Saat Mangkunegara IV naik tahkta sebagai pemimpin Kadipaten Mangkunegaran, ia tak hanya mewarisi tampuk kepemimpinan sebelumnya, tetapi juga tumpukan utang pendahulunya kepada pemerintah kolonial Belanda.
Sebagai pemimpin, Mangkunegara IV bertekad melunasi utang tersebut. Ia memutar otak, mempelajari hukum agraria, mencari celah, dan menyusun strategi untuk memperoleh penghasilan guna menutup utang.Â
Ia pun memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak sewa tanah dengan para pengusaha Eropa. Tanah yang sebelumnya ia sewakan akan dikelola sendiri agar mendapat penghasilan yang lebih tinggi.
Tahun 1861, Mangkunegara IV mendirikan sebuah pabrik gula di desa Malangwijan yang dikenal dengan nama Pabrik Gula Colomadu. Meskipun pembangunannya sempat tersendat karena keterbatasan biaya, namun akhirnya pabrik gula ini selesai dibangun dan siap beroperasi.Â
Ditunjuklah seorang administratur yang bertugas mengelola PG. Colomadu. Dialah R. Kamp, sosok yang dipercaya sebagai administratur pertama PG. Colomadu.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946, status Kadipaten Mangkunegaran dihapus. Selanjutnya, PG. Colomadu dikelola oleh Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia.Â
Akan tetapi, langkah ini tidak mampu mengembalikan kejayaan PG. Colomadu di masa lalu. Sebaliknya, ia semakin sekarat dari waktu ke waktu seiring berkurangnya pasokan bahan baku karena petani mulai jarang menanam tebu.Â
Di sisi lain, pabrik juga tidak dikelola dengan manajemen yang baik. Sampai akhirnya, pada tahun 1998, perjalanan PG. Colomadu sebagai pabrik gula yang pernah berjaya harus berakhir mulai detik itu. Setelah 137 tahun beroperasi, kini cerobongnya yang menjulang tinggi tak lagi mengepulkan asap.
Nuansa Tempoe Doeloe di De Tjolomadu