Mohon tunggu...
Qurotul Ayun
Qurotul Ayun Mohon Tunggu... Editor - Editor dan Penulis Buku

Pekerja Teks Komersial sebagai penulis dan editor buku di sebuah penerbit mayor di Yogyakarta. IG dan Twitter @ayunqee

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

De Tjolomadoe, Dongeng Panjang dari Masa Lalu

26 Juli 2019   10:40 Diperbarui: 1 Agustus 2019   08:42 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto di sini juga cakep, loh (Dokumentasi pribadi)

Saat Mangkunegara IV naik tahkta sebagai pemimpin Kadipaten Mangkunegaran, ia tak hanya mewarisi tampuk kepemimpinan sebelumnya, tetapi juga tumpukan utang pendahulunya kepada pemerintah kolonial Belanda.

Sebagai pemimpin, Mangkunegara IV bertekad melunasi utang tersebut. Ia memutar otak, mempelajari hukum agraria, mencari celah, dan menyusun strategi untuk memperoleh penghasilan guna menutup utang. 

Ia pun memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak sewa tanah dengan para pengusaha Eropa. Tanah yang sebelumnya ia sewakan akan dikelola sendiri agar mendapat penghasilan yang lebih tinggi.

Tahun 1861, Mangkunegara IV mendirikan sebuah pabrik gula di desa Malangwijan yang dikenal dengan nama Pabrik Gula Colomadu. Meskipun pembangunannya sempat tersendat karena keterbatasan biaya, namun akhirnya pabrik gula ini selesai dibangun dan siap beroperasi. 

Ditunjuklah seorang administratur yang bertugas mengelola PG. Colomadu. Dialah R. Kamp, sosok yang dipercaya sebagai administratur pertama PG. Colomadu.

Potret lama PG. Colomadu (Dokumentasi pribadi)
Potret lama PG. Colomadu (Dokumentasi pribadi)
Sejak tahun 1863, cerobong PG. Colomadu mulai mengepulkan asap, tanda sedang berlangsungnya produksi gula. Bertahun-tahun PG. Colomadu beroperasi dengan wilayah pemasaran hingga Singapura, menjadi pabrik gula dengan kapasitas paling besar di Asia Tenggara. Keuntungan yang dihasilkan lebih dari cukup untuk melunasi utang serta membangun wilayah Kadipaten Mangkunegaran.

Cikar pengangkut tebu (dok. pri)
Cikar pengangkut tebu (dok. pri)
Setelah bertahun-tahun beroperasi dan mendulang keuntungan besar di masa kejayaannya, PG. Colomadu memasuki masa-masa sulit saat Jepang berkuasa pada tahun 1942. Pasalnya, demi kebutuhan perang, rakyat dipaksa menanam padi dan kapas, bukan tebu. 

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946, status Kadipaten Mangkunegaran dihapus. Selanjutnya, PG. Colomadu dikelola oleh Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia. 

Akan tetapi, langkah ini tidak mampu mengembalikan kejayaan PG. Colomadu di masa lalu. Sebaliknya, ia semakin sekarat dari waktu ke waktu seiring berkurangnya pasokan bahan baku karena petani mulai jarang menanam tebu. 

Di sisi lain, pabrik juga tidak dikelola dengan manajemen yang baik. Sampai akhirnya, pada tahun 1998, perjalanan PG. Colomadu sebagai pabrik gula yang pernah berjaya harus berakhir mulai detik itu. Setelah 137 tahun beroperasi, kini cerobongnya yang menjulang tinggi tak lagi mengepulkan asap.

Nuansa Tempoe Doeloe di De Tjolomadu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun