Mohon tunggu...
Putu Ayu Kiranadewi
Putu Ayu Kiranadewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran

Mahasiswa Kedokteran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banten dalam Perspektif Hindu di Era Modern

22 Desember 2021   15:08 Diperbarui: 22 Desember 2021   15:17 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Hindu erat kaitannya dengan beragam tradisi seperi berbagai upacara yang dilaksanakan untuk menyambut hari raya maupun tradisi yang dilakukan seperti keseharian. Di Bali, suatu upacara keagamaan dapat digolongkan menjadi lima golongan situasi yang digolongkan berdasarkan untuk siapa upacara tersebut dituju yang disebut dengan panca yadnya. Panca Yadnya merupakan lima korban suci yang tulus ikhlas yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Bagian-bagian dari panca yadnya yaitu rsi yadnya, dewa yadnya, pitra yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya. Kelima bentuk yadnya tersebut tentunya memiliki banten dan bentuk upacara yang berbeda-beda. Yadnya dilakukan dalam bentuk tulus ikhlas tanpa pamrih dengan beberapa syarat yaitu tidak boleh dalam keadaan terpaksa, berdasarkan cinta kasih, dan berdasarkan kemampuan ekonomi yang kita miliki. Artinya, tidak ada paksaan bagaimana seharusnya seseorang melakukan yadnya karena sebenarnya yadnya ada bukan untuk menjadi beban pikiran masyarakat hindu, melainkan sebagai bentuk terima kasih  dan pemujaan kita kepada Sang Hyang Widhi.

Pada era modern, tentunya dibantu dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin maju, perwujudan panca yadnya dalam masyrakat juga masih melekat. Yadnya tetap dilakukan di lingkungan masing-masing dengan aturan pelaksanaan yadnya yang sesuai. Perubahan-perubahan kecil yang mendasar pada era modern ini adalah mengenai banten yang semakin hari semakin berkurang. Walaupun tidak semua masyrakat hindu mengurangi penggunaan banten, tetapi Sebagian juga ada yang memilih untuk meminimalisir penggunaan banten dalam pelaksanaan yadnya. Terkadang, di suatu tradisi tertentu, banten yang digunakan juga berubah dalam artian ada banten yang ditambah, diganti, maupun dikurangi.

Banten terdiri dari Tiga Unsur yaitu :

  1. Mataya adalah Bahan Banten yang berasal dari yang Tumbuh atau Tumbuh -- tumbuhan seperti Daun, Bunga dan Buah
  2. Maharya adalah Bahan Banten yang Berasal dari yang lahir di wakili oleh Binatang seperti Babi, Kambing, Kerbau, Sapid an lain Lain.
  3. Mantiga adalah Bahan Banten yang berasal dari binatang yang lahir dari Telur itu sendiri, seperti Ayam, Itik, Angsa, Telur Ayam, Telur Itik dan Telur Angsa.

Untuk menilik lebih lanjut mengenai banten, misalnya Pada Rsi Yadnya terdapat upacara mediksa yaitu proses inisiasi untuk dapat menerima sinar suci ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk melenyapkan kegelapan atau kebodohan dalam pikiran agar mampu mencapai kesempurnaan. Pada upacara ini, tentunya banten yang digunakan akan berbeda dengan banten pada upacara panca yadnya lainnya.

Pada Dewa Yadnya, contohnya adalah melakukan persembahyangan sehari-hari, persembahyangan tilem & purnama, dan melaksanakan galungan & kuningan. Pada Upacara Dewa yadnya, setiap upacaranya akan memiliki banten yang berbeda-beda. Misalnya adalah pada persembahyangan sehari-hari, maka banten yang kita gunakan adalah canang berisi saiban, lalu jajan banten.

dok.pri
dok.pri

Pada hari purnama & tilem, banten akan lebih kompleks yaitu saiban di area bawah akan diganti menjadi canang dan segehan. Pada hari raya galungan dan kuningan, banten yang digunakan akan jauh lebih kompleks lagi. Tergantung kepercayaan masyarakat yang menjalani upacara tersebut, maka banten juga akan berbeda tetapi memiliki makna yang sama.

Pada pitra yadnya, misalnya adalah pada upacara kematian. Prosesi dan banten akan lebih banyak mengingat prosesnya yang cukup lama. Prosesnya terdiri dari ngulapin, mamukur, ngaben (palebon). Terkadang, upacara ngaben akan menelan biaya yang begitu banyak sehingga lebih banyak keluarga yang mengikuti prosesi ngaben masal untuk menghemat biaya. Bantennya akan jauh lebih kompleks dan cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu.

sumber: culturamix.com
sumber: culturamix.com

​

sumber: quizizz.com
sumber: quizizz.com

Pada manusa yadnya, misalnya adalah pada saat mepandes (potong gigi) dan pawiwahan (menikah). Keduanya memiliki anggaran biaya yang cukup besar karena banyak banten yang digunakan. Pada bhuta yadnya, contohnya adalah mecaru. Segala bentuk upacara memerlukan banten sebagai sarana pemujaan.

Pada era modern ini, banten tetap memiliki bentuk dan jenis yang bermacam dengan makna yang berbeda pula. Tidak hanya memiliki arti simbolik yang tinggi, makna atau filosofis dari banten juga tinggi. Banten memiliki unsur seni yang tinggi yang berpotensi menjadi daya tarik untuk wisatawan. Banten juga dapat menjadi ajang untuk meningkatkan persaudaraan dan solidaritas karena tidak jarang banten dibuat bersama-sama ketika ada suatu upacara. Banten sebagai bagian dari tradisi Hindu harus tetap dijaga kelestariannya walaupun zaman akan berubah dan waktu terus berjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun