Mohon tunggu...
Ayu Anissa
Ayu Anissa Mohon Tunggu... Guru - Teacher

PENULIS  Kumpulan Cerpen “Alice de Wijn” ISBN 978-602-490-612-2 Tahun 2019 Penerbit CV. Intishar Publishing  Antologi Puisi “Janji Temu di Sudut Kota” ISBN 978-602-490-797-6 Tahun 2019 Penerbit CV. Intishar Publishing PENULIS KOLABORASI  Kumpulan Cerpen untuk Anak “Ini Dunia Anak” ISBN 978-623-7384-40-3 Tahun 2019 Penerbit CV. Harasi  Antologi Cermin “Cerita Mini untuk Anak” ISBN 978-623-7384-65-6 Tahun 2020 Penerbit CV. Harasi  Kumpulan Cerpen Horror “Sanggar” ISBN 978-623-94063-8-7 Tahun 2020 Penerbit Megalitera  Kumpulan Cerpen “Kebun Bunga Itu Telah Kering” ISBN 978-623-6656-37-2 Tahun 2021 Penerbit Megalitera

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Buka Pintu

2 November 2022   09:39 Diperbarui: 2 November 2022   09:41 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

               Suasana di kamar itu hening, lampu baca di atas nakas berpendar temaram, waktu telah menunjukkan pukul satu kurang tujuh menit dini hari. Diandra masih terjaga dengan tablet di pangkuannya. Ia memang sering kali tenggelam dalam dunia khayalan jika sudah asyik membaca seperti itu, tak dipedulikannya suasana sekitar yang entah mengapa terasa lebih dingin dari biasanya.

               Ditengah keseriusannya berselancar di dunia khayalan, tiba-tiba Diandra dikejutkan dengan dering ponsel yang diletakkannya di atas nakas di samping ranjang. Sederet nomor asing terpampang di layar, melakukan panggilan masuk. Tanpa ada rasa curiga atau apapun juga, Diandra segera menjawab panggilan tersebut.

               "Halo ..." sapa Diandra.

               "Jangan buka pintu! Jangan buka!" suara itu terdengar cemas dan ketakutan.

               "Halo ... Halo ... Siapa ini?" tanya Diandra sembari menyernyitkan keningnya heran.

               "Jangan buka pintu! Jangan buka!" suara itu terdengar semakin panik.

               "Halo ..."

               Tut ... Tut ... Tut ... Tut ...

               Sambungan terputus. Diandra menatap ponselnya heran. Siapa yang melakukan panggilan selarut ini, pikirnya. Suara itu suara perempuan, yang mengatakan untuk tidak membuka pintu. Pintu apa?

               Walaupun masih dengan dahi yang berkerut heran, Diandra pun mengabaikannya. Dia berpikir bahwa itu hanyalah panggilan iseng saja. Mungkin si penelpon melakukan prank hanya untuk menakut-nakutinya.

               Namun, ketika ingin mengangkat tabletnya untuk meneruskan bacaannya kembali, Diandra dikejutkan dengan suara pintu depan yang diketuk tiga kali. Tok tok tok ... Mata Diandra melirik pada jam digital di atas nakas yang menunjukkan pukul satu kurang lima menit dini hari. Siapa yang bertamu malam-malam begini, pikirnya bertanya-tanya. Dengan menguatkan hati dan memberanikan diri, Diandra beranjak dari ranjang tempat tidurnya. Hatinya mulai diliputi keraguan dan ketakutan.

               Malam ini Diandra di rumah seorang diri karena kedua orang tuanya bermalam di rumah adik ibunya sejak dua hari yang lalu. Anak Omnya akan menikah hari Sabtu besok, kedua orang tuanya datang lebih awal untuk membantu mempersiapkan acara. Rencananya Diandra akan pergi ke rumah Omnya besok pagi, setelahnya sebelumnya ia menjemput adiknya yang masih kuliah di kota tetangga.

               Maka, dengan perlahan Diandra membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju pintu depan. Ketika ingin meraih pegangan pintu berbentuk bulat itu, Diandra memberanikan diri untuk menanyakan kiranya yang ada dibaliknya. Dia hanya ingin memantapkan jantungnya yang sedari tadi mulai mengentak-entak di dalam dadanya.

               "Siapa?" tanya Diandra.

               "Paket ..." jawab suara laki-laki di luar sana.

               "Saya sedang tidak menunggu kiriman paket apapun," ujar Diandra mulai ketakutan. Pengantar kiriman paket pukul satu dini hari, yang benar saja.

               "Kiriman paket atas nama Diandra Ristania. Mohon untuk segera diterima dan ditandatangani," suara itu mulai terdengar mendesak.

               "Maaf tetapi saya tidak sedang menunggu kiriman paket apapun, mungkin salah alamat," ujar Diandra. Debar jantungnya yang mengentak mulai terasa sakit di dadanya.

               "Mohon dicek terlebih dahulu, Kak," suara itu mendesak. Pegangan pintu berbentuk bulat itu berputar seolah laki-laki yang berada di luar itu berusaha membuka pintu.

               "Pergi! Pergi atau saya akan menghubungi polisi!" Diandra menggertak laki-laki di luar pintu itu sembari menghubungi polisi di 110.

               Tut ... Tut ...

               "Halo, layanan darurat. Ada yang bisa kami bantu?" suara operator 110 menyahut dari seberang panggilan.

               "Ada orang asing di depan rumah saya. Dia memaksa masuk. Tolong ..." kata-kata Diandra berhamburan tidak beraturan.

               "Mohon tenang, petugas kami akan segera tiba. Kebetulan ada dua petugas kami sedang berada dekat dengan tempat Anda," suara operator di seberang memotong kata-kata Diandra.

               "Terima kasih, mohon segera datang," Diandra menutup panggilannya sembari memperhatikan pegangan pintu yang semakin keras berputar, menunjukkan bahwa orang di balik pintu itu berusaha keras untuk masuk.

               "Berhenti! Polisi akan segera datang lebih baik kau cepat per ... gi ...," Diandra tiba-tiba terdiam menyadari ada yang salah dengan ucapannya. Apakah tadi aku sudah mengatakan alamat rumahku kepada operator 110? pikir Diandra.

               Merasa bahwa operator 110 masih belum mendapatkan alamat rumahnya, Diandra segera menganggkat telepon untuk menghubungi nomor tanggap darurat kepolisisan.

               "Halo ... Rumah saya di ..." ucapan Diandra masih belum selesai ketika operator 110 di seberang panggilan memotongnya lagi.

               "Mohon tenang, petugas kami akan segera tiba."

               Diandra menutup kembali panggilannya karena terkejut. Dahinya berkerut dalam. Ia menatap ketakutan pada pintu depan rumahnya karena sekarang orang dibaliknya benar-benar berusaha mendobrak untuk masuk. Dalam keadaan yang benar-benar takut, Diandra menyambar payung abu-abu yang berada di atas rak sepatu di samping pintu. Diandra mencoba sekali lagi untuk menghubungi operator 110. Namun ketika panggilan itu tersambung dan diangkat, hanya kata-kata yang sama yang terdengar olehnya.

               "Mohon tenang, petugas kami ..."

               Diandra secara refleks melempar ponsel itu menjauh. Ia menatap penuh ketakutan pada ponselnya yang tergeletak mengenaskan di depan pintu. Tak sampai satu menit, mulut Diandra terbuka untuk berteriak ketika pintu di depannya berhasil terbuka selebar sepuluh sentimeter.

               "Aaarrgghhhh ..."

               Diandra tiba-tiba terduduk, jantungnya berdegup kencang. Rupanya Ia tengah tertidur pulas di atas ranjang tempat tidurnya. Tabletnya terbuka pada laman ebook reader yang tadi tengah dibacanya. Diandra tersadar bahwa yang membangunkannya dari mimpi buruk itu bukan hanya suara teriakannya saja tetapi suara panggilan masuk di ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Tanpa pikir panjang Diandra segera menyambar ponselnya untuk mengangkat panggilan masuk tersebut.

               "Halo ..." sapa Diandra.

               "Jangan buka pintu! Jangan buka!"

               Suara itu! Suara itu adalah suara yang sama yang pernah didengarnya. Diandra segera menoleh dan terpaku menatap pada jam digital di atas nakas samping tempat tidurnya. Mata Diandra terbelalak membulat sempurna. Waktu menunjukkan pukul dua belas lebih lima puluh empat dini hari.

               Tok tok tok ... 

               "Paket ..."

               Tidak mungkin. 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun