Mohon tunggu...
Ayub Wahyudin
Ayub Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Bukan Anak dari Trah Ningrat, Maka Menulis untuk menjadikan Hidup Lebih Bermartabat!!

Penulis Buku Bajik Bijak Kaum Sufi, Pemuda Negarawan, HARMONI LINTAS MAZHAB: Menjawab Problem Covid-19 dalam Ragam Perspektif. Beberapa tulisan opini terbit di Kompas.id, Koran Tempo, Detik.com, Republika.id, serta beberapa tulisan di jurnal Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beasiswa Untuk Siapa?

17 Agustus 2023   14:20 Diperbarui: 17 Agustus 2023   15:35 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, fakir miskin (miskin akut) dan miskin adalah dua hal yang berbeda, BPS berpedoman pada 14 kriteria miskin. Masyarakat bisa dikatakan miskin jika memenuhi 9 kriteria miskin mulai dari luas lantai bangunan, fasilitas tak memadai/ tidak memiliki, sumber air dari sumur, tanpa listrik, tak sanggup membayar kesehatan dan lain sebagainya. 

Fakta tersebut jika di konfrontir pada pernyataan “semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar biaya yang perlu dikeluarkan”.  Acuannya kriteria kemiskinan versi BPS, tak semua yang masuk kategori menengah ke atas memiliki biaya untuk studi S2 dan S3. Karena persoalannya bukan pada kategori miskin, tetapi biaya pendidikan yang terlalu mahal bahkan untuk kelas menengah sekalipun. Mengutip pernyataan Frans Seda bahwa “Orang boleh tidak kuliah di Atma Jaya karena tidak mampu secara intelektual, tapi orang tidak boleh tidak kuliah di Atma Jaya karena tidak mampu secara finansial!” menjadi titik tolak karut-marutnya distribusi beasiswa tepat sasaran. 

Maka, secara tegas bahwa Pendidikan hanya bagi mereka yang mampu secara intelektual. Inipun masih menyisakan tanda tanya yang besar. Bagaimanakah dengan orang yang disebut dengan tidak mampu secara intelektual, apakah dia orang bodoh?, atau keterbelakangan dalam mencerna pengetahuan, atau seperti apa?. Karena orang yang bodohpun berhak untuk memperoleh keberhasilan utamanya melalui pengetahuan. Banyak Perusahaan yang mengedepankan kecerdasan karakter atau budi pekerti. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat saja tidak kekurangan dengan orang pintar, tapi hanya sedikit anggota Dewan yang memiliki Akhlak baik.

Bertrand Russell mengatakan “Hidup yang baik adalah hidup yang diinspirasi oleh cinta dan dipandu oleh ilmu pengetahuan.” Pengetahuan menempati posisi yang penting dalam upaya memberangus kebodohan. Negara memiliki tujuan dan sebuah cita-cita besar untuk pemenuhan asupan pegetahuan yang memadai. Begitupula dengan Negara kita, pada alinea keempat Undang Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Maka dalam Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tak ada tebang pilih. Dari kalangan manapun yang paling penting dia punya spirit masuk dalam kategori “mencerdaskan kehidupan Bangsa,” setujukah?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun