Mohon tunggu...
Ayu Nur Alizah
Ayu Nur Alizah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Hello! Kadang suka nulis cerpen/curhat/puisi. Kalau suka sama tulisan saya https://trakteer.id/iuxxyz, kasih uang jajan ke saya ya! hihihihi Terima kasih!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Paus yang Mati Akibat Plastik, Lalu Kau Tunggu Apa Lagi?

22 Agustus 2021   13:46 Diperbarui: 22 Agustus 2021   13:47 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biru adalah gadis yang sangat cinta kepada laut. Ia sekarang menduduki bangku pendidikan kelas dua SMA. Ayahnya seorang nelayan. Biru mempunyai hobi berenang di pantai. Ia belajar berenang di pantai sudah sejak kecil.

Pantai ini begitu asri dan juga sepi.

Awalnya memang sepi, namun semua berubah drastis setelah pantai ini dijadikan objek wisata oleh pemerintah daerah setempat. Warga pun senang mendengar kabar ini dan berharap mereka bisa membuka peluang usaha baru.

Namun sangat disayangkan, warga asli di sini ternyata tidak diperbolehkan membuka usaha penginapan dan juga perahu karena itu sudah direncanakan dan juga sudah ada pengusaha yang berasal dari kota besar akan membangun hotel dan juga tempat makan.

Para warga kecewa setelah mendengar kabar tersebut dan tidak akan memberi izin pantai ini akan dijadikan objek wisata. Akhirnya para warga protes kepada kepala desa setempat, warga ingin menyewakan homestay mereka dan juga membuka warung kecil-kecilan. Akhirnya hal ini disepakati oleh kepala desa dan juga pemerintah daerah setempat.

.Biru yang dari awal tidak setuju karena memikirkan akan ada sampah-sampah berserakan di pantainya yang indah dan ia akan lebih sulit berselancar karena akan banyak orang. Sampai akhirnya kecurigaan Biru benar-benar terjadi setelah pantai tersebut dibuka menjadi objek wisata. Sampah berserakan di pasir pinggir pantai. Ia sangat kesal dengan hal tersebut. Biru pun bercerita kepada ayah dan ibunya, bahwa ia dari awal tidak sepakat dengan kebijakan ini. Kepala desa dan pemerintah daerah setempat yang gagal melaksanakan janjinya, yaitu pantai ini akan tetap bersih. Anehnya, warga di sini tidak protes akan hal tersebut. Mungkin, ini terjadi karena mereka mendapat uang dari hasil pantai dijadikan objek wisata.

Biru meminta izin kepada ayahnya, ia ingin melakukan aksi protes sendirian di depan pantai dan juga ke balai desa. Namun, ayah dan ibunya tidak setuju dengan hal ini, mereka takut Biru dalam bahaya jika melakukan aksi protes tersebut, sedangkan warga desa baik-baik saja dengan semua ini.

Biru memutuskan untuk mengikuti perkataan ibu dan ayahnya. Setiap pulang sekolah dan setelah mengerjakan tugas, Biru selalu pergi ke pantai untuk memunguti sampah yang berserakan di bibir pantai. Dan jadwal untuk memunguti sampah di pantai yang ikut terbawa, adalah di hari sabtu dan minggu. Awalnya Biru melakukan ini sendiri, sampai dua temannya, Ari dan juga Ismi ikut membantunya.

"Penyu pak Mail, mati lagi", ucap ayah selepas pulang mencari ikan kepada Biru dan juga ibunya.

Hal ini disebabkan, penangkaran penyu pak Mail dijadikan objek wisata olehnya. Penyu pertama mati disebabkan, salah satu pengunjung memberinya makanan. Padahal, sudah tertera banyak tulisan "Dilarang Memberi Makan Penyu". Biru sebenarnya sempat melarang keputusan pak Mail, namun pak Mail tak ingin mendengar ucapan Biru.

"Biarin aja pak, Biru kan udah bilang dari awal sama pak Mail. Tapi, pak Mail gamau denger omongan Biru. Paling juga penyunya mati gara-gara ada yang kasih makan lagi", hal ini dibenarkan oleh ayahnya. Sepertinya penyu mati yang kedua ini belum menjadikan pak Mail kapok, karena menjadikan penangkarannya sebagai objek wisata.

Hari sabtu, Biru dan dua temannya kembali berenang menyusuri pantai, memungut sampah plastik yang terbawa ombak. Teman Biru yang bernama Ari selalu membawa kamera bawah airnya. Dia selalu memotret setiap ada sampah yang ingin mereka ambil. Ada satu waktu yang membuat mereka geram, yaitu terdapat terumbu karang tertutup topi pantai. Ketika ingin diambil ternyata ada ikan-ikan kecil yang sudah mati. Hal ini benar-benar membuat mereka bertiga marah. Namun, mereka sadar, mereka tidak bisa melawan karena mereka masih muda dan mayoritas warga di pantai, menyetujui objek wisata ini. Hal ini mereka lakukan terus sampai akhirnya dua teman Biru lelah karena para pengunjung pantai dan juga pemilik warung-warung ini tak peduli dengan sampah yang mereka hasilkan.

Biru masih melakukan ini, kali ini orang tuanya menyuruhnya berhenti melakukan hal yang percuma dan membuang-buang waktu. Tapi, menurut Biru ini bukanlah hal yang percuma, selagi ada hal yang bisa ia lakukan untuk menolong pantai kesayangannya tersebut dari limbah plastik. Biru memutuskan membuat sepuluh papan himbauan dengan tulisan huruf kapital semua dan berwarna merah. Papan himbauan tersebut tulisannya adalah "JANGAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN! JANGAN MENINGGALKAN SAMPAH DI PINGGIR PANTAI" dihias printan dari kertas yang dijilid dengan foto sampah yang berserakan di pinggir pantai, dan juga di dalam pantai. Papan ini berukuran 4x2 meter. Biru dibantu oleh ayahnya dalam membuat papan ini dan juga menancapkannya di sisi-sisi pantai.

"Kalau papan himbauan ini tidak didengar bagaimana?", ucap ayah biru.

"Ya, biarin aja. Biru bakal cari cara lagi. Kalau perlu, Biru ngamuk di tempat kepala desa, sama di tengah-tengah pantai, yah. Hahhaha" ucap Biru dengan nada bercanda yang terkesan serius. Ayah Biru yang sudah hafal betul, bahwa anaknya bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, ia akan melakukan hal-hal yang menurut dia bermanfaat untuk dirinya dan juga orang sekitar. Dan ini adalah hal salah satunya yang ia pedulikan dalam hidup ini. Biru kerap kali menjadi ledekan pemilik warung, menurut pemilik warung, biru adalah gadis pengangguran yang tidak punya kerjaan selain memungut sampah-sampah di pantai, bahkan sampai di dalam pantai. Ketika diledek seperti itu, Biru hanya bisa diam. Ia tak mau emosinya membuat malu keluarganya.

Namun, ketika Biru memasang papan peringatan tersebut bersama ayahnya, pemilik warung tersebut mendadak menjadi anjing yang pemalu. Menunduk malu, tidak berani menatap Biru, apalagi sampai mengejek Biru. Ketika memasang papan peringatan terakhir, Biru menemukan seekor penyu tergeletak mati dengan terdapat sedotan plasik di mulutnya. Biru tak lupa mengabadikan momen ini, dan berbagi cerita di blog websitenya. Biru di sekolahnya mendapat penghargaan ketika naik ke kelas sembilan. Ia mendapat penghargaan "Putri Pantai" hal ini disebabkan karena usahanya yang sudah enam bulan dilaksanakan.

Biru terharu, ternyata pihak sekolah memperhatikan tindakannya. Biru menceritakan alasannya di depan semua siswa/i dan banyak yang ingin membantu Biru. Ari dan Ismi kembali membantu Biru dan kali ini yang membantu Biru sekitar dua puluh orang, yang bersedia. Jadi, sekarang Biru membuat sistem piket. Bagi yang bisa berenang ditugaskan di hari minggu untuk memungut sampah di dalam air. Dan bagi yang tidak bisa berenang ditugaskan di pinggir pantai. Dan bagi yang bertugas di hari minggu, boleh menemani di hari-hari biasa. Ayah dan ibu Biru bangga atas kegigihan anaknya.

"Biru, bangun!" ucap ayahnya

"Kenapa, yah? Biru masih ngantuk, ini masih tengah malem yah"

"Ada paus mati, di pinggir pantai, badannya kelilit plastik terpal yang warna putih"

 "Aku mau lihat".

Tanpa basa-basi Biru langsung ke tempat dan ternyata sudah ramai dilihat warga, padahal ini masih tengah malam. Akhirnya, biru langsung memotretnya, dan mengunggah di twitter dengan menggunakan hastag #savelautdariplastik. Tagar tersebut naik dengan cepat. Melihat kondisi ikan paus yang terlilit sampah plastik tersebut, membuat banyak orang menangis termasuk Biru. 

Esok paginya...

Biru dan beberapa temannya yang bolos sekolah hari itu sudah benar-benar muak. Banyak wisatawan yang meilhat proses pengambilan sampah plastik tersebut dari mayat paus dan memotretnya. Keadaan emosi Biru tak terkendali, ia berteriak kepada wisatawan yang sedang melihat kejadian itu dan ketika ada kamera tv nasional yang sedang mengambil video paus tersebut. Biru berteriak "Lihat! Kemarin dua penyu pak Mail mati! Satu penyu mati, saya menemukannya di pojok pantai, terdapat sedotan plastik di dalam mulutnya! dan sekarang paus besar ini! kalian semua lebih buruk dari monster!. Ucapan Biru yang suaranya terdengar oleh suara televisi nasional dan menjadi heboh, ekspresi marah dan juga tangisnya tertangkap kamera orang lain dan juga ramai di semua media sosial. Ayah biru, langsung menarik Biru, dan membawanya pergi beserta ibunya. Untuk mencari tempat aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun