Secara umum, kasus ini telah memicu diskusi luas tentang perlindungan konsumen, pengawasan produk makanan bayi, serta pentingnya transparansi dan keamanan pangan. Masyarakat mengharapkan langkah konkret dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan keamanan produk makanan yang beredar di pasaran dan melindungi kesehatan generasi masa depan.
  Menanggapi keresahan masyarakat, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera mengambil langkah untuk memastikan keamanan produk susu formula yang beredar. BPOM melakukan pengujian independen terhadap sampel susu formula dari berbagai merek yang beredar di pasaran.Â
Pengujian dilakukan secara berkala sejak tahun 2008 hingga awal 2011. Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii dalam sampel yang diuji. Pemerintah melalui BPOM juga terus melakukan sampling dan pengujian untuk menjamin bahwa makanan yang memiliki izin edar aman dikonsumsi oleh masyarakat.
  Kasus ini kemudian menjadi perhatian serius di tingkat legislatif, dengan Komisi IX DPR mengadakan beberapa rapat kerja untuk membahas masalah ini. Rapat kerja pertama diadakan pada tanggal 17 Februari 2011, diikuti dengan rapat kedua pada tanggal 23 Februari 2011.Â
Dalam rapat tersebut, DPR meminta klarifikasi dan tindakan dari Kementerian Kesehatan, BPOM, dan IPB. Para anggota DPR mendesak agar informasi mengenai merek susu formula yang tercemar diumumkan kepada publik untuk menghindari konsumsi produk yang berpotensi berbahaya.Â
Namun, permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh Kementerian Kesehatan dan IPB, yang menyatakan tidak memiliki data yang lengkap dan terikat oleh etika penelitian.
  Salah satu isu utama dalam rapat kerja DPR adalah desakan agar IPB dan Kementerian Kesehatan mengumumkan merek susu formula yang tercemar. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki informasi lengkap mengenai merek yang tercemar karena penelitian dilakukan secara independen oleh IPB.Â
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, I Wayan Teguh Wibawan, menegaskan bahwa IPB tidak dapat mengumumkan merek susu formula yang tercemar karena penelitian tersebut bersifat akademik dan belum menerima salinan asli putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Anggota DPR menilai bahwa IPB dan Kementerian Kesehatan tidak transparan dan ada indikasi melindungi produsen susu formula.
  Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, menyatakan bahwa susu formula yang beredar di pasaran aman berdasarkan hasil pengujian BPOM. Beliau menegaskan bahwa tidak ada bukti keberadaan bakteri Enterobacter sakazakii dalam susu formula yang diuji sejak 2008.Â
Meskipun demikian, masyarakat tetap merasa khawatir dan mendesak untuk mengetahui merek susu yang tercemar. Kementerian Kesehatan menganjurkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sebagai pilihan terbaik untuk bayi hingga usia enam bulan dan menyarankan penggunaan susu formula hanya dalam kondisi medis tertentu.
  Mahkamah Agung kemudian mmerintahkan agar merek susu formula yang tercemar diumumkan kepada publik. Namun, IPB menyatakan belum bisa mengumumkan merek tersebut karena belum menerima salinan asli putusan kasasi dari Mahkamah Agung.Â