Terjadinya kasus KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) menunjukkan rapuhnya bangunan keluarga. Ketahanan keluarga terkoyak sehingga tidak kokoh lagi. Satu benang merah dari beberapa faktor penyebab KDRT adalah telah hilangnya fungsi perlindungan keluarga. Lantas bagaimana solusi yang dapat mengatasinya?
Kasus KDRT tidak mandang bulu, bukan hanya kalangan keluarga yang lemah perekonomiannya, publik figur saja juga turut menambah daftar kasus KDRT di negeri ini. Seorang selebgram Cut Intan Nabila mengalami KDRT oleh suaminya. Pada Selasa, 13Â Agustus 2024 melalui akun Instagramnya ia mengunggah rekaman video CCTV yang terlihat Cut Intan Nabila dan suaminya cekcok dan berujung aksi kekerasan. Sang suami Armor Toreador memukul Cut Intan berkali-Kali hingga bayi mereka turut terkena tendang oleh Armor.Â
Caption dalam unggahan tersebut menceritakan bahwa Cut Intan Nabila seorang ibu dari tiga anak, ia berumah tangga selama lima tahun ini sering mengalami KDRT yang dibuktikan dengan rekaman video CCTV. Cut Intan Nabila mengungkapkan sebenarnya ia tidak ingin memperlihatkan aib keluarganya tetapi kini sudah tidak tahan dengan perlakuan sang suami.
Rapuhnya Ketahanan Keluarga
Meningkatnya KDRT menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga hari ini. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman dan nyaman malah menjadi tempat yang menakutkan untuk anggota keluarga. Figur ayah, suami, kakek layaknya hero dalam keluarga, bekerja supaya anak istrinya tidak kelaparan, memberikan tempat tinggal untuk melindungi anak istri dari panas dan hujan, serta mendidik anak istri supaya terhindar dari kebodohan dan kejahatan. Namun, kini fungsi perlindungan itu kian menguap, justru berubah layaknya monster yang melakukan kekerasan dalam keluarganya.
Akar Permasalahan
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme menjadikan hilangnya peran Riayah (kepengurusan) dalam negara, sehingga rakyat satu sama lain bersaing hanya untuk bertahan hidup. Problem ekonomi sebab biaya-biaya kian membengkak. Biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya tidak dijamin oleh negara, melainkan harus ditanggung sendiri dengan biaya mahal. Belum lagi dipotong pajak dan pungutan lainnya. Bagaimana tidak membuat stres, depresi dan bahkan rawan konflik keluarga.
Cengkraman sekulerisme membuat keluarga dan masyarakat semakin jauh dari agama. Pergaulan laki-laki dan perempuan seakan bebas tanpa ada aturan agama hingga mudah sekali menimbulkan perselingkuhan yang berakhir KDRT. Gaya hidup hedonis menjadikan manusia bebas melakukan apa yang mereka inginkan demi mengejar kesenangan, tanpa memperdulikan standar halal dan haramnya.
Disamping itu, seorang Qawam (Pemimpin) dalam keluarga harus paham syar'iat Islam. Keselamatan keluarganya dari api neraka tergantung Qawamnya. Demikian karena jika keluarganya melakukan perbuatan yang melanggar aturan Allah, Qawam yang paham akan meluruskan keluarganya. Namun, jika seorang Qawam tidak paham, apapun yang diperbuat kelurganya akan dibiarkan.
Solusi Semu
Eni Widiyanti selaku Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA menyebutkan, relasi kuasa laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang menjadi penyebab KDRT. Selanjutnya sejalan dengan budaya Patriakri di Indonesia, laki-laki dianggap berhak melakukan apapun ketimpang perempuan.Â
Berdasar hal tersebut, pemerintah memberikan penyelesaikan dengan mewujudkan keseimbangan relasi kuasa laki-laki dan perempuan yang membentuk kemandirian finansial. Perempuan tidak perlu menggantungkan suami dalam hal ekonomi, sehingga bisa menghidupi diri sendiri dan anaknya.Â
Pandangan ini kental dengan pemikiran feminisme, menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Realitasnya kemandirian finansial ini tidak mampu menyelesaikan akar masalah KDRT, nyatanya banyak perempuan yang mandiri finansial masih mengalami kasus KDRT.Â
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini justru menimbulkan persaingan yang mengakibatkan rapuhnya bangunan keluarga. Masing-masing merasa memiliki penghasilan sendiri, dan ketika terjadi masalah keluarga memicu KDRT yang akan berujung ke perceraian.
Solusi Yang Menuntaskan
Islam memberikan gambaran Indah akan bangunan keluarga. Baiti jannati (rumahku surgaku) mencerminkan betapa keluarga adalah tempat yang nyaman dan aman yang dirindukan setiap anggota keluarga. Keindahan tersebut pasti bisa dirasakan jika dalam berkehidupan berdasar syari'at yang dibuat oleh Sang Khaliq. Negara dengan penerapan sistem Islam akan menjamin kesejahteraan rakyatnya baik sandang, pangan, papan, keamanan. Semua kebutuhan pokok dijamin oleh negara.
Lapangan pekerjaan dibuka seluas-luasnya oleh negara, sehingga suami dapat menafkahi dengan baik kepada keluarganya. Istri tidak perlu bekerja dan cukup fokus untuk menjadi ummu warabatul bayt , mengurus rumah dan mendidik anak-anak.
Sistem Islam memiliki mekanisme menyelesaikan konflik rumah sesuai syari'at. Jika ada konflik suami dan istri, maka suami mempunyai hak untuk mendidik istrinya; menasehati, memisahkan tempat tidur, dan memukulnya. Â Ketika memukul pun juga ada aturannya tidak boleh yang membahayakan, tidak menimbulkan patah tulang, lebam, atau menyakitkan. Tidak boleh memukul wajah dan bagian-bagian tubuh yang membahayakan, tidak boleh memukul di luar rumah, serta tidak boleh memukul di satu bagian tubuh secara berulang-ulang. (Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jmi'ul Bayn fi Ta'wlil Qur'n).
Kemudian ketika perempuan mengalami kekerasan dari suaminya, ia berkah melapor pada hakim (Qadi). Hakim akan melakukan pemeriksaan dan persidangan. Jika terbukti bersalah maka akan dijatuhi takzir sesuai ijtihad khalifah atau hakim yang mewakilinya.
Demikianlah solusi shahih dari Allah SWT. Solusi yang menuntaskan permasalahan bukan justru memperparah KDRT.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H