Peringatan! tulisan saya ini tidak untuk menyinggung pihak manapun. Semua tulisan saya, saya tulis berdasarkan pengalaman yang saya alami. Jika ada pihak yang keberatan saya mohon maaf itu diluar kendali saya.
"Membaca sebagai Salah Satu Syarat Bertahan Hidup". Konsep ini belum dipahami oleh anak sekolah menengah. Mereka tak pernah tau jika membaca membawa efek yang sangat besar di hidup mereka. Ini bukan asal bicara tetapi hasil tanya jawab dan observasi saya di sekolah tempat saya mengajar.
Sebelum mengajar di sekolah negeri saya dulu mengajar di sekolah swasta yang berbasis asrama. Sebelum masuk sekolah dan diterima di sekolah anak didik saya dulu harus di tes terlebih dahulu. banyak tes yang mereka lakukan. Tes membaca adalah tes paling remeh bagi mereka karena untuk masuk ke sekolah ini mereka harus memiliki nilai yang tinggi. Setelah ini baru akan ada tes lisan dan tulisan.
Baiklah, kita kesampingkan dulu sekolah swasta karena memiliki perbedaan yang sangat signifikat jika dibandingkan dengan negeri. Entah apa yang terjadi di negeri ini hingga anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang sama.
Kita tinggalkan masalah perbedaan itu. Setalah pengumuman tempat tugas yaitu di sekolah negeri, saya mencoba untuk optimis. Saya bisa untuk menghadapi dan membuat anak didikku menjadi bisa pelajaran Bahasa Indonesia.
Sebelumnya, banyak sekali kasus yang telah saya baca dan saya lihat di internet maupun media sosial. Banyak guru SMP mengeluh karena anaknya yang masih membaca dengan mengeja atau bahkan sama sekali tidak bisa.
Ini salah siapa?
Saya rasa kita tidak perlu mencari kambing hitam karena zaman sekarang kambing putih [pun dapat menjadi hitam.
Kalau tidak mencari kambing hitam, memangnya apa yang bisa kita lakukan?
Berbenah, jika tidak dapat mengubah banyak orang setidaknya kamu bisa mengubah dirimu dan orang terdekatmu.
Awal semester karena ada sedikit kendala saya ditugaskan untuk mengajar kelas IX. Saya pikir saya akan menghadapi anak didik yang sudah mulai dewasa dan mulai berpikir yang yang dia inginkan. Pemikiran itu hanya tergambar diimajinasi saya. Pada kenyataannya saya menemukan sebagian anak didik saya yang masih kurang lancar dalam membaca dan menulis. Sebagian dari mereka bahkan belum bisa menuliskan kalimat dengan dengan benar. SPOK mereka tidak tau, kata kerja, kata benda, dan kata sifat pun asing bagi mereka.
Setelah 3 minggu mengajari mereka saya dihadapkan pada kenyataan mereka yang tidak lancar membaca dan menulis. Masalah baca dan menulis masih bisa saya kendalikan. Saya mencoba mengajarkan mereka dengan sebaik mungkin.Â
Kemudian saya menemukan tantang lain yang lebih sulit. Ketidaktahuan mereka terhadap membaca dan menulis mempengaruhi emosianal mereka. Mereka lebih cepat marah, lebih cepat prustasi jika tidak bisa, dan akan langsung kesel ketika saya tidak mengabulkan keinginan mereka.
Saya terus-terusan diuji dengan tingkah mereka yang menurut saya sudah luar biasa. Mereka suka bercakap kotor atau bahasa makian. Mereka suka membulli dan memukul kawan, dan parahnya mereka tidak segan atau menghargai guru yang tidak kasar. Mereka hanya takut pada guru yang berani kasar dengan mereka.
Mental seperti ini dikarenakan mereka kurang membaca sehingga wawasan mereka juga minim. Saya tidak benci dengan anak didik saya yang demikian tetapi saya kecewa karena mereka menyia-nyiakan hidup mereka.
Setelah kendala terselesaikan, akhirnya saya mengajar di kelas VIII. Saya juga dipercayakan oleh Wakil Kepala Sekolah sebagai Wali kelas. Sungguh ini amanah yang sangat berat bagi saya. Beberapa kali saya coba menolak tetapi tetap saya tidak dapat diganti.Â
Setelah melihat keadaan kelas IX saya ingin menetapkan goals saya yaitu harus memberantas anak yang tidak bisa baca dan menulis. Memberantas dalam artian nanti ketika naik kelas saya ingin mereka semua sudah bisa membaca dengan lancar.
Apalah daya saya yang harus menjadi wali kelas sehingga konsentrasi saya menjadi terpecah. Selain mengajar saya juga harus mengelola kelas yang diisi oleh 32 murid dengan berbagai karakter.
Di awal masuk, saya mengetes mereka membaca dan menulis. Betapa terkejutnya saya ternyata hampir setengah dari semua murid kelas VIII tidak lancar membaca dan menulis.
Ya Tuhan, ini kembali momok yang menakutkan bagi saya.Â
Sembari waktu terus berjalan. Sedikit semi sedikit saya mencoba segala cara agar mereka bisa membaca dan menulis. Kelas VIII saya tidak lagi mengajar berdasarkan buku sepenuhnya. Buku paket yang diberikan oleh pemerintah hanya saya jadikan sarana untuk mereka membaca.Â
Saya mencoba mencoba mengajarkan mereka dari hal terkecil yaitu menulis huruf abjad dengan benar. Mengajarkan mereka membaca dengan baik dan menulis dengan benar.
Melakukan ini menjadi tentangan tersendiri untuk saya karena mereka bukanlah robot yang dapat diatur dengan mudah. Mereka punya pemikiran mereka sendiri. Pemikiran ini yang sering mereka salah gunakan.
Selain mengajarkan baca dan tulis saya juga harus selalu menyisipkan amanat yang panjang disetiap pembelajaran. Selain ilmu mereka juga butuh pendidikan karakter. Mereka butuh nasihat, teguran, dan peringatan agar mereka tau bahwa ada hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan mereka.
Ketika saya menulis tentang ini, saya baru saja selesai PTS di sekolah. Nilai mereka sangat mengecewakan. Saya kecewa dengan diri saya sendiri.Â
Sepertinya ada yang salah dengan gaya mengajar saya. Apakah menteri tentang membaca dan menulis yang saya ajarkan tidak mereka pahami? apakah nasihat dan motivasi yang saya mereka tidak mereka mengerti?
Beberapa hari ini kepala saya sakit memikirkan apalagi yang harus saya lakukan untuk membuat mereka mau belajar membaca dan menulis.
Membaca dan menulis menjadi hal penting dalam hidup mereka. Ketika memberikan nasehat saya pernah mendengar anak berkata seperti ini " bu, saya malas belajar, saya tidak suka belajar. belajar itu buat pusing. Toh, nanti ujung ujungnya saja juga akan cuma cari kerja untuk hidup. Untuk apa sekolah kalau sekarang saya saya sudah bisa kerja dan memberikan uang untuk orang tua saya".
Terenyuh hati saya mendengar ucapannya. Rasanya hati saya sangat sakit dan airmata hampir saja menetes.
Ternyata hanya segitu nilai sekolah di mata mereka. Â Mereka hanya menganggap sekolah itu untuk ada ijazah dan mencari kerja. Mereka tidak mengerti bagaimana susahnya saat tidak bisa membaca dan menulis, bagaimana ketika mereka tidak memiliki wawasan tinggi dan mudah untuk ditipu oleh orang lain.
Saat kamu main-main di sekolah maka kamu akan dipermainkan di masa yang akan datang tetapi saat kamu sungguh-sungguh saat sekolah maka kamu akan lebih tenang saat menghadapi masa depanmu.
Saya masih belum bisa mendapatkan jawaban dari hal penyebab yang membuat mereka tidak bisa baca.
Sedikit pesan untuk orang-orang yang telah menjadi orang tua, Jagalah anakmu karena itu tanggung jawabmu. Didik mereka dengan semestinya sehingga kamu tidak akan menangis kecewa saat mereka telah tumbuh dewasa.
Orang tua memang sibuk mencari nafkah untuk anaknya tetapi jangan pernah lupa dengan tanggungjawabmu dalam mendidik. Kmua telah merasakan pahitnya menjadi orang yang tidak mampu membaca dan menulis maka jangan biarkan anakmu juga merasakannya.
Ayo stop tidak bisa membaca dan menulis hanya dikita. Mulai sekarang berusahalah mendidik anak penurus bangsa ini untuk menjadi pribadi yang memiliki wawasan yang tinggi.
Membaca dan menulis adalah pondasi dalam kehidupan maupun pendidikan. Jangan menyerah untuk mendapatkan kedua hal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H