Mohon tunggu...
Ayu Lestari
Ayu Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Nama : Ayu Lestari

Mahasiswa_Fakultas Tarbiyah_STAI AL-HIDAYAT LASEM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Itu Penting Nggak Sih?

8 Juni 2022   06:38 Diperbarui: 8 Juni 2022   07:08 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sih pendidikan itu? Apa iya pendidikan bisa masuk dalam kategori filsafat? Apakah Ki Hajar Dewantara merupakan filsuf pendidikan di Indonesia?

Siapa yang tidak kenal dengan Ki Hajar Dewantara, yang ternyata nama asli beliau adalah Suwardi Suryaningrat. Sosok anak bangsa yang sangat jenius, bahkan semasa mudanya beliau sampai menimba ilmu ke Negara Belanda dan mendapatkan beasiswa kedokteran disana. Jadi, tidak heran kalau beliau dijuluki sebagai bapak cendekiawan indonesia.

Sebelum lebih lanjut mendalami bagaimana filosofi pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yang belum diterapkan secara maksimal di sekolah-sekolah maupun kampus-kampus di Indonesia, kita simak kisah beliau saat berjuang menuntut ilmu di Negara Penjajah.

Menelisik perjalanan pendidikan yang ditempuh oleh beliau, disamping karena kejeniusannya yang luar biasa, pemikiran kritis yang ada pada diri Ki Hajar Dewantara ini membuat naik pitam pihak pemerintah Belanda. Pasalnya, Keseringan beliau dalam  mengkritik sistem pemerintahan Belanda yang mengakibatkan beliau harus dikeluarkan dari kampus dan akhirnya Ki Hajar Dewantara memutuskan untuk menjadi seorang wartawan.

Saat menjadi wartawan pun, beliau semakin menjadi-jadi dalam mengkritik sistem pemerintahan Belanda lewat tajamnya isi pada tulisan-tulisannya. Karena keberadaan beliau dapat menghambat jalur kekuasaan, akhirnya Ki Hajar Dewantara di buang ke Belanda supaya tidak memperkeruh suasana pemerintahan Belanda yang sedang disusun di Batavia.

Walaupun demikian, beliau tak pantang arang. Saat dibuang pun, ia tetap menimba ilmu sambil membaca beberapa literatur dan riset-riset penelitian diantaranya filsafat, psikologi, dan lain-lain. 

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari salah satu Channel YouTube 'Satu Persen' Ki Hajar Dewantara mendapatkan beberapa acuan dalam menerapkan sistem pendidikan, yaitu pedoman filosofi dan kurikulum pendidikan dari Maria Montessori yang notabene seorang pendidik,ilmuwan, dan dokter berkebangsaan Italia. Sampai sekarang riset pendidikannya masih digunakan di seantero sekolah elit di dunia.

Setelah mempelajari ilmu tersebut, beliau kembali ke tanah air dan berencana untuk meringkas dan mengaplikasikan sistem pendidikan tersebut yang bisa diterapkan di Indonesia berdasarkan kebutuhan dan keadaan yang ada di Indonesia menggunakan versinya sendiri.

Berdirilah taman siswa yang ia dirikan bersama teman-temannya. Tak hanya itu, beliau juga mendirikan komunitas "Perkumpulan Selasa Kliwon" yang mana komunitas tersebut diisi oleh beberapa geng intelektual yang mumpuni dan cerdas. Trilogi filosofi pendidikan yang keren dan selalu melekat pada diri beliau diantaranya:

"Ing ngarsa sing tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani."

Faktanya, dari adanya filosofi tersebut masih ada sebagian orang yang mempersepsikan bahwa trilogi filosofi pendidikan tersebut hanya sebuah kata-kata mutiara yang dibahasakan dalam bahasa Jawa. Padahal, isi dari filosofi tersebut sangat syarat akan makna.

Kalau begitu, sebenarnya tujuan pendidikan itu apa? Apa hanya bikin kita pintar, dapat nilai bagus terus dapat ijazah biar bisa dibuat melamar pekerjaan? Syukur-syukur bisa jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Apa itu yang dinamakan tujuan pendidikan, lagi-lagi karena nilai yang bersifat normatif dan mengharumkan nama personal dan institusi saja.

Kalau dikulik lebih dalam, menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan yakni selamat raga dan bahagia jiwanya atau disebut 'Survive and Happy Ending'.

Tapi sekarang kalau di pikir-pikir bagaimana caranya untuk meraih tujuan pendidikan seperti itu? Kita bisa tahu darimana? Pasalnya di sekolah atau kampus mana pun tidak mengajarkam tujuan pendidikan seperti itu. Padahal, menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan harusnya memerdekakan manusia serta menghasilkan manusia yang selamat dan bahagia.

Ditambah lagi dengan adanya penerapan sistem hafalan yang menurut saya tidak ada hubungannya dengan kehidupan realita, apalagi untuk modal melamar pekerjaan. Apakah dengan mengetahui kapan terjadinya perang dunia ke-ll bisa menyelamatkan kalian untuk selamat di dunia, apakah dengan memahami ilmu phytagoras dalam rumus segitiga siku-siku dapat membuatmu bahagia di dunia. Pemikiran kritis seperti ini sama sekali tidak diajarkan di bangku sekolah maupun perkuliahan.

Selain trilogi filosofi pendidikan, Ki Hajar Dewantara percaya adanya 3 peran penting pendidikan bagi generasi bangsa diantaranya seperti memajukan dan menjaga diri, memelihara dan menjaga bangsa, serta memelihara dan menjaga dunia. Dari ketiga peran penting inilah beliau mengemasnya sebagai filosofi 'Tri Rahayu'.

Pemikiran-pemikiran cemerlang Ki Hajar Dewantara timbul karena ia meyakini bahwa semua itu terhubung dan semuanya berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar (every is connecting).

Coba deh sejenak untuk kita bermain menggunakan nalar yang logis, apabila negara sudah merdeka, siapa yang bahagia? Tentu saja bangsa. Jika bangsa sudah bahagia, yang kena dampak baiknya siapa? Tentu lingkungan juga akan mulai membaik. Setelah lingkungan membaik apa yang menjadi pengaruh bagi negara? Pasti negara akan lebih maju. Lalu, jika negara sudah maju siapa yang akan merasakan kebahagiaan itu? Ya pasti rakyat dan dunia. Semuanya memang dimulai dengan memerdekakan diri sendiri

 Namun, walaupun begitu beliau juga memegang teguh tiga prinsip yang diperhatikan dalam meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia yang dinamakan 'trikon'. Apa saja isi dari trikon itu?

1. Kontinu

Sebuah sistem pendidikan haruslah berkelanjutan dari masa ke masa, adanya perkembangan dari tahun ke tahun dengan adanya inovasi dalam belajar dan mengajar

2. Konvergen

Adanya pendidikan, mestinya terdapat ilmu yang ada berdasarkan sumber referensi yang valid dan lengkap.

3. Konsentris

Lagi-lagi kita dituntut untuk bisa menyesuaikan berdasarkan identitas dan konteksnya masing-masing baik dari segi sosio kultural, budaya, maupun lingkungan.

Tapi, semenjak tahun 1945 sampai tahun 2022 mengapa sistem pendidikan di Indonesia hanya itu-itu saja? Apa yang menyebabkan pemikiran filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara ini tidak diterapkan di dunia pendidikan Indonesia?

Well, inti dari pembahasan ini ialah belajar  untuk merdeka dari kebodohan, selamat raganya, dan jiwa yang bahagia.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun