"Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah!"-Bang Napi
Pesan dalam kutipan tersebut identik dengan sosok bang Napi, figur yang muncul di akhir segmen sebuah berita kriminal. Acara tersebut tayang sekitar tahun 2001 hingga 2007. Bagi generasi yang tumbuh di era 2000an tentunya sangat familiar dengan acara tersebut. Meskipun sudah tidak ditayangkan dan sosok pemeran bang Napi pun telah tiada, namun pesan yang disampaikannya masih melekat hingga kini.
Kejahatan memang selalu ada di sekitar kita dengan beragam bentuknya. Sikap waspada menjadi tameng agar kita tidak menjadi korban kejahatan. Terlebih tindak kejahatan masa kini semakin canggih seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Kejahatan siber atau pemanfaatan teknologi digital untuk melakukan kejahatan kian marak terjadi.
Kasus pembobolan rekening adalah salah satu bentuk kejahatan siber saat ini. Berdasarkan liputan economy.okezone.com, selama tahun 2022 atau tepatnya per 16 Juni 2022 terdapat sebanyak 433 laporan yang masuk ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kasus penipuan, pembobolan rekening, skimming, kejahatan siber yang merugikan nasabah bank. Social enginering atau biasa disebut soceng adalah teknik yang digunakan untuk membobol rekening nasabah.
Salah satu kasus pembobolan rekening akibat soceng dialami oleh nasabah BRI di Pangkal Bun. Diberitakan melalui kotawaringinews.co.id, korban mengalami kerugian sebesar Rp274 juta akibat mengikuti instruksi untuk mengisi link yang diberikan oleh seseorang terkait konfirmasi ketidaksetujuan kenaikan tarif administrasi bank. Data-data pribadi korban diunggah melalui link yang ternyata jebakan dari penipu yang kemudian menguras isi rekeningnya.
Kondisi tersebut membuat kita sebagai nasabah bank menjadi was-was dan merasa cemas. Kecemasan tersebut mendorong timbulnya pertanyaan, apakah menyimpan uang di bank masih aman?
Rekening di Bank Terancam Begal
Bank dinilai sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang karena nasabah dapat terhindar dari risiko uang dicuri, dirampok, dimakan rayap, dan berbagai risiko lainnya. Bank tidak hanya menawarkan keamanan, tetapi juga berbagai kemudahan. Ketersediaan ATM untuk setor maupun tarik tunai semakin banyak dijumpai di berbagai lokasi. Para nasabah juga semakin mudah melakukan transaksi dengan layanan internet banking atau mobile banking yang umumnya disediakan oleh bank. Sayangnya, kemudahan tersebut juga berbanding lurus dengan celah kejahatan siber yang merugikan nasabah.
Nasabah terancam kerugian karena adanya begal rekening. Begal ini tidak membawa belati atau senjata api, tetapi menggunakan soceng atau social enginering untuk menjalankan aksinya. Soceng merupakan suatu rekayasa atau manipulasi yang dilakukan individu atau kelompok memperoleh informasi data pribadi atau akses yang mereka inginkan dari korban. Soceng dilakukan dengan manipulasi psikologis yang membuat para korbannya dengan sukarela memberikan data pribadinya. Ketika pelaku memperoleh data yang dapat digunakan untuk akses rekening di bank, maka isi rekening korban bisa ludes dalam hitungan menit.
Misalnya saja untuk mengakses mobile banking diperlukan nomor HP, OTP (One Time Password) yang biasanya dikirim melalui SMS, serta PIN. Saat pelaku berhasil memperoleh data tersebut maka pelaku dengan mudah mengakses rekening korban, kemudian memindahkan isi rekening tersebut ke rekening pelaku atau rekening tampungan lainnya. Bila sudah terjadi demikian, korban hanya bisa gigit jari menyadari isi rekeningnya yang telah raib.