Mohon tunggu...
Ayu Hendranata
Ayu Hendranata Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nasionalist and Social Media Influencer

Financial planner & Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Makna "Bahagia" dari Anak Kecil di Masa Pandemi

17 Juni 2020   00:10 Diperbarui: 17 Juni 2020   00:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu kecil, Kita akan menangis saat terjatuh tetapi setelahnya bisa cepat bangkit dan berlari kembali .

Sewaktu kecil ,kita Akan ngambek dan menangis saat ditegur dan dimarahi .

 "Ibu , Aku ga mau diatur " begitulah biasa jawaban si kecil kesayangan saya yang saat ini mau beranjak diusia 10 tahun. Setelah ditegur dan ngambek, lantas saya menggodanya dengan segala candaan dan pujian yang bisa membuatnya tertawa kembali. Sejak Stay at home, memang ada saja ritme yang berubah dari perilaku anak anak di masa pandemi seperti saat ini.

Sewaktu kecil, mungkin kita juga adalah sosok yang paling mudah di bohongi, tapi Kita tidak takut dan dapat memberikan kepercayaan secara penuh terhadap orang lain. Just easy going saja.

Sewaktu kecil, mungkin kita juga mudah sekali merasa bahagia,bukan semata karena masa kecil kita terasa indah tetapi karena kita tidak pernah takut untuk bermimpi dan berharap akan suatu hal setelah mengalami kekalahan dan terjatuh.

Bagaimana dengan kondisi sekarang ?

Kita lupa kalau ternyata kita bisa menciptakan mimpi baru. Meski untuk mencapai itu,harus ada niat dan keyakinan yang kuat.

Kita lupa kalau Kita bisa mencintai kembali,jatuh cinta lagi dengan orang yang sama jika dia layak atau sosok yang berbeda.

Kita lupa mungkin Kita bisa percaya kembali,meski mungkin bukan dengan orang yang sama.

Karena salah satu cara membuat kita bahagia dan semangat adalah karena ada harapan baru, mimpi baru ,semangat baru, bahkan untuk hal berkaitan dengan "rasa" sekalipun agar mencintai dan  memberikan kepercayaan itu bisa tumbuh kembali .

Semakin dewasa,mungkin kita juga menjadi pengecut karena sudah banyak kekecewaan yang sudah kita telan. Kekecewaan akan keadaan yang tiba tiba berubah ,kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah yang berubah rubah, kekecewaan kondisi financial yang sedang krisis, dsb nya.

Kadang Kita juga terlalu larut dengan masa lalu yang membuat kita tidak bahagia, padahal inilah yang menampar dan menyakiti kita berkali Kali. Padahal kejadiannya mungkin hanya sekali,harusnya sakitnya satu kali saja yaitu pada saat kejadian,tapi memang tidak mudah juga.

Ya, mungkin sulit untuk memulainya dari awal. Tapi ingat, Kita semua selalu punya KESEMPATAN untuk memulai semua KEMBALI, sekali lagi bahkan berkali Kali lagi, sehancur apapun keadaan Kita.

Semua yang hancur akan berlalu, semua yang hancur akan pulih dan dipulihkan. Jangan kalah dengan keadaan dan diri sendiri. Tidak usah banyak mengeluh, jalani saja kondisi saat ini dengan "ber-ADAPTASI-" untuk bisa survive . Boleh saja keadaan membuat kita mundur selangkah, namun untuk menjadikan kita berkali lipat lebih MAJU di masa yang baru (New Normal ) .

Karena kita semua bukan pengecut,karena tidak ada satu orang atau kejadian pun yang bisa menghalangi kita untuk menjadi pribadi yang lebih BAIK selain DIRI KITA SENDIRI.

Just be happy

Salam sayang
-Ayu Hendranata-

Sumber inspirasi : The philosophy of crayon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun