"Wah, makan sebanyak itu, kamu pasti kuat menyiram semua tanaman di rumah kaca. Jadi Ayah bisa tidur sebentar, biar ga pegal punggung Ayah ini," timpal Ayah bercanda.
    "Yaaa .... Kalau aku sendirian, ga asyik, deh ...." Rindu memajukan bibirnya, cemberut.
    "Haa ... haaa ...." Ayah tertawa lepas. "Kok, anak Ayah tambah cantik kalau ngambek begitu?" Ayah masih saja menggoda Rindu.
    "Sudah, Yah, jangan digangguin terus. Lihat mukanya jadi panjang begitu." Ibu tersenyum simpul.
    "Maaf, yaa ... Ayah hanya bergurau. Ayo, kita berangkat. Tanaman di sana juga kangen kamu. Hari ini kamu belum bernyanyi untuk bunga-bunga." Ayah menggandeng Rindu dan keduanya melangkah kembali ke rumah kaca.
    Rindu berdiri di pintu rumah kaca itu.
    Lima belas tahun lalu, itu adalah hari terakhir dia bersama Ayah dan merawat semua tanaman yang indah dan cantik dalam rumah kaca itu. Siapa yang tahu, tiba-tiba ayah mendapat kabar buruk tentang keluarganya yang jauh di kota lain, lalu dia mendapat serangan jantung dan dalam waktu relatif singkat harus meninggalkan ibu dan Rindu selamanya.
    Ibu yang tidak bisa meneruskan mengurus rumah kaca, menjualnya agar dia dan Rindu bisa bertahan hidup. Setidaknya, Rindu masih bisa sekolah sampai tamat sekolah menengah atas. Rindu tak akan lupa, air matanya berderai tanpa henti karena harus pindah dan tinggal jauh dari rumah kaca kesayangannya. Ibu pun tak sanggup menahan air matanya saat melangkahkan kaki, melepas semua kebahagiaan di rumah kaca bersama kekasih hatinya, Ayah Rindu.
    "Maafkan Ibu, Nak. Tanpa Ayah, Ibu tak bisa mengurus semua tanaman itu. Ibu harus mencari pekerjaan lain agar kita bisa tetap hidup. Jika kamu sudah besar nanti, kau bisa membuat kembali rumah kaca yang cantik, seperti yang Ayah punya." Dengan Rindu di pelukannya, Ibu menenangkan hati putrinya yang masih saja sesekali meneteskan air mata.
    Tapi, rumah kaca itu adalah bagian terindah dalam hidup Rindu. Dia bertekad akan kembali satu hari nanti, masuk dalam rumah kaca itu, tempat dia dan Ayah bermain, bercanda, dan bersenang-senang setiap hari. Dia akan menanam banyak tanaman dan bunga, menyiramnya, membiarkan kupu-kupu dan kumbang ikut bergembira tinggal di sana.
    "Selamat siang, Mbak. Sudah sampai? Mari silakan." Seorang wanita setengah baya menyambut Rindu. Wanita itu rupanya menunggu Rindu di dalam rumah kaca itu.