Mohon tunggu...
Ayu Hendranata
Ayu Hendranata Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nasionalist and Social Media Influencer

Financial planner & Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Kekuatan Sebuah Pikiran dan Kata-kata

28 Juli 2018   18:40 Diperbarui: 28 Juli 2018   21:29 4123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia juga yang mengenyahkan pembatasan pembatasan kekurangan yang saya tetapkan sendiri. "Hati hati dengan apa yang kamu ucapkan, karena tanpa disadari alam bawah sadar akan menyimak kata kata itu apa adanya, bukan apa yang kamu maksudkan di baliknya," demikian saran sederhana dari teman saya yang segera menjadi pemicu berbagai perubahan dalam hidup saya.

Perlahan lahan, saya mulai tidak lagi menggunakan "enggak bisa" menjadi "bisa" dan memaksa saya untuk menyadari bahwa segala sesuatu ada pilihan, alih-alih mengatakan "Saya tidak bisa menyelesaikan tugas ini . Kata-kata tersebut saya ubah menjadi "Saya bisa menyelesaikan tugas ini, malam ini juga".

Saya mulai berpikir lebih jauh tentang kata kata yang saya pilih, mencoba spesifik mungkin tentang apa yang ingin saya sampaikan. Kata berikutnya yang harus saya buang adalah "tidak pernah" menggantinya dengan kata "belum". Terutama jika menanggapi pertanyaan tentang perjalanan.

Misalnya, ada yang bertanya, apakah sudah pernah berkunjung ke Amerika? Saya akan dengan optimis menjawabnya dengan "Belum, belum pernah". Bagaikan menutup pintu, jawaban ini meluaskan kemungkinan bahwa paling tidak suatu hari saya pasti ke sana, terlebih dengan mimpi yang tertuang dalam buku kuning semasa kecil.

Saya terus berlatih dan berusaha memperhatikan kata kata saya agar menjadi sebuah kebiasaaan. Kebiasaan yang mempunyai efek mendalam dan menempatkan saya pada posisi yang positif, seakan hidup saya menuju kepada kata kata yang saya tuju.

Pada 12 tahun kemudian saya pun sedang berada di dalam mobil putih idaman seraya memegang buku kuning yang menjadi saksi masa kecil saya.

"Warna mobil kita kembar, Pak," gumam saya dalam hati sambil mengingat almarhum Ayah.

Dan Atas usaha, doa, kata kata serta pemikiran yang positif, tak lama berselang 3 tahun setelah itu, ternyata saya sedang  membaca buku favorit di dalam train Metrolink yang membawa saya menuju Los Angeles, Amerika. Alam semesta ternyata mendukung. Kata-kata menjadi hidup dan meramalkan masa depan saya sendiri.

Terima kasih Tuhan.

Love
Ayu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun