Mohon tunggu...
Ayu SittaDamayanti
Ayu SittaDamayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Ingin jadi manusia baik

_Berbagi Memori dalam Tulisan _

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengawal Konstitusi bersama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

21 Juli 2023   13:02 Diperbarui: 21 Juli 2023   13:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A )

Tahun 2004, pertama kali saya mengenal MKRI ketika kuliah umum pada semester pertama di FH UNS. Kala itu, Prof. Jimly asshiddiqie yang menjabat sebagai ketua MK selaku dosen tamu menjelaskan dan memberi pemahaman tentang lembaga ini. Bekenalan dengan lembaga yang terbilang baru ini sebagai bentuk upaya mewujudkan negara hukum yang demokratis, apalagi pada saat itu prof. Jimly memberikan penjelasan dan pemahaman dengan cara menarik tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia membuat kami mahasiswa baru sangat antusias untuk memahami lebih jauh tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Suatu peraturan perundang-undangan dibuat sejatinya untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara. Undang-undang juga sebagai kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya. Untuk itu, diperlukan UU yang sehat dalam artian benar-benar baik sesuai fungsinya, dan tidak bertentangan dengan konstitusi tertinggi yaitu UUD 1945.

Menurut pengamat hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Ahmad Supardji dalam diskusi bertajuk "Telaah Kajian atas Revisi UU KPK, RUU KUHP" yang digelar KNPI di Grand Alia Hotel, Cikini, Jakarta, Jumat (18/10/2019), disadur dari beritasatu.com ada tiga syarat agar sebuah undang-undang (UU) dikatakan baik dan ideal.

Pertama, UU yang dihasilkan harus pedictability atau bisa memprediksi kemungkinan yang terjadi pada masa yang akan datang, UU yang dihasilkan harus bisa mengatasi masalah yang terjadi sekarang dan di masa mendatang. UU tersebut juga tidak mudah berubah sehingga ada nilai kepastian.

Kedua, UU harus bisa menciptakan stability atau keseimbangan. UU seharusnya bisa menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang berbeda dari berbagai pihak. UU juga harus akomodatif dan aspiratif sehingga kepentingan para pihak yang bersaing bisa ditampung semuanya.

Ketiga, UU harus mengandung unsur fairness. UU dikatakan adil karena hakekat hukum dan UU adalah keadilan.

Memahami pentingnya UU dalam kehidupan bernegara, hendaknya juga dijadikan sebagai momentum kita sebagai warga negara agar bisa dengan baik dan jeli dalam memilih wakil rakyat yang nantinya akan duduk di DPR untuk membuat kebijakan. Agar kebijakan berupa UU yang dihasilkan mereka adalah kebijakan yang adil, bijak dan baik.

Serta sebagai warga negara yang baik haruslah melek hukum, ketika mendapati perUndang-Undangan yang tak sesuai dengan amanat UUD 1945, ajukan ke MKRI atau yang dikenal dengan pengajuan judicial review.

Kini, menginjak usia MK yang ke 20, bagaimana publik melihatnya berdiri sebagai garda terdepan dalam mengawal konstitusi?

Sebagaimana kita ketahui UUD 1945 saat ini telah mengalami amandemen sebanyak 4 kali.

UUD 1945 sebagai supremasi tertinggi bangsa Indonesia merupakan rujukan untuk seluruh peraturan yang ada dibawahnya, yang berarti seluruh peraturan perundangan dibawah UUD 1945 tersebut tak boleh bertentangan dengan UUD 1945, dan ini menjadi salah satu tugas Mahkamah Konstusi Republik Indonesia. Seperti tertuang dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menjabarkan sejumlah wewenang Mahkamah Konstitusi, yaitu:

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945

2. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

3. Memutuskan pembubaran partai politik; dan

4. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Dalam Pasal 7B UUD 1945, fungsi Mahkamah Konstitusi juga bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden. Berarti Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Putusan MKRI terhadap pengujian UU terhadap UUD 1945 bersifat final, oleh karenanya diperlukan kredibilitas yang baik bagi para hakim MK.

Pengangkatan hakim MK tak boleh sembarangan, selain harus memiliki kualifikasi khusus seperti yang tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Juga terdapat syarat umum agar dapat diangkat menjadi hakim MK berdasarkan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945 yaitu:

Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Kemudian, sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, tiga lembaga negara yakni DPR, Presiden, dan MA mengajukan hakim konstitusi masing-masing tiga orang.

Semestinya hakim MK haruslah netral, menjaga jarak dengan seluruh pihak yang berperkara. Merujuk hal tersebut, wajar jika publik menghendaki hakim MK bukan dipilih dari anggota suatu partai politik, pilih negarawan yang nantinya akan benar -- benar berdiri atas nama konstitusi bukan kepentingan politik suatu partai politik. Apalagi salah satu wewenang MK berkaitan dengan partai politik dan menangani sengketa pemilu. Belum lagi pengajuan hakim MK menurut ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 dilakukan oleh DPR, Presiden dan MK. Tiga lembaga negara tersebut mengajukan masing -- masing 3 orang hakim MK.

Memahami pentingnya kredibilitas para hakim MK, kita sebagai warga negara bisa turut serta mewujudkan MKRI yang mampu menjalankan fungsinya sesuai amanat UUD 1945 dengan cara berhati -- hati dan jeli dalam memilih para wakil rakyat, partai politik dan presiden saat pemilu nanti, mengingat DPR dan Presiden nantinya juga akan mengajukan para hakim MK. Jika salah memilih, bukan tidak mungkin akan berimbas pada kinerja lembaga MKRI.

Jika hakim Mahkamah Konstitusi yang terpilih merupakan negarawan terbaik yang berbudi luhur, maka masyarakat akan merasa percaya dan antusias turut mengawal konstitusi bersama MKRI, sehingga peraturan yang lahir di negeri ini benar-benar untuk kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai amanat UUD 1945.

Semoga perjalanan 20 tahun ini, MKRI akan selalu menjadi garda terdepan yang tangguh dalam mengawal konstitusi, kami bersamamu mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun