Mohon tunggu...
Komang Ayu Murniari Oktavia
Komang Ayu Murniari Oktavia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Karma Phala terhadap Proses Punarbhawa atau Reinkarnasi

17 Mei 2023   12:07 Diperbarui: 17 Mei 2023   12:24 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan, tentu sebagian umat manusia sudah tidak asing dengan istilah "reinkarnasi". Reinkarnasi diartikan sebagai kelahiran kembali atau kelahiran yang berulang-ulang. Reinkarnasi adalah suatu keyakinan dan kepercayaan, bahwa seseorang yang mengalami kematian akan mengalami kelahiran kembali di kehidupan yang lain. Mengalami kelahiran kembali (reinkarnasi) bukan hanya suatu takdir semata, melainkan disebabkan oleh karma atau buah perbuatan di masa lalu.

Dalam agama Hindu, istilah reinkarnasi tersebut dikenal sebagai "Punarbhawa" atau "Samsara" yang juga termasuk dalam kepercayaan dasar umat Hindu, yaitu Panca Sradha. Panca Sradha merupakan lima kepercayaan dasar umat Hindu yang terdiri dari, (1) percaya dan yakin dengan adanya Brahman (Tuhan); (2) percaya dan yakin dengan adanya Atman; (3) percaya dan yakin dengan adanya Karma Phala; (4) percaya dan yakin dengan adanya Punarbhawa; dan (5) percaya dan yakin dengan adanya Moksa.

Kata Punarbhawa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "Punar" dan "Bhawa". Punar yang artinya kembali atau lagi dan Bhawa yang artinya menjelma. Dengan demikian, Punarbhawa berarti kelahiran atau lahir kembali atau kelahiran yang berulang-ulang. Punarbhawa dalam ajaran Hindu dipengaruhi oleh Karma Wasana setiap makhluk hidup. Karma Wasana adalah bekas-bekas perbuatan seseorang di kehidupan sebelumnya yang dapat memengaruhi kualitas kehidupan manusia di masa selanjutnya. 

Bekas atau sisa-sisa perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan baik (subha karma) atau perbuatan buruk (asubha karma). Slokantara, 68 menyatakan "Karma Phala ngaraya phala ninggawe hala hayu" yang artinya Karma Phala adalah akibat phala (buah) dari baik buruk suatu perbuatan (karma). Hukum karma adalah hukum tentang sebab-akibat, sehingga hukum karma inilah yang berpengaruh terhadap baik buruknya setiap makhluk sekaligus menentukan apakah seseorang hidup bahagia atau menderita. Karma Phala berbanding lurus dan berjalan beriringan. 

Oleh karena itu, seseorang yang berbuat kebaikan (subha karma) pasti akan membuahkan dan menerima hasil yang baik. Sebaliknya, apabila seseorang berbuat buruk (asubha karma) hasil yang diterima juga tidak akan baik.

Karma Phala adalah hal yang mendasari proses Punarbhawa atau kehidupan seseorang di masa depan. Setiap orang yang melakukan keburukan, kejahatan, dan perilaku yang keji (asubha karma) akan menimbulkan dosa dan atma akan mengalami proses pengadilan di neraka, serta dalam Punarbhawa atau pada saat kelahiran kembali orang tersebut akan mengalami penderitaan, kedukaan, kesengsaraan, bahkan mengalami kelahiran kembali dengan tingkat yang lebih rendah. 

Sebaliknya, setiap orang yang melakukan perbuatan yang baik (subha karma) akan mengantarkan atma menuju surga dan jika mengalami kelahiran kembali akan menjadi insan yang bahagia dan diberikan kemudahan dalam perjalanan hidupnya.

Banyak manusia beranggapan bahwa Tuhan adalah penyebab utama segala seuatu itu terjadi, termasuk dalam pemberian takdir dan jalan hidup manusia. Memang benar Tuhan yang memberikan kehidupan pada manusia, namun Tuhan tidak pernah menjerumuskan manusia ke dalam takdir yang buruk. Pada akhirnya manusia lah yang menciptakan garis hidupnya sendiri. Tuhan telah menciptakan hukum alam yang secara otomatis akan merekam segala tindakan manusia semasa hidupnya dan memberikan hak dari hasil perbuatan semasa hidupnya. 

Sebagai manusia, kita sudah dibekali tiga kemampuan utama yang disebut Tri Pramana, yaitu Sabda, Bayu, dan Idep yang sudah seharusnya digunakan dengan baik untuk mencapai tujuan akhir manusia, yang dalam ajaran Hindu disebut Moksa. Namun, untuk mencapai Moksa bukanlah hal yang mudah. Manusia harus lahir berulang kali untuk memetik dan membayar hasil perbuatan atau karmanya.

Dalam ajaran Hindu, roh atau Atman yang hidup di dalam tubuh manusia disebut Jiwatman yang pada dasarnya Atman tersebut bersifat suci. Namun, ketika Atman sudah memasuki tubuh manusia maka Atman tersebut akan terikat oleh hal-hal dan kenikmatan duniawi yang menyebabkan Atman tersebut lupa akan jati dirinya dan hal itu pula yang menyebabkan jiwa itu berdosa. 

Usia atau lamanya kehidupan manusia di dunia sangatlah singkat, sehingga perlu waktu yang lama untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hal itulah yang menyebabkan manusia mengalami Punarbhawa atau kelahiran berkali-kali sebelum mencapai kemurniannya dan mencapai Moksa. Oleh karena itu, pada setiap kelahiran, manusia akan membawa kembali dosanya yang terdahulu dan mempertanggung jawabkannya di kehidupan yang sekarang.

Jika kalian pernah melihat seseorang yang selalu menebar kebaikan, tetapi malah mendapatkan kesialan dan kemalangan, atau jika kalian melihat orang yang sering berbuat jahat, tetapi hidupnya bahagia dan tenang, mungkin saja orang tersebut sedang mendapatkan hasil dari karma buruk atau karma baik yang ia lakukan di masa lalu. Tidak bisa dipungkiri bahwa Punarbhawa atau reinkarnasi atau kelahiran kembali yang berulang-ulang ini sangat erat kaitannya dengan hukum karma (Karma Phala). 

Karma Phala memiliki tiga jenis karma yang berhubungan dengan kehidupan, yaitu (1) Sancita Karma Phala, artinya hasil perbuatan di masa lalu dinikmati pada kehidupan sekarang; (2) Prarabdha Karma Phala, artinya perbuatan yang dilakukan di kehidupan saat ini hasilnya dinikmati saat ini juga; dan (3) Kriyamana Karma Phala, artinya hasil atau buah perbuatan yang belum diterima saat ini akan diterima pada kehidupan yang akan datang. 

Jadi, apabila ada orang yang menderita walaupun ia selalu berbuat kebaikan, kemungkinan karena orang tersebut sedang menerima Sancita Karma Phala atau karma di kehidupan sebelumnya. Sederhananya, karma tersebut pasti berjalan entah cepat atau lambat karena karma merupakan hukum alam yang pasti diterima manusia.

Hukum karma dan proses Punarbhawa tidak hanya berlaku untuk manusia saja, tetapi berlaku pula untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dalam teks Agastya Parwa, dijelaskan bahwa roh dalam proses evolusi sebelum menyatu dengan Brahman (Tuhan), harus melalui proses peningkatan kelahiran dari yang rendah menuju proses kelahiran yang lebih tinggi. 

Roh terendah akan terlahir menjadi tumbuh-tumbuhan atau tanaman, jika beruntung roh binatang tersebut di kehidupan selanjutnya akan menjadi manusia. Kemudian dari manusia, jika mampu melewati hukum karmanya dan sudah tidak terikat dengan hukum karma, maka roh tersebut akan mengalami Moksa.

Dalam konsep Punarbhawa, yang mengalami proses reinkarnasi bukanlah wujud fisik sebagaimana yang bisa kita lihat saat ini, tetapi jiwa atau roh yang mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil perbuatan atau karmanya terdahulu. Setelah meninggal, roh tersebut akan diadili terlebih dahulu sesuai karma yang diperbuat selama kehidupannya di bumi. Selama hidup di bumi, manusia pasti akan menanamkan pahala dan melakukan dosa, sangat jarang hanya melakukan salah satu saja. 

Oleh karena itu, roh tersebut akan diadili di dua tempat, yaitu surga dan neraka sesuai dengan besaran pahala atau dosa yang mereka buat. Dalam Garuda Purana, seorang pendosa akan dilahirkan kembali ke dunia untuk menikmati hasil perbuatannya. Jika seorang tersebut adalah pembunuh Brahmana, maka pendosa tersebut akan dilahirkan kembali menjadi seekor anjing. Jika orang tersebut adalah seorang pembohong, maka di kehidupan selanjutnya akan dilahirkan sebagai orang yang bisu.

Dikutip dari teks Tutur Lebur Gangsa, bahwa hasil perbuatan di masa lalu tidak hanya berpenngaruh pada perubahan fisik, tetapi juga akan berbekal penyakit atau cacat di kelahiran selanjutnya.

Yanya akeh kang salahnya, kakinonde Sang Hyang Yama manglebok, dangan kalawan habot kagantungan mala, apan ya jadma sami masurat. Bisukali manca, kilanden, tuli, pepengan, saroja, samangkana gendhaning wong sane salah kaluhurane nguni, karana mebekel lara tumitisnya, kringin bulakrik, ebuh, busung, doyog, kalimanca, lakeng banu, tuli, kepes, hudug basur, latek, cekel, kejer, mati wala, nujali, kapekih, kahangan, tanpa putra, bleh bangran, salah pati, edan, ika sami jadma gring tumuwuh, amakta mala, amakta dhandha dumadi.

Terjemahan:

Apabila kesalahannya banyak, diperintahkan oleh Sang Hyang Yama untuk menceburkannya ke neraka. Berat ataupun ringan dosanya, sama-sama diberikan hukuman sebab semua itu sudah tersurat. Bisu, tuli, dan uring-uringan, itulah hukuman yang diterima karena berbuat tidak susila. Hal itu pula yang menjadi penyebab kelahirannya berbekal derita bulai, korengan, berpenyakit busung, jalan tidak normal, beri-beri, tuli, krempeng, cebol, kejang-kejang, mati muda, jamuran, tidak mempunyai keturunan atau tidak bisa mempunyai anak, mati tidak wajar, dan gila. Semua itu adalah penyakit karena lahir membawa mala atau lahir karena membawa hukuman.

Adanya Karma Phala dan Punarbhawa ini dapat dijadikan sebagai pengingat bahwa setiap hal yang kita lakukan akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan perbuatan yang kita lakukan. Karma atas perbuatan tidak selalu kita dapatkan langsung ketika kita masih hidup dan ada kemungkinan akan kita tuai hasilnya di kehidupan selanjutnya. Hal ini menjadi pengingat bahwa pentingnya menjaga lisan dan tindakan kita sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran, karena apapun yang kita perbuat akan kita pertanggungjawabkan entah di kehidupan yang sekarang ini ataupun di kehidupan yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun