Selain pembicara dan pendengar, dalam situasi bahasa juga terdapat pengembangan tema atau topik apa yang dibicarakan. Pengembangan tema ini terdiri dari pengamatan aku lirik, perasaan aku lirik, lakuan, serta ruang dan waktu. Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” ini, aku lirik dan pendengarnya bersifat eksplisit yaitu ku sebagai aku lirik dan kau sebagai pendengar. Pengembangan tema puisi ini berfokus pada perasaan aku lirik, ruang dan waktu. Puisi ini sangat mengandung makna yang mendalam, di mana terlihat jelas dari setiap lariknya yang menjelaskan jika nanti “kamu” ditinggal karena kematian, sosok “kamu” dalam puisi tersebut tidak akan dibiarkan sendiri dan merasa kesepian oleh sosok “aku”, karena sosok “aku” akan menemani “kamu” melalui karya-karyanya yang telah ia tinggalkan.
Pada bait pertama puisi ini memiliki empat larik, di mana larik pertama yang berbunyi “Pada suatu hari nanti” yang merujuk pada masa depan; menunjukkan suatu waktu di kemudian hari. Lalu dilanjut dengan larik kedua yang berbunyi “jasadku tak akan ada lagi”, yang menyiratkan bahwa pada suatu saat, fisik atau jasad penyair tidak akan ada lagi; mengisyaratkan kefanaan hidup manusia atau kematian. Namun pada larik ke-3 dan ke-4 hal itu dibantah “tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri” dapat diartikan bahwa penyair tidak ingin karyanya atau pesan yang tersirat di dalamnya ditinggalkan tanpa perhatian atau penghargaan. Penyair ingin menegaskan bahwa pesan yang tersimpan dalam bait-bait puisi akan tetap memberikan kehadiran, pengaruh, atau kesan pada pembaca. Diksi yang digunakan pada bait pertama ini adalah diksi sederhana yang mempunyai nilai-nilai di setiap lariknya yang membuat pembacanya merasa tersentuh. Terlihat dari larik kedua yang terdapat kata “jasadku”, makna pada kata ini sangat terasa dan menyentuh hati pembaca, walau dengan diksi yang sederhana.
Bait kedua terdiri dari empat larik, bait ini menyiratkan bahwa meskipun suara atau keberadaan fisik penyair tidak akan ada lagi atau tidak lagi terdengar, pesan dan pengaruhnya akan tetap melekat dalam bait-bait puisi tersebut dan akan tetap ada sebagai perwakilan dari suaranya. Penyair ingin menyatakan bahwa pesan atau makna yang tersemat dalam puisi-puisinya akan tetap memberi inspirasi, pemikiran, atau pengaruh bagi pembaca, seolah-olah pembaca tetap “menikmati” atau “menyelami” pemikiran yang diungkapkan dalam bait-bait puisi tersebut.
Bait ketiga pada puisi ini sama seperti bait pertama dan kedua, yaitu terdiri dari empat larik. Bait ini menyiratkan bahwa meskipun impian atau apa yang diinginkan penyair itu akan pudar atau bahkan hilang, sosok “aku” di sana tetap ingin hidup melalui pesan yang terkandung di dalam bait-bait puisi atau karya yang telah diciptakannya.
Sapardi Djoko Damono sering menggunakan bahasa yang sederhana namun mengandung makna yang dalam, dengan metafora yang kuat untuk menggambarkan kehidupan, harapan, dan perjalanan manusia. Puisi ini mengingatkan kita bahwa kehidupan manusia bersifat sementara, di mana suatu saat jasad dan keberadaan fisik kita akan lenyap. Hal ini mengajak untuk merenungkan nilai-nilai hidup yang lebih abadi daripada sekadar hal-hal materi. Selain itu, puisi ini juga memperlihatkan kekuatan kata-kata dalam menyampaikan pesan yang timeless dan relevan, terlepas dari waktu dan konteks sosial. Pesan atau makna dalam puisi ini menegaskan bahwa kata-kata memiliki daya yang kuat untuk menginspirasi dan mempengaruhi orang lain. Puisi ini bisa memberikan sudut pandang yang berbeda terkait harapan, mimpi, dan perenungan terhadap kehidupan yang akan datang. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" oleh Sapardi Djoko Damono tidak hanya menyajikan kisah atau narasi biasa, melainkan juga menggugah pembaca untuk merenung, merasakan, dan memahami harapan, refleksi, serta kompleksitas emosional yang terkandung di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H