Mohon tunggu...
Ayu Hendranata
Ayu Hendranata Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nasionalist and Social Media Influencer

Financial planner & Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepemimpinan Itu adalah Tindakan, Bukan Jabatan

2 Desember 2018   16:48 Diperbarui: 2 Desember 2018   17:07 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

4. Bertanggung jawab.
Artinya, tanggung jawab terhadap pekerjaan yang di embannya serta menjamin organisasi yang dipimpinnya berjalan baik dan lebih baik lagi.

5. Adil.
Bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi dan ketidakjujuran. Adil tanpa memandang mayoritas ataupun minoritas.

6. Berani membela yang benar.
Jika seseorang pemimpin memiliki kemampuan menegakkan kebenaran dengan tangannya,maka lakukanlah segera dengan tangannya,jika tidak bisa maka dengan lisan dan ucapannya,dan jika tidak mampu juga maka lakukanlah dengan hatinya.Inilah menjadi salah satu kunci bagaimana output yang baik itu berasal dari keikhlasan bekerja dengan hati.

7. Dekat dengan Tuhan.
Satu hal ini adalah jenjang paling tinggi bagi manusia yang beragama,karena dekat dengan Tuhan tentu melibatkan hati,naluri, pikiran serta perbuatannya.

Kita kadang sering juga mendengar, takutlah kepada Tuhan. Apa bedanya takut kepada Tuhan dengan dekat dengan Tuhan?

Takut kepada Tuhan hanya sebatas berani melanggar larangan-NYA dan menjalankan perintah-NYA,melibatkan pikiran dan logika semata. Sedangkan Dekat dengan Tuhan akan diikuti dengan selalu mengerjakan yang disukai Tuhan dan menjauhi yang dibenci Tuhan dan disini lebih melibatkan perasaan serta naluri.

8. Loyal.
Seorang pemimpin harus loyal demi tujuan mulia dan kebaikan bersama. Bisa menempatkan bagaimana kepentingan yang lebih besar (misal untuk negara) menjadi hal yang paling utama dibanding kepentingan pribadi ataupun kelompoknya semata.

9. Budaya Malu atau Malu Hati.

Budaya malu seakan menjadi budaya yang telah terkikis saat ini dalam jiwa seorang pemimpin. Contohnya saja dalam kasus Korupsi, kolusi,nepotisme,bisikan kiri dan kanan akan suatu kepentingan tertentu yang masih marak  terjadi seiring banyak upaya juga dalam perbaikan pendidikan dan sistem yang dilakukan pemerintah dan masyarakat.

Saya jadi teringat, dengan buku Mochtar Lubis berjudul "Manusia Indonesia" yg mengatakan bahwa bangsa ini memiliki jiwa hipokrit serta segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Mungkin saja. Hal inilah yang menjadi akar permasalahan atas terkikisnya budaya malu bangsa Indonesia.

Dan sikap malu hati atau rasa bersalah serta penyesalan harusnya muncul ketika melakukan pelanggaran hukum atas aturan yang ada. Jangan sampai terjadi degradasi moral sehingga jangankan rasa bersalah atau malu hati saat melakukan kesalahan,tetapi malah rasa seperti itu sudah menjadi hal yang biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun