Nama Bangli memiliki arti hutan merah, atau gunung merah. Pura Kehen pun dalam bahasa Bali memiliki arti Pura Api.
Jika diperhatikan, ukiran dan ornamen di Pura Kehen ini sangat rumit dan detail, agak berbeda dengan pura masa kini. Batu pembuat Pura Kehen pun berwarna kelabu-putih tidak seperti pura pada umumnya yang berwarna kehitaman atau merah bata.
Warna batuan abu-putih ini membuat ukiran di Pura Kehen terlihat menonjol dan spektakuler. Sungguh sebuah karya masterpiece yang tak lekang oleh waktu!
Dari Pura Kehen saya lanjut bersepeda menelusuri hutan bambu menuju ke perhentian terakhir yaitu ke Desa Wisata Penglipuran. Hutan bambu ini konon memiliki luas 45 hektar dan menjadi daerah resapan air bagi Desa Penglipuran.
Hutan bambu ini kerap disebut sebagai hutan pelindung desa. Setiap akhir tahun akan diadakan Festival Penglipuran yang memamerkan pakaian adat dan aneka budaya Bali yang mempesona.
Meskipun demikian, apapun momennya Desa Penglipuran selalu berhias meriah dengan aneka janur penjor-penjor cantik. Maka tak heran jika desa ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit. Selain berisi tempat tinggal warga dan penginapan homestay, di desa ini juga menjual minuman khas dari daun kloncing yang disebut 'Loloh Cemcem' dan makanan khas, yaitu Tipat Cantok.
Asyiknya jika Anda mulai bersepeda di pagi hari, maka akan sampai di Penglipuran dengan cuaca yang tidak terlalu terik. Desa Penglipuran turut menyediakan sewa pakaian adat Bali bagi yang ingin mencobanya. Yang pasti, jangan lupa berfoto di desa ini. Jika cuaca cerah, maka latar awan biru akan menghiasi foto-foto Anda di jalanan desa yang penuh penjor meriah. Sungguh menarik!
Jadi, Anda lebih pilih duduk-duduk manis atau yang ingin bergerak bertualang?
Tentu saja keduanya sah-sah saja. Bedanya ketika bergerak bertualang, Anda akan mendapatkan banyak pengalaman menarik yang belum tentu bisa dialami oleh orang lain.