1. Suatu hari, sehabis hujan, Yesus keluar dari rumah dimana ibunya berada dan bermain di tanah di mana air mengalir turun.  Dan setelah membuat kolam, air mengalir turun dan kolam-kolam itu penuh dengan air. Kemudian dia berkata, "Aku berharap agar  air ini menjadi air murni dan bermanfaat". Dan seketika itu juga hal itu terjadi.
2 Kemudian datanglah anak Hanas, ahli Taurat itu, dan dengan mengambil sebatang  kayu dedalu, ia merusak kolam-kolam itu dengan kayu itu, dan airnya pun mengalir keluar. Lalu Yesus berpaling dan berkata kepadanya,  "Hai orang fasik dan durhaka! Apa kesalahn kolam-kolam itu terhadapmu? Dan  mengapa kamu mengosongkannya? Engkau tidak boleh lagi menempuh jalanmu, kamu akan kering seperti kayu yang kamu pegang."
3 Lalu ketika berjalan sedikit lagi,ia  jatuh ke tanah dan menghembuskan nafas terakhirnya.  Anak-anak yang sedang bermain dengannya melihat dan terkejut kemudian pergi untuk memberitahukan kepada ayah anak itu tentang anak yang telah meninggal. Ayah anak itu  berlari mendapatkannya dan menemukan anak itu sudah mati. Lalu pergilah ia untuk mengajukan tuntutan kepada Yusuf (Cerita pertama dari The Infancy  Gospel of Thomas -terjemahkan oleh penulis )Â
Tulisan diatas (menggambarkan Yesus kecil yang cenderung tempramen dan suka mengutuk) merupakan cuplikan dari 3 ayat pertama dari "The Infancy Gospel of Thomas" yang beberapa waktu lalu sempat dikutip oleh seorang youtuber mualaf bernama Dondy Tan. Ia dengan bersemangat menjelaskan bahwa kisah masa kecil Yesus yang seolah "hilang" dalam Injil sebetulnya ada, namun bapa-bapa Gereja tidak memasukan Injil yang dimaksud dalam kanonisasi Alkitab (https://youtu.be/4j1iagdVpHg). Benarkah demikian? Apa alasannya?
Terry Wilder, Profesor Perjanjian Baru dan Bahasa Yunani merangkap Direktur Program Magister Divinitas dari Universitas Campbellsville berpendapat ada tiga kriteria utama yang digunakan oleh gereja mula-mula dalam menerima kitab-kitab yang diilhami oleh Allah dan dengan demikian bersifat kanonik: Berasal dari Para Rasul, pengakuan dari gereja-gereja, dan isi kitab-kitab yang bersifat rasuli.
- Berasal dari para Rasul atau mendapat persetujuan Para Rasul
Tuhan memilih para murid  yang Ia sebut rasul-rasul untuk menjadi pembawa otoritas Injil setelah kenaikan-Nya ke surga. Roh Kudus mengilhami (memberi inspirasi) kepada mereka dan juga karunia-karunia yang memampukan mereka  menulis Alkitab yang sempurna dan mengandung doktrin yang sehat serta membangun iman kepada Yesus Kristus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16). Oleh karena itu, kitab-kitab kanonik harus bisa ditelusuri asal muasalnya kepada para rasul tersebut. Jemaat mula-mula  dapat bertanya, "Apakah tulisan ini karya salah satu rasul? Jika bukan, apakah para Rasul memberikan persetujuan terhadap tulisan-tulisan tersebut?"
Sebagian besar kitab dalam Perjanjian Baru ditulis oleh para rasul Yesus. Â Sebagai contoh, Yohanes dan Matius adalah rasul yang menulis kitab-kitab mereka. Selain itu, Paulus menulis sekitar setengah dari seluruh kitab. Lukas, penulis dua kitab dalam Perjanjian Baru, bukanlah seorang rasul, tetapi dia dikenal dalam gereja awal sebagai murid, penasihat, teman seperjalanan, dan tabib Paulus. Mereka percaya bahwa Lukas menulis di bawah pengawasan dan persetujuan Paulus. Demikian juga, Markus, penulis salah satu Injil, bukanlah seorang rasul, tetapi gereja awal secara umum mengakui Petrus sebagai sumber sejarah Markus. Dengan demikian, karya-karya ini memenuhi standar kerasulan.
- Pengakuan gereja-gereja
Prinsip ini pada dasarnya adalah mengevaluasi pandangan gereja mula-mula  terhadap suatu kitab/tulisan. Jika gereja-gereja terkemuka seperti di Efesus, Yerusalem, Antiokhia, Laodikia dan Roma mengakui suatu kitab sebagai otoritatif, maka kemungkinan besar keseluruhan gereja akan mempertimbangkan secara serius untuk menyertakan kitab tersebut dalam Alkitab. Itulah sebabnya Paulus meminta agar surat-suratnya dibacakan kepada jemaat lain. "Sampaikan salam kami kepada saudara-saudara di Laodikia;  juga kepada Nimfa dan jemaat yang ada di rumahnya.  Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara kamu, usahakanlah, supaya dibacakan  juga di jemaat Laodikia dan supaya surat yang untuk Laodikia dibacakan juga kepadamu (Kolose 4:15-16TB)
- Isi kitab yang bersifat Rasuli
Seluruh kitab yang ditulis harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan doktrin para Rasul baik yang tertulis maupun yang diajarkan secara lisan. Karena seluruh pengajaran para Rasul bersumber langsung dari pengajaran tuhan Yesus sendiri, maka segala tulisan yang bertentangan dengan prinsip rasuli tidak dapat diterima sebagai kitab yang masuk kanon.
Melihat 3 prinsip di atas, tentu orang percaya dapat secara tegas melihat mengapa kitab "The Infancy Gospel of Thomas" tidak dapat masuk ke dalam kanon Alkitab. Karena dari ketiga prinsip tersebut tidak ada satupun yang memenuhi syarat.
 Kitab ini ditulis jauh setelah periode rasul-rasul, banyak yang berpendapat bahwa kitab ini ditulis dalam bahasa Yunani pada abad ke-2 Masehi di bagian timur Kekaisaran Romawi. Seluruh Injil dan surat-surat Rasul Paulus di tulis paling terakhir sekitar tahun 66-67 M. Rasul Yohanes menulis kitab Wahyu sekitar tahun 95M. Kitab-kitab serta tulisan para Rasul juga saling berkorelasi dan mendapatkan pengakuan diantara para Rasul dan umat yang hidup pada masa itu. Sedangkan kalau kita melihat isi tiga ayat pertama dari tulisan kitab The Infancy Gospel of Thomas di atas, pembaca Alkitab yang serius pasti akan merasakan adanya keanehan dalam segi penulisan dan penyampaian karakter Yesus Kristus.
Tulisan ini memang seperti sengaja dibuat untuk mengisi kekosongan yang ada pada 4 Injil mengenai kehidupan Yesus sampai usia 12 tahun. Karena hanya Injil Lukas yang menuliskan sedikit kisah ketika Yesus berusia 12 tahun dalam kisah perjalanan Yesus, Maria dan Yusuf ke Yerusalem. Teks "The Infancy Gospel of Thomas" tersebut secara khusus berfokus pada kehidupan Yesus saat masih anak-anak. Injil ini menggambarkan Yesus sebagai individu yang memiliki kekuatan istimewa, tetapi tetap memiliki pemikiran seorang anak kecil - kadang-kadang menggunakan kekuatan itu dengan kurang bijaksana. Sikap ini seringkali menimbulkan kekesalan pada orang-orang lain yang terlibat dalam serangkaian kisah-kisah menarik namun cenderung aneh.
Namun, hal ini juga mengecewakan para pemimpin gereja yang sulit menerima gagasan bahwa Yesus dapat berperilaku tidak konsisten atau berbuat jahat. Meskipun Injil mengakhiri kisah dengan gambaran kedewasaan dan pertumbuhan Yesus dalam kebijaksanaan, peristiwa-peristiwa sebelumnya sering menjadi dasar mengapa Injil tersebut dipertanyakan kebenarannya.
Dalam Alkitab, Yesus Kristus adalah korban tebusan. Untuk dapat menjadi korban tebusan atas dosa-dosa manusia, Yesus Kristus haruslah kudus, benar dan tak bercacat cela. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa  karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (1 Korintus 5:21). Yesus tidak mengenal dosa baik ketika Ia lahir sebagai bayi kecil dalam pelukan Maria, sebagai anak-anak, remaja bahkan sampai dewasa dan mengalami kematian serta kebangkitan-Nya, Ia tidak pernah sekalipun berbuat dosa. Seluruh Injil dan tulisan para rasul mengkonfirmasi fakta tersebut.Â
Dengan demikian apa yang digambarkan kitab "the infancy Gospel of Thomas" dengan pasti dapat dikatakan sesat dan tidak pantas menjadi rujukan masa kecil Yesus Kristus.
Sebagai sebuah teks yang ditujukan untuk semua orang di dunia Yunani-Romawi, Injil Tomas ini  bertujuan untuk melegitimasi Yesus sebagai tokoh yang berwibawa pada abad kedua, ketika berbagai agama dan dewa-dewi disembah dan dipromosikan. Untuk menetapkan Yesus sebagai sosok yang berwibawa di antara semua makhluk ilahi lainnya, the infancy Gospel of Thomas" berusaha untuk memvalidasi karakter dan pesan Yesus dengan memberikan wawasan tentang masa kecilnya, yang menunjukkan bahwa Yesus telah mempertahankan watak dan misi yang konsisten sejak masa mudanya.  (https://blog.richmond.edu/intronewtestament/jesus-was-the-ideal-child-right-noelle-beswick).
Tidak mengherankan para penulis Kristen mula-mula menganggap Injil ini sebagai tidak otentik dan sesat. Eusebius, bapa sejarah Gereja,menolaknya bahkan menyebutnya sebagai "fiksi" yang sesat dalam buku ketiga Sejarah Gereja abad keempat, dan Paus Gelasius I memasukkannya ke dalam daftar buku-buku sesat pada abad kelima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HLalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. (Injil Matius 16:24-27)