Mohon tunggu...
Ayu Salfiani
Ayu Salfiani Mohon Tunggu... -

Goresan pena hanyalah sedikit gambaran tentang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Terlalu Bodoh untuk Bisa Berkata “Aku Rindu”

1 November 2012   16:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:06 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kau pulang.”  Aku tetap dalam dudukku,  menatap jalannan aspal yang basah di hadapanku.

“Ya.. Kau rindu?” tak juga menatap ku. Kau sama, menatap jalanan aspal yang basah karena gerimis tadi.

Aku nyengir.  Ironis! Kau bertanya aku rindu? Bukankah itu merupakan sebuah pertanyaan retoris yang  benar-benar aku tak perlu menjawabnya? Dan tentulah kau pasti tahu, aku rindu. Rindu yang lebih dari rindu. Apakah aku harus menjawabnya? Huh?

“Aku?” tanyaku.

“Ya..”

“Apakah aku terlihat rindu?”  Kau menoleh demi mendengar pertanyaanku. Ini adalah untuk pertama  kalinya kau menatap wajahku sejak kepulanganmu, sejak kita berjumpa di sini setengah jam yang lalu, tanpa kata.

“Apakah kau melihat kerinduan pada diriku?” Ku ulangi pertanyaanku itu dengan tetap menatap jalannan aspal yang sepi dan basah. Ada sesuatu yang menggelitik tapi menyesakkan di dada ketika aku tahu, untuk pertama kalinya kau akhirnya menatapku demi mendengar tanyaku.

“Aku tahu” tanpa memalingkan matamu dariku.

“Apa?”

“Apakah kau benar-benar  tak ingin melihatku?”

Heh, apa? Aku apa? Tidak ingin melihatmu? Oh Tuhan.. aku sampai harus jungkir balik menunggu kau yang tak kunjung datang. Aku sudah rindu. Rindu sekali ingin bertemu. Ingin sekali menatapmu, menumpahkan rindu yang terus menggelayutiku. Aku rindu. Rindu yang lebih dari rindu. Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu ini? Huh? Apakah kau tak bisa membaca rautku yang terus menatapmu melalui pipi kananku?

“Apa aku harus  benar-benar menjawabnya?”  tanyaku lagi. Aku semakin sesak. Kapan ini akan berakhir? Aku jenggah dengan suasana seperti ini.  Kau, bertanyalah sekali lagi -apakah aku rindu. Maka aku akan benar-benar menjawabnya dengan mataku.

“Ya. Jawablah! Apakah kau rindu?” Dan kau tetap sabar. Mengulang pertanyaan retorismu.

Aku menoleh. Ini adalah untuk pertama  kalinya aku menatap wajahmu  dengan mataku terbukan lebar, sejak kepulanganmu, sejak kita berjumpa di sini, lebih dari setengah  jam yang lalu, berbicara tentang rindu.

“Tidak. Sama sekali tidak.” Itu adalah jawaban mulutku. Kau ingin tahu yang sebenarnya? Lihat! Mataku berbicara bahwa aku rindu. Kau bisa menerjemahkan arti tatapan ini kan?

“tentu saja tidak” dengan sinis kau mepertegas jawabanku.

Astaga.. kau tak bisa membacanya?  Bodoh sekali aku. Mana  mungkin kau bisa menangkap isyarat  hatiku. Aku lupa, kau sama sekali tidak peka.

Jangan tundukan kepalamu! Tanyakan sekali lagi. Aku mohon, benar-benar hanya sekali lagi.. tanyakan apakah aku rindu.

“baiklah, aku akan pergi lagi pekan depan. Semoga kau benar-benar tak merinduanku.” Ini adalah kalimat terakhir. Penutup pembicaraan kita yang canggung. Kau pergi. Meninggalkan  tempat dudukmu –dan aku- dan melangkah gontai di atas jalannan aspal yang semakin lembab dan basah karena gerimis kembali turun.

Aku tetap bergeming, sibuk menyalahkan kekeraskepalaan dan egoku. Kenapa tak kukatakan saja aku rindu? Aku bodoh.  Bodoh sekali. Bahkan untuk menyesalpun aku tak berani, karena itu akan membuatku semakin bodoh.

*kau pergi. Aku menatap punggung mu yang terus berlalu pergi dengan sudut mataku yang kini basah, bukan karena gerimis, tapi karena air mata kebodohanku yang tak mampu berkata ‘aku rindu’.

Hohoho latihan menuangkan galau, kurang lebihnya saya mohon maaf  :p

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun