Mohon tunggu...
Ayudya Chaerani
Ayudya Chaerani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Welcome! 🎉

Mahasiswi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Pendidikan Formal dan Adaptasi Pendidikan di Era New Normal Menurut Emile Durkheim

23 Mei 2022   09:54 Diperbarui: 22 Desember 2022   14:57 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurtu Thomas Lickona menekankan dalam pendidikan karakter harus memiliki tiga komponen karakter yang baik yang disepakati secara global, yaitu: (1) Memiliki pengetahuan tentang moral dan etika dalam bermasyarakat; (2) Memiliki perasaan yang sesuai dengan moral; (3) Melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan nilai- nilai moral. Ketiga karakter ini berlaku secara global di seluruh dunia secara fitrah manusia. Untuk mencapai ketiga karakter ini diperlukan tiga tempat pendidikan yang bekerja secara bersamaan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat.

Keberhasilan pendidikan karakter mengisyaratkan bahwa pembelajaran tidak serta merta dilihat dari perspektif ranah kognitif saja melainkan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang muaranya adalah mewujudkan manusia seutuhnya. Kondisi pandemi Covid-19 saat ini menjadi tantangan bagi dunia Pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan formal dalam upaya penguatan pendidikan karakter bangsa. Pembelajaran dominan tidak dilakukan dengan tatap muka, sehingga menjadi tantangan guru dalam proses pendidikan karakter tersebut. Disisi lain akan memberikan kesempatan bagi peserta didik dalam mempraktekan nilai-nilai karakter di masyarakat dalam upaya keikutsertaan pencegahan dan penanggulangan Covid-19.

Adaptasi Pendidikan di Era New Normal

Pendidikan di era new normal akan membawa banyak perubahan, terutama pada proses integrasi teknologi digital dalam proses belajar mengajar. Sebenarnya teknologi digital sudah cukup digunakan dalam dunia pendidikan sebelum pandemi COVID-19 terjadi, namun penggunaannya tidak semasif hari ini. Berbeda dengan BINUS Online Learning yang sudah menggunakan teknologi digital untuk proses perkuliahannya.

Jika dahulu teknologi digital di bidang pendidikan hanya digunakan sebagai alat pendukung, saat ini teknologi digital digunakan sebagai instrumen yang utama. Pentingnya integrasi teknologi digital dan manfaatnya pada aktivitas pendidikan kini dapat terlihat dari bagaimana fitur-fiturnya menjawab kebutuhan di sektor pendidikan saat ini. Apalagi di era new normal seperti ini, baik pengajar maupun mahasiswa-mahasiswi bergantung pada perangkat teknologi digital agar dapat tetap terhubung.

Cepat atau lambat, setiap daerah di Indonesia akan mulai mengadaptasi teknologi digital dalam aktivitas pendidikan mereka. Oleh sebab itu, tuntutan untuk jadi lebih fasih dengan teknologi akan semakin besar.

Baik pengajar maupun pelajar harus berpacu untuk segera beradaptasi dengan fitur-fitur teknologi digital yang terus menerus diperbarui. Hal ini memang tidak sulit dilakukan bagi yang sudah terbiasa dengan teknologi, tetapi lain halnya untuk mereka yang baru bersentuhan dengan teknologi. Mereka membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk paham fungsi dan cara menggunaka teknologi digital dengan baik demi proses belajar-mengajar berjalan dengan lancar.

Terbuka dengan teknologi digital juga memberikan kesempatan untuk belajar lebih banyak dan juga menemukan hal-hal baru, seperti mengakses sumber informasi non-formal yang berasal dari podcast atau video dokumenter. Dari sini mahasiswa dapat menemukan perspektif atau gagasan baru yang jarang ditemukan di buku-buku yang ilmiah. Mengikuti perkembangan teknologi digital juga membuat Anda menjadi lebih adaptif di era yang terus berubah ini. 

Komunikasi di era new normal akan lebih banyak menggunakan medium perantara, baik itu berupa panggilan telepon atau video conference, karena interaksi langsung jelas masih dibatasi. Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada inovasi lanjutan untuk memungkinkan ruang-ruang komunikasi yang terbatas ini jadi terasa lebih riil.

Berkomunikasi via medium teknologi digital jelas berbeda saat berkomunikasi di ruang obrolan riil. Itu sebabnya, kebiasaan ini secara tidak langsung akan mengasah keterampilan berkomunikasi. Saat berkomunikasi langsung secara tatap muka terdapat banyak aspek non-verbal yang dapat mendukung Anda untuk memahami konteks percakapan itu sendiri, mulai dari ekspresi wajah, gesture tubuh, dan kondisi lingkungan sekitar.

Sementara saat berkomunikasi dengan medium tertentu, aspek-aspek non-verbal ini cenderung terbatas dan dapat berpotensi pada kesalahpahaman. Dengan teks, Anda tidak dapat memastikan tone dari pernyataan di dalam pesan. Dalam panggilan telepon, Anda tidak dapat menelaah ekspresi wajah. Lalu dalam video call, Anda hanya mendapat visual tetapi tidak benar-benar mengetahui situasi di sana. Itu sebabnya mereka yang berkomunikasi dengan medium teknologi cenderung harus mengasah keterampilan komunikasi karena memiliki banyak keterbatasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun