Mohon tunggu...
ayuputri
ayuputri Mohon Tunggu... Desainer - Pelajar SMA

Sekolah Dian Harapan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku, Seorang Pejuang Tanah Air

18 Agustus 2020   11:40 Diperbarui: 18 Agustus 2020   11:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://weheartit.com/entry/56932669/via/imawildchild

"Begini isi suratnya." 

"Maafkan aku ya sayang, aku hanya berjuang demi negara kita dan anak kita. Aku sudah rela jika disuruh untuk melawan tentara Jepang. Aku tidak tega bila melihat bangsa Indonesia terus-menerus diperlakukan seperti ini. Aku cinta pada negeri ini dan juga kepada kamu dan anak kita. Doakan aku ya sayang, agar aku bisa pulang dengan selamat dan menyambut kelahiran anak kita. Tetapi aku minta satu hal kepada kamu, bila aku gugur, kamu jangan bersedih. Aku meminta kamu ikhlas dengan takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Disini, aku tidak pernah lepas untuk mendoakan keluarga kita. Semoga Tuhan dapat menyertai kita semua dan anak kita dapat lahir dengan selamat. Ada satu permintaan lagi dariku, yaitu aku ingin kamu menamakan anak kita dengan nama Mawar Isabella. Aku percaya anak kita dapat tumbuh menjadi seorang gadis yang dewasa dan lemah lembut. Ia harus mengerti betapa pahitnya dunia ini, tetapi Ia harus tetap ceria dan bahagia karena sifatnya harus melambangkan namanya yaitu Mawar. Seperti ibarat bunga mawar, Ia tetap berdiri kokoh meskipun terdapat banyak duri di sekitarnya. Terima kasih sudah menjadi istri yang luar biasa, aku bangga kepadamu, sayang. Aku akan selalu menyayangimu dan juga Mawar." 

Aku membaca surat tersebut dengan bercucuran airmata dan juga Ibu yang turut menjatuhkan airmatanya. Ibu pun segera memelukku dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Sudah, kamu tidak perlu menangis lagi. Ayahmu tetap terus menyayangimu, Nak. Disini masih ada Ibu disampingmu. Tidak semua takdir yang ditentukan oleh Tuhan itu selalu buruk, Nak. Maka, kamu harus mengikhlaskan kepergian Ayahmu. Ibu tahu pasti berat, tetapi perlahan demi perlahan pasti bisa kok. Kita bisa berdoa bersama untuk mendoakan Ayah agar tenang disana. Kamu harus bangga memiliki seorang Ayah seperti dia, karena tanpa dia, Indonesia tidak akan merdeka dan bangsa Indonesia akan terus dijajah.", kata Ibu sambil menyemangatiku. 

"Sama-sama, Nak", jawab Ibu kepadaku.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun