Mohon tunggu...
Ayu Andayani
Ayu Andayani Mohon Tunggu... Guru - GURU

Nama wahyu andayani biasa orang tua saya memanggil saya Ayu. saya lahir di lampung tengah 08 september 1982 dan saat ini menetap di way kanan. semasa kecil ibu saya sangat sayang pada saya, karena keadaan orang tua yang kurang mampu, saya disemangati untuk sekolah dengan kata-kata " orang tua mu orang yang tidak mampu, selama ibu masih bisa menyekolahkan kamu sekolahlah setinggi-tingginya, karena itu warisan yang dapat orang tua mu berikan, karena warisan harta kami tidak punya". dengan kata-kata orang tuaku ini saya memiliki semangat sekolah, bahkan saya kuliah dengan mendapatkan beasiswa sehingga orang tua saya tidak terbebani dengan biaya kuliah saya. sampai saya selesai kuliah, semua adalah perjuangan orang tua saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Cinta

22 November 2023   22:14 Diperbarui: 22 November 2023   22:26 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

lukisan cinta

Di tepi pantai kecil yang sepi, terdapat sebuah rumah kayu tua yang tampaknya telah menjadi saksi bisu dari berbagai kisah hidup. Rumah itu milik seorang nenek tua bernama Clara, yang hidup sebatang kara di sana. Meskipun usianya telah menginjak delapan puluh tahun, matanya masih memancarkan semangat dan kehidupan.

Setiap hari, Clara duduk di beranda rumahnya, menatap laut yang tenang. Dia memiliki kebiasaan membawa selembar foto tua yang sudah mulai memudar. Foto itu adalah kenangan indah bersama suaminya, Robert, yang telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Clara selalu tersenyum ketika melihat foto itu, seolah-olah membayangkan bahwa Robert masih ada di sana, duduk di sampingnya.

Suatu hari, angin laut membawa seorang pria muda ke tepi pantai itu. Namanya Alex, seorang pelukis yang sedang mencari inspirasi. Alex terpesona oleh keindahan rumah kayu tua Clara dan memutuskan untuk mendekat.

"Permisi, bu," sapa Alex sopan.

Clara tersenyum ramah, "Halo, nak. Ada yang bisa aku bantu?"

Alex menjelaskan bahwa dia adalah seorang pelukis yang mencari inspirasi untuk karyanya. Clara dengan senang hati mengizinkannya memasuki rumahnya. Rumah itu seperti museum pribadi yang penuh dengan kenangan. Clara bercerita tentang setiap sudut rumah, mengungkapkan kisah hidupnya dengan penuh kehangatan.

Alex begitu terpukau oleh keceriaan dan kebijaksanaan Clara sehingga dia memutuskan untuk membuat lukisan tentang kehidupan di tepi pantai itu. Setiap hari, Alex melukis dengan penuh dedikasi, dan Clara menjadi teman setia yang menyaksikan proses kreatifnya.

Seiring berjalannya waktu, Clara dan Alex semakin akrab. Mereka berbagi tawa, cerita, dan bahkan kesedihan. Alex menemukan inspirasi sejati dalam kehidupan dan kisah hidup Clara. Lukisannya menjadi semakin berwarna, mencerminkan kehidupan yang penuh nuansa.

Suatu hari, Clara memutuskan untuk membuka peti tua di sudut ruang tamu. Di dalamnya, ia menemukan secarik surat yang ditulis oleh suaminya, Robert. Surat itu berisi kata-kata cinta dan harapan untuk Clara. Clara membacanya dengan mata berkaca-kaca, teringat akan masa-masa indah bersama suaminya.

Alex menyaksikan momen haru Clara dan merasa terinspirasi oleh cinta sejati yang terpancar dari surat itu. Dia memutuskan untuk menambahkan elemen keindahan yang lebih dalam pada lukisannya dengan menggambarkan Clara dan Robert bersama, menciptakan karya seni yang membawa air mata haru.

Seiring berjalannya waktu, lukisan itu selesai. Alex menunjukkannya pada Clara dengan penuh harap. Clara menatap lukisan itu dengan mata penuh air mata, melihat bayangan dirinya dan suaminya yang dicintainya begitu dalam. Lukisan itu bukan hanya karya seni, tetapi juga simbol kebahagiaan, kehilangan, dan cinta yang abadi.

Setelah lukisan selesai, Alex memutuskan untuk memberikan lukisan itu pada Clara sebagai tanda terima kasih atas semua inspirasi dan kebijaksanaan yang telah dia bagikan. Clara, dengan tangan gemetar, menerima lukisan itu dengan rasa syukur yang mendalam.

Hari-hari berlalu, dan musim berganti. Rumah kayu tua di tepi pantai tetap menjadi saksi bisu dari kisah hidup yang indah. Lukisan itu, menggambarkan kehidupan Clara dan cintanya yang abadi dengan Robert, menggantung di dinding rumah itu sebagai kenang-kenangan yang tak terlupakan.

Suatu pagi, Clara duduk di beranda rumahnya, menatap laut seperti biasa. Namun, kali ini, dia merasa ada kelegaan dalam hatinya. Lukisan itu membawanya pada perjalanan melalui kenangan indah dan memberinya kekuatan untuk melangkah maju, sambil tetap mengenang cinta sejati yang akan selalu memanjang seperti garis horison di tepi pantai kecil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun