Proses rekruitmen dan seleksi calon karyawan merupakan salah satu tahap penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di suatu organisasi atau perusahaan.Â
Konsep the right man in the right place at the right time menjadi acuan bagi para rekruiter dalam mencari calon karyawan untuk dapat menduduki suatu jabatan di perusahaan.Â
Proses seleksi dilakukan mulai dari seleksi administrasi, psikotes, wawancara dengan HRD sampai dengan wawancara dengan user.Â
Tidak sedikit dari rekruiter yang memilih untuk tidak meloloskan kandidat karena yang bersangkutan termasuk overqualified.
Erdogan, dkk (2018) menyebutkan bahwa overqualified terjadi ketika seseorang memiliki pendidikan, pengalaman, pengetahuan, keterampilan atau kemampuan yang lebih tinggi dari kualifikasi yang disyaratkan dalam suatu jabatan.Â
Karyawan yang overqualified dalam suatu jabatan seharusnya mampu berpikir dengan lebih baik, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat, bahkan seharusnya dapat menstimulasi seseorang untuk berinovasi.Â
Namun demikian, dalam penelitian yang dilakukan oleh He, Dai, dan Sang (2023) dari Pingdingshan University, China menemukan bahwa karyawan yang overqualified justru tidak menunjukkan perilaku inovatif. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam teori deprivasi negatif di mana individu merasa adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.Â
Karyawan yang overqualified memiliki harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang mereka miliki, namun kenyataannya mereka merasa mendapatkan tugas pekerjaan yang cukup mudah untuk diselesaikan.
Di sisi lain, Yuan, dkk (2023) tim peneliti dari Hunan University, China menyebutkan bahwa tim kerja yang memiliki anggota tim yang overqualified secara aktif mencari informasi dari lingkungan eksternal untuk mengembangkan rencana kerja strategis, dengan catatan tim tersebut dipimpin oleh seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional di mana pemimpin memiliki karisma, mampu memberi inspirasi, memberi contoh baik kepada bawahannya, serta memiliki visi dan tujuan yang jelas.
Lalu, apakah sebaiknya calon karyawan overqualified sebaiknya dihindari?Â
Menurut pengalaman saya pribadi, saya biasanya memberi kesempatan kepada calon pelamar yang overqualified tersebut untuk mengikuti seleksi. Apalagi tempat saya bekerja waktu itu berada di D.I. Yogyakarta, di mana Upah Minimum Provinsi (UMP) di sini tergolong rendah bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia.Â
Saya biasanya tertarik untuk mengetahui apa motivasi mereka untuk melamar kerja di perusahaan tempat saya bekerja. Untuk pelamar yang sudah memiliki pengalaman di luar Yogyakarta, biasanya salah satu motivasi mereka ingin bekerja di Yogyakarta karena ingin lebih dekat dengan keluarga mereka.Â
Meskipun biasanya mereka sudah paham bahwa gaji yang akan diterima pasti lebih kecil dibandingkan dengan perusahaannya dulu, namun tetap saja kita perlu menanyakan beberapa hal ini:
- Apa saja tugas dan tanggung jawab yang pernah ia kerjakan di pekerjaan sebelumnya?
- Apakah ada bayangan perkiraan tugas dan tanggung jawab seperti apa yang akan ia kerjakan di posisi yang ia lamar saat ini? Jika ada, kira-kira apa saja tugas dan tanggung jawab tersebut?
- Dengan pengalaman kerja yang ia miliki, kira-kira kontribusi apa yang bisa ia berikan pada pekerjaannya nanti?
- Pengembangan diri seperti apa yang ia harapkan jika nanti diterima di perusahaan ini?
- Berapa ekspektasi gaji yang akan didapatkan?
Selain menanyakan hal-hal di atas, kita sebagai HRD/rekruiter juga perlu menyampaikan beberapa hal pada saat seleksi wawancara agar kandidat memiliki ekspektasi yang sesuai dengan apa yang nantinya bisa perusahaan berikan apabila kandidat yang overqualified ini yang akan diterima. Hal-hal yang perlu kita sampaikan tersebut adalah:
- Gambaran tugas dan tanggung jawab yang nantinya akan dikerjakan olehnya.
- Perkiraan gaji yang akan didapat.
- Gambaran budaya perusahaan.
- Kesempatan pengembangan diri yang mungkin bisa didapatkan.
Tahap terakhir, sebelum kita sebagai HRD/rekruiter memberi rekomendasi kepada user, pastikan user merupakan seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional.Â
Dengan gaya kepemimpinan tersebut, kandidat yang overqualified ini akan merasa diberi kesempatan untuk menyampaikan dan menerapkan ide-idenya, diberi umpan balik atas kinerjanya, dan tentunya mendapatkan mentor yang dihormati karena dapat memberikan inspirasi serta memiliki tujuan yang jelas mengenai tim mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H