"Ada orang asing di depan rumah saya. Dia memaksa masuk. Tolong ..." kata-kata Diandra berhamburan tidak beraturan.
"Mohon tenang, petugas kami akan segera tiba. Kebetulan ada dua petugas kami sedang berada dekat dengan tempat Anda," suara operator di seberang memotong kata-kata Diandra.
"Terima kasih, mohon segera datang," Diandra menutup panggilannya sembari memperhatikan pegangan pintu yang semakin keras berputar, menunjukkan bahwa orang di balik pintu itu berusaha keras untuk masuk.
"Berhenti! Polisi akan segera datang lebih baik kau cepat per ... gi ...," Diandra tiba-tiba terdiam menyadari ada yang salah dengan ucapannya. Apakah tadi aku sudah mengatakan alamat rumahku kepada operator 110? pikir Diandra.
Merasa bahwa operator 110 masih belum mendapatkan alamat rumahnya, Diandra segera menganggkat telepon untuk menghubungi nomor tanggap darurat kepolisisan.
"Halo ... Rumah saya di ..." ucapan Diandra masih belum selesai ketika operator 110 di seberang panggilan memotongnya lagi.
"Mohon tenang, petugas kami akan segera tiba."
Diandra menutup kembali panggilannya karena terkejut. Dahinya berkerut dalam. Ia menatap ketakutan pada pintu depan rumahnya karena sekarang orang dibaliknya benar-benar berusaha mendobrak untuk masuk. Dalam keadaan yang benar-benar takut, Diandra menyambar payung abu-abu yang berada di atas rak sepatu di samping pintu. Diandra mencoba sekali lagi untuk menghubungi operator 110. Namun ketika panggilan itu tersambung dan diangkat, hanya kata-kata yang sama yang terdengar olehnya.
"Mohon tenang, petugas kami ..."
Diandra secara refleks melempar ponsel itu menjauh. Ia menatap penuh ketakutan pada ponselnya yang tergeletak mengenaskan di depan pintu. Tak sampai satu menit, mulut Diandra terbuka untuk berteriak ketika pintu di depannya berhasil terbuka selebar sepuluh sentimeter.
"Aaarrgghhhh ..."