Buat saya pribadi, melewati hutan pinus yang berliku dan naik turun sangat menyenangkan. Semburat sinar matahari pagi yang menembus di atara pepohonan ditambah udara segar yang dingin menciptakan pemandangan yang apik. Berfoto di tempat ini sungguh indah, tidak kalah dengan yang di luar negeri!
Bagi pecinta kopi pasti tak asing dengan kopi Bali Kintamani. Saat bersepeda akan melalui banyak kebun-kebun kopi milik warga setempat. Udara dingin membuat kopi tumbuh subur. Tak heran jika kopi Kintamani mempunyai rasa khas dan aroma yang sedap.
Selain banyak kebun kopi, di Kintamani juga banyak kebun jeruk dengan rasa yang manis segar, tanaman cabai, hingga peternakan sapi Bali.
Dari jelajah perkebunan agrobisnis, saya lanjut bersepeda menelusuri desa-dewa warga. Saya cukup beruntung datang di penghujung Maret. Jalan-jalan di pedesaan masih berhias penjor meriah setelah Galungan dan Nyepi sehingga perjalanan tidak membosankan. Beruntung pula saya bisa melihat Ogoh-Ogoh. Luar biasa uniknya sosok patung raksasa ini. Â
Ogoh-Ogoh merupakan seni patung yang menggambarkan sosok raksasa berkepribadian Bhuta Kala dan menggambarkan sosok yang jahat.
Patung ini dibuat menjelang Nyepi. Menurut kepercayaan umat Hindu, Ogoh-Ogoh yang sudah didoakan harus dibakar sebelum hari raya Nyepi. Pembakaran Ogoh-Ogoh melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu. Jika Ogoh-Ogoh tidak didoakan, maka boleh tidak dibakar. Â
Dari menelusuri desa-desa warga, saya lanjut mengeksplorasi budaya Bali dengan berkunjung ke salah satu Pura tertua di Kintamani, yaitu Pura Kehen di Cempaga, Bangli.
Tempat ini didirikan sejak abad-13. Zaman dahulu, Pura Kehen merupakan pura utama di Kerajaan Bangli. Wilayan Bangli dibangun oleh Kerajaan Gelgel yang merupakan Dinasti Kerjaan Majapahit.