Kali ini, ada salah satu pembelajaran dari buku yang saya suka dan lambat laun memperbaiki hidup saya yaitu buku yang berjudul "filosofi teras". Buku top best seller ini sangat memberikan kesan dan banyak makna yang tersurat untuk diberikan bagi para pembacanya dengan tulisan-tulisan yang sederhana namun lugas.
Ajaran filsafat stoicsm atau biasa disebut filsafat teras ini merupakan ilmu filsafat Yunani Kuno dimana diprakasai oleh para filsuf ternama seperti Marcus Aurelius, Epictetus, dan lain-lain. Dengan latar belakang yang sangat luar biasa dapat menyuguhkan beberapa ilmu filsafat yang sangat luar biasa.
Adapun dari dalam buku ini mengajarkan berbagai macam pelajaran hidup untuk manusia diantaranya bagaimana caranya untuk mengelola emosi. Setiap manusia memiliki taraf emosinya masing-masing. Terkadang tingkat emosi tersebut dipicu karena banyaknya ide dan tekanan yang bersamaan.Â
Nah, Dimata stoa, untuk melawan emosi hendaknya dapat menciptakan rasa bahagia yang nyaman bagi tubuh. Orang Yunani menyebutnya pathos, yang berarti mengenai atau menderita. Namun, arti lain dari pathos yaitu passion, terjemahan dari rasa emosi yang buruk. Hasrat sendiri merupakan bentuk dari adanya emosi buruk dalam tubuh.
Â
Lalu, bagaimana cara mengatasinya?
Hasrat ialah keinginan dalam menginginkan sesuatu, entah sesuatu obsesi, capaian, kemampuan, dan lain-lain. Jika hasrat tersebut tidak tercukupi maka timbullah emosi negatif (eksesif) dari tubuh kita. Dari filosofi teras melakukan cara dengan latihan konkret. Dengan latihan konkret, otomatis kita dapat memangkas emosi-emosi negatif yang dapat merugikan kita.Â
Menurut pernyataan dari Epictetus yang berbunyi "memotong semua hasrat" ini dipusatkan ketika orang tersebut baru melakukan latihan (askesis). Walaupun begitu, pada berjalannya waktu orang tersebut lama kelamaan meluruhkan emosi negatif secara perlahan-lahan.
Sebenarnya, emosi negatif itu muncul lantaran awal mulanya ia merupakan opini-opini buruk dari dalam tubuh yang diikuti perasaan buruk seperti jengkel, kesel, marah, kecewa karena pihak yang bersangkutan telah memfitnah, membohongi, atau bahkan mengkhianati kita.
So far memang sangat wajar sebagai manusia memiliki emosi negatif karena perlakuan dari orang lain terhadap kita. Akan tetapi, coba dipikirkan kembali apakah memendam emosi secara terus menerus membuat keadaan hati kita akan senantiasa baik? tentu saja tidak. Hal yang manusiawi sekali untuk merasakan rasa emosi yang ada pada diri.
Maka dari itu, kaum-kaum stoa memberitahukan emosi negatif bukanlah suatu perasaan liar, akan tetapi emosi merupakan bagian dari rasio (nalar). Emosi negatif hadir karena adanyaa opini-opini buruk yang di setel secara otomatis dalam otak manusia setelah manusia tersebut melakukan kesalahan.Â
Opini tersebut tergolong dua macam. Apabila opini tersebut berkenaan dengan masa kini, perasaan yang muncul kalau tidak rasa senang, ya rasa sesal. Sedangkan andaikata opini itu berhubungan dengan masa depan, perasaan yang muncul ya antara rasa iri dan rasa takut.
Well. Rasa marah, jengkel, empet, sepet, dan paranoid merupakan jenis-jenis emosi yang bisa dimasukkan ke dalam emosi negatif. Dengan mendeklarasikan bahwa emosi negatif adalah kumpulan dari opini yang bertugas secara rasio untuk merespon segala sesuatu.Â
Oleh karena itu, para pemeluk paham stoic memberikan solusi cara untuk mengendalikan emosi negatif ialah dengan cara merasionalkan rasa tersebut untuk memikirkan bahwa semua rasa yang kita rasakan sebenarnya hanya sebuah asumsi semata.
Berlatihlah sedikit demi sedikit untuk membuang rasa-rasa buruk tersebut dalam hati sembari berkata dalam hati bahwa memendam emosi seperti ini hanya untuk menunda kebahagiaan semata. Walaupun terkesan sulit, jika diniatkan dalam hati emosi negatif yang ada akan hilang dengan sendirinya.
Menjadi manusia memang penuh dengan rasa yang ditimbulkan. Entah itu menyenangkan atau tidak. Belajar sedari awal akan menuntun kita untuk menjadi manusia yang bijak.Â
Jangan lupa, buku Filosofi Teras ini sangat berguna banget, lho. Apalagi untuk kaum gen Z yang sering terjebak oleh perasaan yang dibuat dari otaknya sendiri. Selamat membaca, ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H