Amanah adalah gabungan dari sifat jujur, kompeten,konsisten dan bertanggung jawab sekaligus menjadi persyaratan utama bagi seorang pemimpin.
Begitulah kira kira gambaran pemimpin ideal menurut kecamata saya secara pribadi. Jika kembali manarik waktu, saya ingat betul bagaimana saat pasangan saya berjuang untuk mendapatkan beasiswa Doktoralnya dari pemerintah Amerika dan sekembalinya ke negeri tercinta ini hanyalah bertujuan untuk memberikan ilmu, loyalitas,tenaga dan energinya semua untuk menjadi saluran berkat dalam melayani masyarakat. Tidak lebih dan tidak kurang.
Dan apakah saat kembali langsung mendapat posisi jabatan seperti semula yang telah ditinggalkannya dahulu? Jawabannya tidak semudah yang kita pertanyakan, semua butuh pembuktian kerja keras, tindakan dan keikhlasan dalam bekerja. Urusan jabatan menjadi hal belakangan.
"Ini bukan masalah jabatan, tapi masalah bagaimana aku bisa bekerja memberikan yang terbaik terlebih dahulu dengan tindakan dan hati" begitulah jawaban menenangkan yang keluar dari nya saat itu.
Pemimpin formal maupun informal dilevel jabatan manapun diharapkan memang selalu dapat amanah dalam menjalankan tugasnya.
Orang baik dan jujur kadang tidak cukup untuk di anggap mampu menjadi pemimpin,karena pemimpin juga tentu harus memiliki kemampuan mengorganisasi dan memberdayakan orang orang yang dipimpinnya.
Dalam buku karya Dedi Mahardi yang saya baca, adapun beberapa ilmu tentang bagaimana kriteria kriteria seorang pemimpin yang memiliki karakter sikap mental yang berintegritas diantaranya sebagai berikut :
1. Jujur.
Sikap jujur menjadi mandatori atau akar dari semua sikap mental positif lainnya. Semua dimulai dari Jujur pada diri sendiri, Jujur pada Tuhan lalu Jujur pada orang lain.
Mengapa terlebih dahulu Jujur pada diri sendiri ? Karena tidak mungkin seseorang yang tidak jujur pada diri sendiri kemudian bisa jujur pada Tuhan atau kepada orang lain. Jujur pada diri sendiri berarti belajar bagaimana dapat berjiwa besar dengan mengakui kesalahan dan menerima kekurangan diri sendiri,serta dapat mengakui kelebihan orang lain.
2. Konsisten.
Yang berarti seorang pemimpin tidak berubah ubah terhadap apa yang telah direncanakan dan dijanjikannya,harus selaras sesuai antara tindakan dengan ucapannya (No Action Talk Only), serta konsisten dalam kebenaran dan kebaikan.
3. Tetap kukuh pada prinsip kebenaran dan tidak tergoyahkan pada hal hal yang kurang baik.
4. Bertanggung jawab.
Artinya, tanggung jawab terhadap pekerjaan yang di embannya serta menjamin organisasi yang dipimpinnya berjalan baik dan lebih baik lagi.
5. Adil.
Bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi dan ketidakjujuran. Adil tanpa memandang mayoritas ataupun minoritas.
6. Berani membela yang benar.
Jika seseorang pemimpin memiliki kemampuan menegakkan kebenaran dengan tangannya,maka lakukanlah segera dengan tangannya,jika tidak bisa maka dengan lisan dan ucapannya,dan jika tidak mampu juga maka lakukanlah dengan hatinya.Inilah menjadi salah satu kunci bagaimana output yang baik itu berasal dari keikhlasan bekerja dengan hati.
7. Dekat dengan Tuhan.
Satu hal ini adalah jenjang paling tinggi bagi manusia yang beragama,karena dekat dengan Tuhan tentu melibatkan hati,naluri, pikiran serta perbuatannya.
Kita kadang sering juga mendengar, takutlah kepada Tuhan. Apa bedanya takut kepada Tuhan dengan dekat dengan Tuhan?
Takut kepada Tuhan hanya sebatas berani melanggar larangan-NYA dan menjalankan perintah-NYA,melibatkan pikiran dan logika semata. Sedangkan Dekat dengan Tuhan akan diikuti dengan selalu mengerjakan yang disukai Tuhan dan menjauhi yang dibenci Tuhan dan disini lebih melibatkan perasaan serta naluri.
8. Loyal.
Seorang pemimpin harus loyal demi tujuan mulia dan kebaikan bersama. Bisa menempatkan bagaimana kepentingan yang lebih besar (misal untuk negara) menjadi hal yang paling utama dibanding kepentingan pribadi ataupun kelompoknya semata.
9. Budaya Malu atau Malu Hati.
Budaya malu seakan menjadi budaya yang telah terkikis saat ini dalam jiwa seorang pemimpin. Contohnya saja dalam kasus Korupsi, kolusi,nepotisme,bisikan kiri dan kanan akan suatu kepentingan tertentu yang masih marak  terjadi seiring banyak upaya juga dalam perbaikan pendidikan dan sistem yang dilakukan pemerintah dan masyarakat.
Saya jadi teringat, dengan buku Mochtar Lubis berjudul "Manusia Indonesia" yg mengatakan bahwa bangsa ini memiliki jiwa hipokrit serta segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Mungkin saja. Hal inilah yang menjadi akar permasalahan atas terkikisnya budaya malu bangsa Indonesia.
Dan sikap malu hati atau rasa bersalah serta penyesalan harusnya muncul ketika melakukan pelanggaran hukum atas aturan yang ada. Jangan sampai terjadi degradasi moral sehingga jangankan rasa bersalah atau malu hati saat melakukan kesalahan,tetapi malah rasa seperti itu sudah menjadi hal yang biasa.
10. Rela berkorban.
Rela berkorban biasa muncul dalam diri seseorang yang yakin bahwa segala kebaikan,pengorbanannya dalam materi,fisik ataupun ilmu yang diberikannya untuk orang lain adalah bagian saluran berkat yang tentu akan dibalas Tuhan dengan beribu ribu kali kebaikan. Intinya bekerja tidak hitung hitungan dan melakukan yang terbaik.
Lalu, "Siapakah pemimpin anda saat ini?" mungkin bukan itu pertanyaannya yang penting, melainkan pertanyaan yang terpenting adalah "Apa yang telah diperbuat oleh Pemimpin anda saat ini untuk anda ataupun kelangsungan sebuah organisasi ?"
Karena ingat lah, satu karya mungkin bisa didengar oleh seribu telinga dan terdengar dimana mana,tetapi seribu kata belum tentu ada satu orang pun yang mendengarnya.
Love
Ayu Hendranata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H