Mohon tunggu...
Ayu Hopiani
Ayu Hopiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

I am obsessed with early childhood education.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tokoh-Tokoh Ternama dan Pengaruhnya dalam Pendidikan Anak Usia Dini

8 Mei 2021   10:12 Diperbarui: 8 Mei 2021   10:16 18903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya segala sesuatu memiliki sejarah yang menarik untuk diketahui, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Sebagai seorang guru yang profesional khususnya dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kita harus mempelajari dan memahami mengenai sejarah dari PAUD. Dalam Morrison (2012) mengungkapkan bahwa seorang guru akan jauh lebih pandai dan efektif apabila mengetahui sejarah dari profesinya. Mengetahui sejarah dari profesi yang ditekuni dapat menjadi pendukung bagi kita untuk menjadi seorang ahli. Ketika kita mengetahui mengenai keyakinan, ide-ide, dan prestasi yang tersirat dalam cerita sejarah dari tokoh-tokoh yang telah mendedikasikan hidupnya bagi perkembangan pendidikan anak-anak, maka kita akan menyadari bahwa banyak program pendidikan bagi anak yang ada di masa kini dibuat berdasarkan keyakinan tentang cara anak belajar, tumbuh, dan berkembang yang telah ada dan berkembang sejak lama.

Berikut merupakan beberapa tokoh ternama yang memiliki pengaruh dalam berkembangnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD):

1. Marthin Luther

Dalam sejarahnya, Marthin Luther (1483-1546) menekankan pada perlunya mendirikan sekolah yang dapat mengajari anak untuk belajar membaca. Di masa sekarang, kemampuan membaca dan menulis telah menjadi prioritas nasional. Hal ini merupakan buah dari kontribusi Martin Lurther yang menganggap bahwa pentingnya memastikan semua anak mampu membaca dan belajar bahasa ibu mereka sendiri. Selainmenekankan kemampuan baca-tulis, Martin Luther juga menekankan pada pentingnya keluarga sebagai peletak dasar pendidikan anak.

2. John Amous Comenius

John Amous Comenius memiliki keyakinan bahwa pendidikan sangat perlu dimulai sejak usia dini karena "tanaman muda dapat ditanam, dicangkok, dipangkas, dan dibentuk." Ketika sudah menjadi pohon, setiap proses tersebut akan sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Hal ini memberikan gambaran bahwa ketika anak masih kecil, anak akan dapat dengan mudah dibentuk atau diarahkan dibandingkan dengan membentuk dan memperbaiki anak ketika sudah dewasa.

Pada masa kini, muncul penelitian mengenai otak anak yang banyak mengingatkan bahwa proses belajar harus dilakukan sejak dini karena banyak jendela kesempatan yang terbuka untuk memberikan pembelajaran pada anak. John Amous Comenius juga berpendapat bahwa dalam memberikan pembelajaran pada anak perlu melibatkan seluruh panca indera anak. Hal ini juga disahkan oleh Montessori dan menjadi dasar bagi pengajaran pendidikan anak usia dini sampai saat ini.

Dapat kita lihat dalam pendidikan anak usia dini masa kini, pembelajaran anak bersifat langsung dan melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini tentunya melibatkan panca indera sebagai pendukung dalam memberikan pembelajaran yang bermakna dan meningkatkan efektivitas proses pembelajaran bagi anak.

3. John Locke

John Locke (1632-1704) merupakan seorang tokoh yang telah banyak dikenal berkat teorinya yang berkaitan dengan anak usia dini, yaitu pemikirannya tentang "anak bagaikan kertas putih". Melalui pemikirannya tersebut, John Locke bermaksud untuk mengatakan bahwa lingkungan dan pengalaman pada dasarnya akan membentuk pikiran. Perkembangan berasal dari stimulasi yang diberikan pada anak oleh orang tua dan pengasuhnya sebagai lingkungan terdekat anak, melalui pengalaman-pengalaman yang mereka dapatkan.

Hal ini dapat dirasakan pada praktik pendidikan yang terjadi dimasa sekarang. Gagasan mengenai pentingnya pengaruh lingkungan, tergambar jelas melalui adanya program-program yang mendorong dan mendukung pendidikan anak usia dini sebagai cara agar anak mendapatkan dasar pembelajaran yang baik. Memberikan pengalaman terbaik bagi anak melalui adanya pendidikan anak sejak dini didasarkan pada pemikiran bahwa memberikan pendidikan bagi anak sejak dini dapat membantu mengatasi efek negatif dari kemiskinan dan penelantaran dan dapat membantu menghapus perbedaan prestasi anak yang dikarenakan perbedaan tingkat sosial ekonomi. Namun hal ini tentunya akan berhasil apabila pendidikan anak telah optimal dilakukan secara menyeluruh atau universal tanpa membeda-bedakan kondisi dan status sosial-ekonominya.

4. Jean-Jacques Rousseau

Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) banyak dikenal karena bukunya Emile, dengan kata-kata pembukaan yang menjadi ciri atau karakteristik dari pandangannya terhadap politik dan pendidikan, yaitu : "Tuhan menciptkan segalanya dalam keadaan baik; manusia mencampurinya dan segalanya menjadi jahat." Dari pernyataan tersebut, Jean-Jacques Rousseau mendukung adanya pendidikan yang alami dan mendukung perkembangan anak tanpa adanya campur tangan atau batasan yang tidak diperlukan. Maka dari itu, pandangan Jean-Jacques Rousseau tentang dunia anak yaitu mendesak adanya pendidikan untuk anak yang dilakukan secara alami dan disesuaikan dengan dunia anak.

Pandangan ini cukup berpengaruh pada perkembangan dunia pendidikan anak sampai saat ini. Praktik pengajaran dilakukan melalui pendekatan yang alami sesuai dengan perkembangan anak. Guru menyesuaikan metode dan kegiatan belajar dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak. Setiap hari, guru dituntut untuk memastikan bahwa cara mengajar dan materi pembelajaran yang diberikan untuk anak telah sesuai dengan tingkat perkembangannya.

5. Johann Heinrich Pestalozzi

Gagasan dari Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827) banyak dipengaruhi oleh Comenius dan Rousseau. Pestalozzi berpendapat bahwa pendidikan harus dibangun melalui pengalaman sensorik yang tepat dan mendorong anak untuk mencapai potensi alami mereka. Selain itu setiap anak juga harus diberikan kesempatan untuk dapat bebas mengembangkan dirinya, mengenal lingkungannya, bermain, bersosialisasi dengan orang tua, guru, dan masyarakat sekitar (Masnipal, 2013). Oleh karena itu dalam gagasan pendidikannya, Pestalozzi mencoba untuk mengintegrasikan antara kehidupan keluarga, pendidikan vokasional, dan pendidikan membaca dan menulis.

Pestalozzi juga menulis buku, salah satunya yaitu Book for Mother (Buku untuk Para Ibu) yang dapat digunakan untuk membantu orang tua dalam mengajar anak-anaknya di rumah. Pada saat ini, telah banyak buku-buku atau informasi diinternet yang menyediakan berbagai macam pengetahuan berkaitan dengan cara mengasuh, mengajar, dan membimbing anak. Hal ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan orang tua agar anak tidak hanya mendapatkan pengasuhan disekolah, tetapi mendapatkan pengasuhan terbaik juga didalam lingkungan keluarga.

Pestalozzi meyakini bahwa guru terbaik bagi anak bukan hanya sekolah, tetapi ibu juga dapat menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, selama hampir 15 tahun Pestalozzi mencoba untuk mengembangkan beberapa program bagi orang tua untuk mengajari anak-anaknya di rumah.

6. Robert Owen

Robert Owen (1771-1858) memiliki keyakinan bahwa lingkungan anak dapat mempengaruhi perilaku, keyakinan, dan prestasinya. Seseorang dapat menggunakan lingkungan sebagai alat untuk memberikan stimulus pada anak dalam membentuk karakternya. Owen juga berpendapat bahwa dengan mengendalikan lingkungan untuk mendidik anak, maka dapat bepeluang dalam membentuk masyarakat baru yang lebih maju. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa menurut Owen lingkungan memiliki kekuatan yang dominan dan banyak mempengaruhi berbagai macam bentuk perilaku manusia.

Implementasi dari gagasannya ini, ia tuangkan dengan mendirikan sekolah anak pada tttahun 1816 du New Lanark, Skotlandia. Pada awal didirikannya, sekolah ini memfasilitasi anak-anak dari orang tua yang bekerja. Ketika orang tuanya bekerja, anak-anak bersekolah dan mendapatkan pengasuhan dari guru-guru di sekolah.

Beberapa gagasan Robert Owen dalam pendidikan anak usia dini yaitu, didirikannya sekolah untuk anak yang dibangun 25 tahun sebelum adanya taman kanak-kanak Froebel. Selain itu, gagasan-gagasan Owen banyak mempengaruhi para pendidik dalam memahami pentingnya pendidikan anak usia dini dan hubungannya antara perkembangan masyarakat dengan pendidikan.

7. Friedrich Wilhelm Froebel

Friedrich Wilhelm Froebel (1782-1852) merupakan seorang tokoh yang dikenal sebagai "Bapak Taman Kanak-Kanak Dunia". Julukan ini muncul atas dasar kontribusinya terhadap pendidikan anak usia dini. Pada tahun 1840, Froebel mwndidrikan "Kindergarten" yang artinya taman kanak-kanak. Konsep Froebel ini sangat terkenal dan menjadi rujukan diberbagai negara hingga ia dijuluki sebagai bapak taman kanak-kanak. Menurut Froebel, sejak dilahirkan dan menjalani masa kanak-kanak, seorang anak harus menjalani kehidupan sesuai dengan tahap perkembangannya. Konsep Froebel tentang anak dan pendidikan, sebagian besar dipengaruhi oleh konsep kedewasaan yang dikemukakan Comenius dan Pestalozzi. Berdasarkan pandangan ini, peran pendidik adalah untuk mengamati tumbuh kembang anak secara alami dan memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kesiapan mereka. Froebel menganjurkan anak-anak untuk melatih panca inderanya melalui kegiatan pengamatan, eksplorasi, dan peragaan. Dalam hal ini, anak dilibatkan secara aktif agar mendapatkan pengalaman yang nyata untuk menambah wawasannya.

Tujuan dari gagasan pendidikan Froebel yaitu membimbing anak untuk dapat menemukan jati dirinya sebagai makhluk tuhan dan individu, sehingga dapat muncul rasa pengertian, empati, cerdas dalam melakukan pemecahan masalah, serta berguna bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Froebel mengembangkan kurikulum sistematis dan terencana. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan yaitu bermain, lagu, dan permainan edukatif. Setiap materi pembelajaran diintergrasikan dengan kegiatan bermain dan bernyanyi. Hal ini juga dilakukan dalam konsep pendidikan anak usia dini dimasa sekarang. Kegiatan pembelajaran melalui bermain dan bernyanyi dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran. Contohnya seperti mengajarkan huruf abjad dan pengetahuan-pengetahuan lainnya menggunakan lagu, memanfaatkan alat permainan edukatif berupa balok untuk mengajarkan ukuran dan bentuk, dan mengajarkan konsep panjang pendek menggunakan ranting pohon atau benda-benda lainnya. 

Selain itu, dalam konsep pendidikan Froebel juga dikenal adanya gift dan occupation. Gift merupakan kotak-kotak kayu yang memiliki berbagai macam bentuk, warna, dan ukuran sebagai alat yang digunakan anak untuk bellajar berhitung, mengukur, membandingkan, dan membedakan sesuai dengan intruksi guru. Occupation (Okupasi) merupakan kegiatan yang melibatkan tangan anak untuk melatih koordinasi mata, tangan, dan pikiran, seperti meronce, menempel, dan lain sebagainya. 

Kontribusi Froebel dalam sejarah pendidikan anak usia dini sangat dapat dirasakan hingga saat ini. Banyak dari kegiatan dan gagasan Froebel yang menjadi acuan dasar dalam penyelenggaraan kegiatan di taman-kanak-kanak. Konsep pembelajaran yang dilakukan sambil bermain menjadi populer hingga saat ini. Menurut Froebel, bermain bisa dijadikan sebagai batu loncatan pembelajaran anak agar dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.

8. Montessori

Maria Montessori (1870-1952) merupakan seorang tokoh wanita yang mengembangkan suatu konsep pendidikan untuk anak usia dini. Pada saat ini, gagasan Montessori telah banyak menginspirasi dan mempengaruhi dunia pendidikan anak usia dini. Sebagai wanita pertama di Italia yang mendapatkan gelar sarjana kedokteran, ia tertarik untuk mencari solusi dalam masalah-masalah pendidikan seperti kelumpuhan, dan keterbelakangan mental. Menurut Montessori, permasalahan tersebut bukan hanya didasarkan secara bilogis saja, namun dapat disebabkan pula oleh kuranganya rangsangan atau stimulus dari lingkungan anak (Bredekamp, 2017). Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 1907 Montessori mulai mengembangkan suatu program pendidikan untuk anak usia 4-7 tahun yang disebut Casai de Bambini (Rumah Anak-Anak) dan mengembangkan suatu pendekatan yang sangat berhasil diterapkan pada anak-anak . 

Dalam lingkungan beajarnya, Montessori mengelompokkan aktvitas belajar dan bahan-bahan materialnya yaitu practical life, sensory materials, dan academic materials. Practical life merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada empat latihan yang berbeda, yaitu kemampuan merawat diri (mengancing baju, menggunakan pakaian, memasang tali sepatu, dan mencuci tangan), merawat lingkungan (membersihkan meja, dan lain-lain), menciptakan hubungan sosial yang baik (saling menghormati, saling menghargai), dann melatih keseimbangan (menuangkan benda dalam gelas, dan lain-lain). Sensory materials merupakan konsep pembelajaran uang berisi aktivitas yang melatih seluruh panca indera anak. Academic materials merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk mengajari anak menulis, membaca, dan matematika seperti kartu huruf, kartu angka, menara merah muda, tongkat asta merah jambu, dan lain-lain). 

Sebuah studi tentang sekolah Montessori di Miwaukee menemukan bahwa pendekatan Montessori memiliki kontribusi yang positif dalam mengembangkan kemampuan literasi, matematika, dan sosial anak usia 5 tahun (Lilard, 2005) dan kreativitas serta keterampilan sosial pada anak usia 12 tahun (Lillard, & Else-Quest, 2006). Penekanan pembelajaran instruksi individual dalam pendekatan Montessori juga telah terbukti efektif dalam meningkatkan kesiapan sekolah anak (Ansari, & Wisler, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa konsep pendidikan yang digagas oleh Montessori telah banyak memberikan pengaruh dan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak melalui penyelenggaraan pendidikan untuk anak sejak dini. 

9. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan seorang Tokoh pendidikan dari Indonesia yang memiliki kontribusi dalam perkembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan sebagai upaya untuk mengubah nasib bangsa Indonesia melalui perndirian TamanSswa. Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa carauntuk mengubah nasib bangsa indonesia yang pada saat itu tertindas oleh penjajah yaitu melalui pendidikan. Perhatian Ki Hajar Dewantara pada Pendidikan Anak Usia DIni dapat terlihat dari berdirinya "Taman Lare" atau "Taman Anak" atau dikenal juga sebagai "Sekolah Froebel Nasional" atau "Kindertuin" yang menjadi sarana layanan pendidikan untuk anak usia dibawah 7 tahun. Seiringdengan perkembangannya, sekolah tersebut berubah nama menjadi"Taman Indria". 

Konsep pendidikan anak usia dini yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan gabungan dari konsep pendidikan Froebel dan Montessori. Meskipun tidak diterapkan seutuhnya, namun Ki Hajar Dewantara menjadikan konsep pendidikan Froebel dan Montessori sebagai inspirasi untuk mengembangkan pendidikan anak usia dini di Indonesia secara optimal sesuai dengan lingkungan sosial, dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Ki hajar Dewantaea memasukkan konsep pendidikan yang didasarkan pada budaya luhur bangsa Indonesia terutama dalam pendididkan watak, kesusilaan, dan agama, serta menggunakan permainan tradisional sebagai sarana kegiatan belajar anak. 

Pembelajaran Panca Indera yang menjadi inti dalam konsep pendidikan Montessori juga diadopsi oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya, pendidikan bagi anak tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran indera dengan kegiatan bermain untuk anak. Konsep Froebel dalam pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara dapat terlihat dalam penggunaan konsep bermain sebagai bagian dari kegiatan belajar anak. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa kegiatan bermain dapat membentuk jiwa yang merdeka, mandiri bagi anak, dan dengan adanya alat permainan tradisional dapat membentuk sosok anak yang mencintai budaya bangsanya sendiri (Masnipal, 2013). 

Sumber: 

Ansari, A., & Winsler, A. (2014). Montessori public school pre-K programs and the school readiness of low-income Black and Latino children. Journal of Educational Psychology, 106(4), 1066--1079.

Bredekamp, S. (2017). Effective Practices in Early Childhood Education: Building a Foundation. NYC: Pearson.

Lillard, A. S. (2005). Montessori: The science behind the genius. New York: Oxford University Press. 

Lillard, A. S., & Else-Quest, N. M. (2006). An evaluation of Montessori education. Science, 313, 1893--1894.  

Masnipal. (2013). Siap menjadi Guru dan Pengelola PAUD Profesional. Jakarta: PT. Gramedia.

Morrison, G. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun