandung makna khusus yang mendalam. Keunikan dalam struktur dan bentuk puisi memungkinkan kebebasan kreatif dalam menyampaikan pesan-pesan kompleks, memberi ruang untuk interpretasi yang bervariasi dan subjektif. Kesederhanaan dalam tampilan fisiknya tersembunyi kekayaan dan kedalaman makna yang dapat menggugah kesadaran dan refleksi mendalam bagi pembaca. Dengan penggunaan kata-kata yang dipilih secara artistik, cermat, ritme yang khas, serta imaji yang kuat, puisi memiliki kemampuan untuk mengekspresikan berbagai emosi, merangsang imajinasi, menginspirasi pembaca, dan menciptakan makna mendalam yang bisa memberikan pengalaman bagi pembaca (Wordsworth & Dunton dalam Sari, 2022).

Puisi telah berevolusi dari masa ke masa, mengalami berbagai transformasi, menyesuaikan diri dengan perubahan budaya, sosial, dan pemikiran manusia. Perkembangan puisi juga mencerminkan perubahan dalam pemahaman manusia terhadap dunia di sekitarnya, dari pengungkapan mitologis hingga refleksi pribadi yang mendalam tentang eksistensi dan identitas manusia. Dengan terus berubahnya dinamika masyarakat dan kehidupan manusia, puisi akan terus berkembang, tetap menjadi medium yang relevan dan bermakna dalam menyampaikan pengalaman dan perasaan manusia.

Puisi sebagai bentuk seni sastra telah memainkan peran penting dalam mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pengalaman manusia. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono adalah contoh nyata dari kekayaan sastra Indonesia yang menonjol. Puisi ini mencerminkan kekayaan sastra Indonesia dan kemampuan puisi untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang dalam dan abadi dalam bahasa yang indah dan menginspirasi.

Hubungannya puisi "Pada Suatu Hari Nanti" dengan perkembangan puisi terletak pada kemampuan puisi ini dalam menyampaikan pesan yang abadi melalui makna yang tertanam dalam bait-baitnya. Seperti sebagian besar puisi kontemporer, karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan bahwa puisi mampu mengatasi keterbatasan waktu dan ruang melalui kekuatan kata-kata yang abadi. Sebagai bagian dari evolusi puisi, karya "Pada Suatu Hari Nanti" ini menegaskan kemampuan puisi dalam menghadirkan pesan yang relevan, meskipun terjadi perubahan masa dan konteks sosial. Karya ini memperlihatkan bahwa puisi tidak hanya sekadar bentuk seni, tetapi juga cerminan dari perjalanan puisi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan universal yang tak lekang oleh waktu.

Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok Sapardi Djoko Damono? Beliau adalah seorang penyair terkemuka Indonesia yang lahir pada 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah, dan merupakan salah satu figur sastra yang sangat dihormati di Indonesia. Sapardi Djoko Damono dikenal atas karya-karyanya yang indah, penuh makna, dan menginspirasi. Dalam karyanya sering kali mengeksplorasi tema yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, perjalanan hidup, cinta, keindahan alam, refleksi tentang masa lalu dan masa depan. Ya! Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” merupakan salah satu karyanya. Karya sastra yang diciptakan pada tahun 1991 ini bertema tentang harapan, mimpi, dan refleksi terhadap masa depan.

Dalam puisi ini, penyair menyampaikan pikiran-pikiran tentang masa yang akan datang dengan imaji-imaji yang mendalam dan perasaan yang kuat. Puisi ini mencerminkan aspirasi individu terhadap masa depan yang lebih baik, di mana terdapat impian yang ingin diwujudkan atau tujuan yang ingin dicapai. Mungkin juga menggambarkan rasa ingin tahu atau ketidakpastian terhadap hal-hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Puisi ini memungkinkan pembaca untuk merenung dan meresapi pesan-pesan yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Namun, untuk memberikan analisis yang lebih mendalam, akan diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang konteks puisi, gaya penulisan penyair, dan kekhasan puisi itu sendiri.

Dalam puisi, medium utama di mana penyair dapat menyampaikan makna, suasana, dan emosi kepada pembaca disebut dengan situasi bahasa. Situasi bahasa digunakan untuk menentukan siapa pembicara dan kepada siapa kata-kata aku lirik ditujukan. Pembicara dalam teks puisi dinamakan si aku, si aku lirik, atau subjek lirik. Sementara itu, pendengar terkadang secara jelas disebutkan dalam teks ataupun hadir secara implisit. Karena puisi merupakan teks monolog, maka pembicaranya memiliki tempat utama, semua kata di dalam teks langsung bersumber dan berhubungan pada si aku, bahkan bisa jadi tokoh pusatnya (yang menjadi pokok pembicaraan).

Selain pembicara dan pendengar, dalam situasi bahasa juga terdapat pengembangan tema atau topik apa yang dibicarakan. Pengembangan tema ini terdiri dari pengamatan aku lirik, perasaan aku lirik, lakuan, serta ruang dan waktu. Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” ini, aku lirik dan pendengarnya bersifat eksplisit yaitu ku sebagai aku lirik dan kau sebagai pendengar. Pengembangan tema puisi ini berfokus pada perasaan aku lirik, ruang dan waktu. Puisi ini sangat mengandung makna yang mendalam, di mana terlihat jelas dari setiap lariknya yang menjelaskan jika nanti “kamu” ditinggal karena kematian, sosok “kamu” dalam puisi tersebut tidak akan dibiarkan sendiri dan merasa kesepian oleh sosok “aku”, karena sosok “aku” akan menemani “kamu” melalui karya-karyanya yang telah ia tinggalkan.

Pada bait pertama puisi ini memiliki empat larik, di mana larik pertama yang berbunyi “Pada suatu hari nanti” yang merujuk pada masa depan; menunjukkan suatu waktu di kemudian hari. Lalu dilanjut dengan larik kedua yang berbunyi “jasadku tak akan ada lagi”, yang menyiratkan bahwa pada suatu saat, fisik atau jasad penyair tidak akan ada lagi; mengisyaratkan kefanaan hidup manusia atau kematian. Namun pada larik ke-3 dan ke-4 hal itu dibantah “tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri” dapat diartikan bahwa penyair tidak ingin karyanya atau pesan yang tersirat di dalamnya ditinggalkan tanpa perhatian atau penghargaan. Penyair ingin menegaskan bahwa pesan yang tersimpan dalam bait-bait puisi akan tetap memberikan kehadiran, pengaruh, atau kesan pada pembaca. Diksi yang digunakan pada bait pertama ini adalah diksi sederhana yang mempunyai nilai-nilai di setiap lariknya yang membuat pembacanya merasa tersentuh. Terlihat dari larik kedua yang terdapat kata “jasadku”, makna pada kata ini sangat terasa dan menyentuh hati pembaca, walau dengan diksi yang sederhana.

Bait kedua terdiri dari empat larik, bait ini menyiratkan bahwa meskipun suara atau keberadaan fisik penyair tidak akan ada lagi atau tidak lagi terdengar, pesan dan pengaruhnya akan tetap melekat dalam bait-bait puisi tersebut dan akan tetap ada sebagai perwakilan dari suaranya. Penyair ingin menyatakan bahwa pesan atau makna yang tersemat dalam puisi-puisinya akan tetap memberi inspirasi, pemikiran, atau pengaruh bagi pembaca, seolah-olah pembaca tetap “menikmati” atau “menyelami” pemikiran yang diungkapkan dalam bait-bait puisi tersebut.

Bait ketiga pada puisi ini sama seperti bait pertama dan kedua, yaitu terdiri dari empat larik. Bait ini menyiratkan bahwa meskipun impian atau apa yang diinginkan penyair itu akan pudar atau bahkan hilang, sosok “aku” di sana tetap ingin hidup melalui pesan yang terkandung di dalam bait-bait puisi atau karya yang telah diciptakannya.

Sapardi Djoko Damono sering menggunakan bahasa yang sederhana namun mengandung makna yang dalam, dengan metafora yang kuat untuk menggambarkan kehidupan, harapan, dan perjalanan manusia. Puisi ini mengingatkan kita bahwa kehidupan manusia bersifat sementara, di mana suatu saat jasad dan keberadaan fisik kita akan lenyap. Hal ini mengajak untuk merenungkan nilai-nilai hidup yang lebih abadi daripada sekadar hal-hal materi. Selain itu, puisi ini juga memperlihatkan kekuatan kata-kata dalam menyampaikan pesan yang timeless dan relevan, terlepas dari waktu dan konteks sosial. Pesan atau makna dalam puisi ini menegaskan bahwa kata-kata memiliki daya yang kuat untuk menginspirasi dan mempengaruhi orang lain. Puisi ini bisa memberikan sudut pandang yang berbeda terkait harapan, mimpi, dan perenungan terhadap kehidupan yang akan datang. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" oleh Sapardi Djoko Damono tidak hanya menyajikan kisah atau narasi biasa, melainkan juga menggugah pembaca untuk merenung, merasakan, dan memahami harapan, refleksi, serta kompleksitas emosional yang terkandung di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun