Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Katalisator Ekonomi Berkeadilan, Bank Tanah Wujudkan Sustainability Land

26 Januari 2025   23:38 Diperbarui: 26 Januari 2025   23:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bank Tanah (Sumber: banktanah.id) 

Kebutuhan lahan di Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, pembangunan infrastruktur, dan laju urbanisasi. Meskipun demikian, ketersediaan tanah sangat terbatas. Hal ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Di tengah kondisi ini, pembentukan Badan Bank Tanah menjadi langkah strategis untuk menjawab permasalahan ketimpangan penguasaan lahan sekaligus mendukung pembangunan berkeadilan.

Tanah Surga dengan Ratusan Konflik Agraria

“Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat batu dan kayu jadi tanaman”

Sebuah lirik dari lagu “Kolam Susu” yang dipopulerkan oleh Koes Plus di tahun 1970an menggambarkan tentang keindahan alam Indonesia sekaligus kesuburan tanahnya. Tanah merupakan aspek yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Di atas tanah manusia berpijak, mendirikan tempat tinggal, bersosialisasi, bekerja, dan menjalankan berbagai aktivitas kehidupan.

Manfaat tanah bagi manusia tidak hanya di atas permukaannya, sumber kehidupan manusia justru berasal dari dalam tanah. Makanan seperti beras, sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, palawija, dan banyak hal lainnya ditanam di dalam tanah. Terlebih tanah Indonesia seperti yang digambarkan dalam lagu Koes Plus, tanah surga yang menumbuhkan berbagai manfaat untuk kehidupan manusia, maka sudah sepantasnya dijaga untuk kesejahteraan kehidupan masyarakatnya.

Sayangnya, seiring bertambahnya pertumbuhan penduduk bertambah pula konflik pertanahan di negeri ini.  Konflik pertanahan atau disebut juga konflik agraria menjadi isu yang kompleks dan berlarut-larut. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sebanyak 212 konflik agraria selama tahun 2022, luas wilayah  yang terdampak mencapai 1.035.613 hektar lahan. Konflik tersebut berdampak pula bagi 346.402 Kepala Keluarga. Investasi dan praktik bisnis perkebunan mendominasi konflik tersebut yaitu sebanyak 99 kasus, 80 di antaranya adalah sektor bisnis sawit. Sektor lain yang terlibat konflik adalah infrastruktur sebanyak 32 kasus, properti 26 kasus, pertambangan 21 kasus, kehutanan 20 kasus, dan lainnya sebanyak 14 kasus.

 KPA menilai kondisi konflik agraria sudah melibatkan lintas sektoral sehingga penyelesaian atau mitigasi konflik tersebut tidak dapat diselesaikan pada level struktural di level kementrian. Dibentuknya Badan Bank Tanah adalah harapan baru dalam sektor agraria khususnya dalam upaya penyelesaian konflik agraria. Badan Bank Tanah bertanggung jawab kepada presiden melalui komite khusus yang terdiri dari tiga menteri yaitu Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan, dan Menteri PUPR. Bukan sebatas memitigasi konflik agraria, Badan Bank Tanah juga diharapkan dapat memaksimalkan tanah yang dikelolanya untuk kepentingan umum yang seluas-luasnya.

Eksistensi Badan Bank Tanah di Indonesia

Landasan dibentuknya Badan Bank Tanah atau lebih familiar dengan sebutan Bank Tanah adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tanggal 27 Desember 2021. Peraturan tersebut mengatur tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah. Kehadiran Bank Tanah diharapkan dapat mengakomodir berbagai kepentingan.

Bank Tanah memiliki alur  atau skema kerja yang terdiri dari  merencanakan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, serta reforma agraria dan keadilan pertanahan. Perolehan Bank Tanah berasal dari tanah hasil penetapan pemerintah dan tanah dari pihak lain. Bank tanah dapat melakukan pengadaan tanah melalui mekanisme tahapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung.

Pemanfaatan tanah melalui Bank Tanah dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain, namun tetap harus memperhatikan asas manfaat dan asas prioritas. Terkait dengan amanah untuk mengakomodir kepentingan umum, Bank Tanah diharapkan dapat mendukung ketersediaan tanah untuk pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok negeri. Infrastruktur yang dimaksud adalah jalan, bendungan, bandara, sekolah, dan berbagai infrastruktur publik lainnya. Selain itu, Badan Bank Tanah juga diharapkan dapat menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial seperti tanah untuk tempat ibadah, kelestarian budaya, hingga konservasi dan penghijauan.

Keberadaan Badan Bank Tanah juga diharapkan dapat memimalkan konflik agraria. Hal ini karena Badan Bank Tanah memiliki Hak Pengelolaan (HPL). Melalui HPL tersebut, Badan Bank Tanah memiliki wewenang untuk memberi Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak Guna Usaha (HGU), serta hak pakai kepada pihak lain berdasarkan perjanjian. Melalui kewenangan tersebut, Badan Bank Tanah hadir sebagai jembatan untuk menciptakan keadilan dalam akses dan pemanfaatan lahan.

Peran Badan Bank Tanah Mewujudkan Sustainability Land  dan Ekonomi Berkeadilan

Badan Bank Tanah bukan hanya sekadar upaya untuk memitigasi lebih banyaknya konflik agraria di masa yang akan datang tetapi juga upaya mewujudkan sustainability land atau pengelolaan lahan berkelanjutan. Terdapat paling tidak tiga pilar yang mendukung konsep sustainability land yaitu keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Badan Bank Tanah dapat memainkan berbagai peran penting dalam aspek-aspek tersebut.

Pengalokasian lahan untuk program penghijauan dan konservasi dapat dilakukan Badan Ban Tanah untuk mendukung pilar keberlanjutan lingkungan. Kemudian, Badan Bank Tanah juga dapat melakukan pemulihan ekosistem yang terdegradasi. Proses pengalokasian ini dapat dilakukan Bank tanah melalui pengelolaan data yang dimilikinya.

Selanjutnya dari aspek keberlanjutan ekonomi. Bank tanah dapat mendistribusikan persediaan tanahnya pada sektor produktif  seperti pertanian, industri kecil, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dengan demikian, Bank Tanah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Lahan yang dikelola Bank Tanah juga bisa menjadi aset strategis untuk menarik investasi, terutama di kawasan tertinggal.

Terakhir adalah aspek keberlanjutan sosial. Ketimpangan akses terhadap tanah menjadi salah satu akar permasalahan ketidakadilan sosial di Indonesia. Bank Tanah dapat menjadi alat efektif untuk mengimplementasikan reforma agraria. Melalui kewenangan HPL yang dimiliki oleh Badan Bank Tanah, maka terdapat kejelasan tentang hak dan kewajiban pihak  yang berkepentingan atas pemanfaatan tanah. Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, Badan Bank Tanah  juga dapat menyediakan lahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta mendukung pembangunan perumahan rakyat.

Peran Badan Bank Tanah dalam mewujudkan pengelolaan lahan yang berkelanjutan sekaligus menjadi langkah untuk mewujudkan ekonomi yang berkeadilan.  Badan Bank Tanah menjadi motor penggerak ekonomi berkeadilan. Misalnya melalui distribusi lahan bagi petani kecil, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya. Bank Tanah dapat mempersempit kesenjangan sosial ekonomi. Selain itu, keberadaan Bank Tanah juga membantu mempercepat pengadaan lahan untuk proyek infrastruktur strategis, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam jangka panjang, Bank Tanah tidak hanya berfungsi sebagai pengelola aset negara tetapi juga sebagai katalisator dalam menciptakan tatanan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Tantangan Badan Bank Tanah dalam Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan

Badan Bank Tanah memiliki potensi dalam memitigasi konflik agraria dan menciptakan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan (sustainability land). Tujuan besarnya sudah tentu menciptakan ekonomi berkeadilah bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun sayangnya, Badan Bank Tanah masih mengalami berbagai tanntangan seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi dan tujuan bank tanah, terjadinya konflik kepentingan dalam proses akuisisi lahan, serta kesulitan mengintegrasikan data dari berbagai sumber.

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang keberadaan Badan Bank Tanah dapat dimaklumi karena memang Bank Tanah merupakan lembaga yang relatif baru. Oleh karena itu, Badan Bank Tanah perlu melakukan lebih banyak lagi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang peran dan fungsi Badan Bank Tanah. Selanjutnya, diperlukan pula peningkatan proteksi dan kapasitas sistem Badan Bank Tanah agar berbagai data yang diperlukan dapat terintegrasi.

Penutup

Keberadaan Badan Bank Tanah adalah wujud dari komitmen pemerintah dalam mengelola sumber daya lahan secara strategis dan berkeadilan. Perpaduan berbagai aspek seperti sustainability land, reforma agraria, dan ekonomi berkeadilan diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Selayaknya lirik lagu Koes Plus, keberadaan Bank Tanah dapat membuat tanah di Indonesia menjadi tanah surga tanpa konflik agraria.

Referensi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun