Mohon tunggu...
Alfiyah  Qurrotu A.
Alfiyah Qurrotu A. Mohon Tunggu... Penulis - guru

masih belajar, dan selamanya akan begitu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulitnya Melampaui Mitos Gender di Masyarakat

5 Oktober 2018   00:42 Diperbarui: 5 Oktober 2018   00:57 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilutrasi oleh eramuslim

Isu Gender adalah hal yang selalu saja menarik perhatian oleh banyak orang. Sejauh ini, terkait isu yang diangkat masih saja berkutat perihal perempuan. Baik itu persoalan diskriminasi ataupun mengenai penghilangan hak hak terhadap mereka.

Dalam buku Women's Studies Encyclopedia, gender adalah suatu konsep kultural yang berkembang di masyarakat yang berupaya membuat perbedaan peran, perilaku, mentalitas dan karakter.

Pengertian secara umum dapat diketahui bahwa gender adalah perbedaan yang tampak antara lelaki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini hal yang sering dibahas dalam gender adalah dari perspektif perempuan. Beberapa fenomena kerap kali tumbuh akan hal itu.

Membicarakan gender khususnya di Indonesia, pemerintah telah berupaya untuk memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Upaya tersebut masih dalam lingkup pendidikan mulai dari Sekolah dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).

Meskipun masih menghadapi tantangan dalam mengurangi kesetaraan gender di bidang pendidikan, setidaknya presentasi perempuan pada pendikan telah mencapai kenaikan jika dilihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2016.

Baca juga : Perempuan Indonesia Jangan Takut Kata Orang

Jumlah penduduk perempuan Indonesia memang belum sebanyak laki-laki. Pada 2016, Badan Pusat Statistik menyebut jumlah penduduk Indonesia adalah 158,71 jiwa, dan 128,72 juta jiwa diantaranya adalah perempuan. Kondisi yang sudah berimbang jika dilihat dari sudut komposisi penghuni sebuah negara. Namun kembali lagi dengan mitos gender yang tengah menghantui masyarakat kita.

Namun hal itu juga tidak bisa lari dari kenyataan jika secara global ketimpangan masih saja terjadi, bahkan dilihat dari sektor pendidikan saja yang menjadi dominan dalam tingkat pendidikan tinggi adalah laki-laki. Stereotip maskulinitas masih menjadi budaya patriaki dalam generasi tua, sehingga menjadikan minimnya representasi perempuan pada bidang bidang tertentu yang dianggap kurang mumpuni.

Padahal jika kita lihat banyak sekali perempuan Indonesia yang seharusnya layak untuk meperjuangkan mimpinya, namun terpaksa secara tiba tiba menghentikannya dikarenakan masih mudahnya mereka memasukkan hati omongan omongan lingkungan yang selalu mempermasalahkan kodrat sebagai perempuan. Kerap kali batasan tidak adil itu dibangun dalam hubungan sosial bermasyarakat bagi perempuan. Budaya melemahkan tersebut justru akan mempersempit dalam menjalani kehidupan.

Hal itulah yang kemudian memunculkan adanya Impostor Syndrome bagi perempuan. Melalui anggapan anggapan bila perempuan tidak lebih kompeten dibanding laki-laki dalam hal pengetahuan akan membuat mereka semakin ragu akan pencapaian yang telah didapatkan. Kekhawatiran akan hasil yang telah ia capai itu merupakan jerih payahnya atau hanya kebetulan belaka menjadi dampak pada kasus ini.

Baca juga : Kerikil Tajam Dunia Pendidikan untuk Perempuan

Pemberian stigma bahwa perempua hanya cocok pada bidang tertentu memang harus secara berkelanjutan digalakkan. Menurut saya, sudahi sajalah argumentasi mengenai cita-cita anak perempuan yang tidak boleh menjadi seorang astronot ataupun anak laki-laki yang ingin menjadi seorang koki. Lagi pula kesetaraan gender juga termasuk dalam cita cita bangsa dalam menyejahterakan masyarakat.

Baca juga: Perempuan Memilih Biologi dan Farmasi, Laki-Laki Condong ke Fisika

Mitos mitos mengenai kesetaraan gender inilah yang memang sepatutnya untuk segera dibongkar atas nama kemanusiaan. Agar tidak ada lagi diskriminasi yang membuat kepala berat sebelah. Kesetaraan gender atau tuntutan menyetarakan derajat laki-laki dan perempuan dalam norma sosial masyarakat di kehidupan sehari-hari memang seharusnya wajib kita perjuangkan.

Malang, 5 Oktober 2018

Alfiyah Qurrotu A.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun