Mohon tunggu...
Komang Ayu Murniari Oktavia
Komang Ayu Murniari Oktavia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Karma Phala terhadap Proses Punarbhawa atau Reinkarnasi

17 Mei 2023   12:07 Diperbarui: 17 Mei 2023   12:24 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika kalian pernah melihat seseorang yang selalu menebar kebaikan, tetapi malah mendapatkan kesialan dan kemalangan, atau jika kalian melihat orang yang sering berbuat jahat, tetapi hidupnya bahagia dan tenang, mungkin saja orang tersebut sedang mendapatkan hasil dari karma buruk atau karma baik yang ia lakukan di masa lalu. Tidak bisa dipungkiri bahwa Punarbhawa atau reinkarnasi atau kelahiran kembali yang berulang-ulang ini sangat erat kaitannya dengan hukum karma (Karma Phala). 

Karma Phala memiliki tiga jenis karma yang berhubungan dengan kehidupan, yaitu (1) Sancita Karma Phala, artinya hasil perbuatan di masa lalu dinikmati pada kehidupan sekarang; (2) Prarabdha Karma Phala, artinya perbuatan yang dilakukan di kehidupan saat ini hasilnya dinikmati saat ini juga; dan (3) Kriyamana Karma Phala, artinya hasil atau buah perbuatan yang belum diterima saat ini akan diterima pada kehidupan yang akan datang. 

Jadi, apabila ada orang yang menderita walaupun ia selalu berbuat kebaikan, kemungkinan karena orang tersebut sedang menerima Sancita Karma Phala atau karma di kehidupan sebelumnya. Sederhananya, karma tersebut pasti berjalan entah cepat atau lambat karena karma merupakan hukum alam yang pasti diterima manusia.

Hukum karma dan proses Punarbhawa tidak hanya berlaku untuk manusia saja, tetapi berlaku pula untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dalam teks Agastya Parwa, dijelaskan bahwa roh dalam proses evolusi sebelum menyatu dengan Brahman (Tuhan), harus melalui proses peningkatan kelahiran dari yang rendah menuju proses kelahiran yang lebih tinggi. 

Roh terendah akan terlahir menjadi tumbuh-tumbuhan atau tanaman, jika beruntung roh binatang tersebut di kehidupan selanjutnya akan menjadi manusia. Kemudian dari manusia, jika mampu melewati hukum karmanya dan sudah tidak terikat dengan hukum karma, maka roh tersebut akan mengalami Moksa.

Dalam konsep Punarbhawa, yang mengalami proses reinkarnasi bukanlah wujud fisik sebagaimana yang bisa kita lihat saat ini, tetapi jiwa atau roh yang mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil perbuatan atau karmanya terdahulu. Setelah meninggal, roh tersebut akan diadili terlebih dahulu sesuai karma yang diperbuat selama kehidupannya di bumi. Selama hidup di bumi, manusia pasti akan menanamkan pahala dan melakukan dosa, sangat jarang hanya melakukan salah satu saja. 

Oleh karena itu, roh tersebut akan diadili di dua tempat, yaitu surga dan neraka sesuai dengan besaran pahala atau dosa yang mereka buat. Dalam Garuda Purana, seorang pendosa akan dilahirkan kembali ke dunia untuk menikmati hasil perbuatannya. Jika seorang tersebut adalah pembunuh Brahmana, maka pendosa tersebut akan dilahirkan kembali menjadi seekor anjing. Jika orang tersebut adalah seorang pembohong, maka di kehidupan selanjutnya akan dilahirkan sebagai orang yang bisu.

Dikutip dari teks Tutur Lebur Gangsa, bahwa hasil perbuatan di masa lalu tidak hanya berpenngaruh pada perubahan fisik, tetapi juga akan berbekal penyakit atau cacat di kelahiran selanjutnya.

Yanya akeh kang salahnya, kakinonde Sang Hyang Yama manglebok, dangan kalawan habot kagantungan mala, apan ya jadma sami masurat. Bisukali manca, kilanden, tuli, pepengan, saroja, samangkana gendhaning wong sane salah kaluhurane nguni, karana mebekel lara tumitisnya, kringin bulakrik, ebuh, busung, doyog, kalimanca, lakeng banu, tuli, kepes, hudug basur, latek, cekel, kejer, mati wala, nujali, kapekih, kahangan, tanpa putra, bleh bangran, salah pati, edan, ika sami jadma gring tumuwuh, amakta mala, amakta dhandha dumadi.

Terjemahan:

Apabila kesalahannya banyak, diperintahkan oleh Sang Hyang Yama untuk menceburkannya ke neraka. Berat ataupun ringan dosanya, sama-sama diberikan hukuman sebab semua itu sudah tersurat. Bisu, tuli, dan uring-uringan, itulah hukuman yang diterima karena berbuat tidak susila. Hal itu pula yang menjadi penyebab kelahirannya berbekal derita bulai, korengan, berpenyakit busung, jalan tidak normal, beri-beri, tuli, krempeng, cebol, kejang-kejang, mati muda, jamuran, tidak mempunyai keturunan atau tidak bisa mempunyai anak, mati tidak wajar, dan gila. Semua itu adalah penyakit karena lahir membawa mala atau lahir karena membawa hukuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun