Mohon tunggu...
Ayub Simanjuntak
Ayub Simanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - The Truth Will Set You Free

Capturing Moments With Words

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kidung Jemaat Masih Relevankah?

14 Februari 2024   09:19 Diperbarui: 14 Februari 2024   09:22 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Todd wagner via Facebook

Sejak diterbitkan pertama kali tahun 1984, buku ini sudah tercetak puluhan juta eksemplar. Gereja Protestan di Indonesia memakainya untuk berbagai liturgi dan ibadah mingguan.

Jika kita bertanya  buku apakah yang merupakan kumpulan lagu-lagu rohani berisi 478 lagu rohani dengan bantuan not angka? Ya, Anda benar. Jawabannya adalah Kidung Jemaat.

Buku lagu Kidung Jemaat terbitan Yayasan Musik Gereja atau Yamuger menjadi salah satu buku fenomenal yang pernah ada di negeri ini.  Yamuger sebagai inisiator berdiri pada tanggal 11 Februari 1967 oleh Johannes Ludwig John Chrysostom Abineno, Epaphroditus Laurentius Pohan, Dr. Alfred Simanjuntak, Lauw Kian Joe (J. L. Aulia), Kiem Tan Swan (Tanutama), Pieter Domingus Soplanit, dan Yap Heng Ghie (Ruben Budhisetiawan). Yamuger dikenal sebagai pelopor dalam upaya mengadaptasi musik gereja di lingkungan gereja Protestan.

Yamuger terbentuk ketika sekelompok musisi, penggubah lagu, teolog, dan pemerhati musik gerejawi berkumpul di Jakarta dan membahas tentang pentingnya menciptakan sebuah buku nyanyian jemaat yang sesuai dengan konteks dan bersifat lintas denominasi. Salah satu pendiri Yamuger, Dr. Alfred Simanjuntak, terkenal sebagai pengarang lagu nasional seperti "Bangun Pemudi Pemuda", dan terus aktif dalam menciptakan lagu-lagu yang dimuat dalam buku-buku nyanyian jemaat.

Lalu apa urgensi sebuah Yayasan perlu menerbitkan kumpulan lagu-lagu rohani? Apakah sebelumnya memang belum ada buku seperti itu? Jawabannya adalah sudah ada. Sebelum era Kidung Jemaat, Gereja-gereja di Indonesia telah memegang berbagai buku seperti Buku Ende terbit sekitar tahun 1881, Nyanyian Kemenangan Iman terbitan Kalam Hidup tahun 1930, Nyanyian Rohani Metodis terbit tahun 1970 serta masih banyak lagi. Yamuger merasa perlu untuk mempersatukan gereja-gereja protestan di Indonesia melalui sebuah buku Himne.

Gambar: Kantor Pusat Yamuger (foursquare)
Gambar: Kantor Pusat Yamuger (foursquare)

Melalui diskusi berbagai pihak dan kerja keras, lahirlah Buku Kidung Jemaat yang terbit dari penerbit BPK Gunung Mulia. Kidung Jemaat sendiri berisi kumpulan lagu yang memiliki tema-tema untuk berbagai liturgi gereja. Ada enam kategori tema dalam lagu-lagu KJ antara lain: Pembukaan Ibadah, Pengakuan Dosa, Anugerah Pengampunan, Persiapan Firman, Persembahan dan Pengutusan. Diantara tema-tema tersebut kita akan melihat berbagai lagu untuk tema-tema praktis seperti pernikahan, kedukaan, penyerahan anak, ucapan syukur dan sebagainya.

Lalu siapa saja pencipta lagu KJ?

Sejarah kekristenan Indonesia yang merupakan hasil dari usaha Misionaris Eropa seperti Portugis dan Belanda membawa dampak terhadap perkembangan lagu-lagu himne. Seperti lagu no. 2 Suci, Suci, Suci oleh komponis Inggris Reginald Heber, Kami Puji Dengan Riang yang merupakan lagu Ludwig Van Beethoven, Muliakan Allah Bapa karya Horatius Bonar merupakan karya-karya besar komponis Inggris, Jerman, Amerika dan Irlandia yang sangat mewarnai isi lagu-lagu dalam Kidung Jemaat, meskipun ada juga hasil karya dari penulis lagu Indonesia. Sebagai perbandingan, dari 10 lagu pertama, hanya Subronto Kusumo Atmodjo yang merupakan komponis Indonesia  selebihnya adalah karya komponis dunia.

Oleh karena itulah Yamuger terus berusaha menambah koleksi lagu ciptaan komposer Indonesia. Langkah kemudian adalah kembali mengeluarkan Pelengkap kidung Jemaat (PKJ) yang sudah empat kali terbit dan terakhir tahun 2007, demi melengkapi  kebutuhan jemaat akan lagu-lagi rohani berkualitas.

Apakah Kidung Jemaat dan pelengkap Kidung Jemaat masih relevan?

Sebagai seorang jemaat, saya melihat ada perbedaan yang nyata antara lagu-lagu hymn atau himne dengan lagu-lagu kontemporer yang telah juga dipakai oleh berbagai denominasi di indonesia. salah satunya adalah kedalaman lirik lagu himne dengan akar teologis Alkitab. Himne yang ada pada Kidung Jemaat ketika dibedah merupakan hasil langsung penggalian ayat-ayat Alkitab yang merupakan firman Tuhan. Sedangkan pada banyak lagu kontemporer kita akan menemukan adanya glorifikasi atau fokus terhadap sisi manusia terlalu besar.

Sebagai contoh, berikut adalah sebuah lagu dari KJ No.242 berjudul "Muliakan Allah Bapa".

Syair: Glory Be to God the Father, Horatius Bonar (1808-1889),
terj. H.A. Pandopo/J.M. Malessy 1978/1983
Lagu: Henry Smart (1813-1879)
do = bes 4 ketuk

1. Muliakanlah Allah Bapa, muliakan Putr'aNya, muliakan
Roh Penghibur, Ketiganya Yang Esa! Haleluya, puji Dia
Kini dan selamanya!

Why 5:13; 1 Yoh 5:7

2. Muliakan Raja Kasih yang menjadi Penebus,
yang membuat kita waris KerajaanNya terus.
Haleluya, puji Dia, Anakdomba yang kudus!

Mat 5:3, 10; Kol 1:12; Yak 2:5; Why 5:9, 11

3. Muliakan Raja sorga, Raja G'reja yang esa,
Raja bangsa-bangsa dunia; langit-bumi nyanyilah!
Haleluya, puji Dia, Raja Mahamulia!

Ef 1:20-23; Why 17:14

4. Kemuliaan selamanya dalam sorga bergema.
Hormat dan syukur dan kuasa diberi ciptaanNya.
Haleluya, puji Dia, Raja agung semesta!

Mzm 103:20-22; Mzm 148; Why 4:8-11

Contoh dari pola umum dalam Himne adalah setiap stanza setidaknya disarikan dari dua bahkan tiga referensi ayat Alkitab. Dengan kata lain ketika umat menyanyikan lagu tersebut sama dengan melafalkan ayat-ayat Alkitab itu sendiri.

Todd Wagner seorang pendeta dari Watermark Community Church di Dallas, Texas.  Menuliskan ada 4 tes diagnostik untuk mendeteksi apakah sebuah lagu rohani dapat masuk dan dinyanyikan dalam ibadah.

Gambar: Todd wagner via Facebook
Gambar: Todd wagner via Facebook
  • Apakah Anda memeriksa segala sesuatu yang Anda konsumsi (khotbah, buku, musik, film) melalui kaca mata Firman Tuhan?

Sangatlah penting untuk orang percaya diperlengkapi dengan hikmat Alkitab agar mereka dapat mendeteksi dengan tepat (1 Yohanes 4:1-3) apakah sebuah khotbah, lagu, buku, situs web, atau media lainnya sesuai dengan Firman dan Roh Kudus. Setiap orang percaya harus diperlengkapi untuk membedakan kebenaran dan kesalahan dan hidup dalam persekutuan dengan orang-orang percaya yang dewasa yang meminta pertanggungjawaban mereka dalam membedakannya (Amsal 15:22).

  • Apakah lagu itu berdiri sendiri, menyatakan kebenaran Firman Tuhan tanpa penjelasan?

Setiap lagu yang dinyanyikan oleh gereja harus didasarkan pada Alkitab dan doktrin yang sehat dan harus membangun tubuh Kristus (Efesus 4:29). Penyembahan yang benar adalah suatu bentuk memperlengkapi, dan jika lagu tersebut mengkomunikasikan ide-ide yang tidak alkitabiah, maka lagu tersebut tidak boleh masuk dalam gereja. Setiap lagu adalah tanggung jawab para gembala (pendeta) dan para gembala harus berjaga-jaga agar serigala yang buas (Kisah Para Rasul 20:28) dengan "melodi yang tajam" tidak masuk ke dalam kawanan domba.

  • Apakah mungkin untuk memisahkan kebenaran yang dinyanyikan dari kesalahan asosiasi-asosiasinya?

Bahaya terbesar dalam gereja adalah ketika  seorang guru palsu berkomunikasi dengan kedok memberitakan kebenaran (2 Korintus 11:14; Kisah Para Rasul 16:16-18). Selain guru-guru palsu, kita harus waspada terhadap pengarahan orang lain kepada pelayanan dari orang-orang yang bermaksud baik yang secara konsisten terkait dengan teologi dan praktik-praktik yang salah atau sesat.

Secara historis, setidaknya ada satu contoh penting tentang musik dan lirik yang menjadi sarana penyebaran ajaran sesat. Arius (250-336 M) adalah seorang penulis lagu yang handal dan seorang teolog yang menyangkal keilahian Kristus. Ia secara keliru menyatakan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan yang terbatas dan memiliki beberapa sifat ilahi - bukan Allah yang kekal. Popularitas melodi dan lagu-lagunya menyebabkan penyebaran gagasan-gagasannya yang sesat dengan cepat.

  • Apakah dengan menggunakan lagu tersebut akan membuat kita secara aktif mendukung pelayanan yang salah?

Mungkin implikasi yang paling tidak dapat dihindari adalah menggunakan lagu-lagu dari pelayanan-pelayanan dan artis-artis ini akan mendukung mereka secara finansial. Bahkan jika Gembala/Pendeta melindungi jemaat dari pengaruhnya di masa depan, Gembala/Pendeta tidak dapat dihindari akan memperkuat pelayanan-pelayanan tersebut. Biaya-manfaat dari kebenaran harus dipertimbangkan dalam keputusan akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun