Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ayahnya!

21 Januari 2025   08:09 Diperbarui: 21 Januari 2025   08:09 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: Rovio Rivera Photography dari Pinterest 

Sebenarnya kondisi ayah cukup sehat, namun beberapa waktu terakhir tubuh ayah mulai kurus. Ayah malas makan dan terlihat murung hampir sepanjang hari. Ayah baru mau makan jika aku sudah sampai di rumah, sore atau malam hari. Bisa dibayangkan betapa panjang kesepian yang harus dilewati ayah saat itu. Itulah mengapa aku tidak dapat tersenyum puas meski mendapat peringkat pertama dari jurusan.

Lebih sedih lagi, karena dulu ayah bisa menitipkan aku ke bagian pengasuhan, agar ayah bisa tenang bekerja. Kami pulang bersama-sama sorenya, dan itu berlangsung bertahun-tahun. Sebaliknya, saat aku diterima bekerja, aku harus meninggalkan ayah di rumah sendirian. Kebetulan adik ayah sudah jauh mengikuti suaminya bertugas di Kalimantan. Dan ayah juga menolak tenaga pendamping lansia yang kuambil dari agen penyalur.

Ketika tidak lama kemudian, aku mendapat panggilan beasiswa S2 ke Jerman, aku memilih untuk tidak memberitahu ayah soal ini. Aku memutuskan untuk tetap berada di sisi ayah, karena itulah yang terpenting. Aku akan mengejar pendidikanku jika kesempatan itu bisa kudapatkan lagi, tetapi tidak sekarang. Saat ini ayah sangat membutuhkan kehadiran dan cinta dariku.

Dan benar saja, di minggu berikutnya ayah tiba-tiba drop dan dokter mengatakan ayah terkena stroke. 

Aku menangis sejadinya. Duniaku seperti hilang!

Aku merasa kehilangan kebahagiaanku yang dulu bersama ayah. Kami tidak mungkin bisa seperti dulu lagi. Kemelekatan antara ayah dan anak yang saling mencintai. Bahkan aku baru saja menyediakan diriku untuk membuat hari-hari ayah lebih ceria.

Aku menarik napas dalam, dan menatap ke luar jendela, lalu menekuri album foto lagi.

Aku masih mengingat momen itu dengan jelas. Ayah jatuh sakit, dan aku anak lelakinya, justru tenggelam dalam keputusasaan. Sampai akhirnya adik ayah yang masih berada di Kalimantan, menghubungi lewat telepon.

"Nak Aldo merasa berkorban sangat besar ya, dengan membatalkan beasiswa ke luar negeri? Tante tahu Nak Aldo punya tujuan mulia, ingin menemani dan merawat ayah. Tetapi ekspektasi yang terlalu tinggi justru membalikkan keadaan. Sehat dan sakit itu takdir dari Allah. Nak Aldo jangan terpuruk lagi ya? Kalau Nak Aldo kecewa, lalu siapa yang akan menghibur ayah?"

Kata-kata itu masih terekam juga di kepala. Untung saja saat itu aku segera sadar bahwa semuanya tak harus berjalan seperti keinginanku. Aku hanyalah manusia biasa dan tidak kuasa memilih. 

Teringat kejadian yang sangat mengejutkan ketika seseorang tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah kandungku. Seorang bertubuh tambun berkulit putih, mata sipit, mirip dengan diriku. Asistennya menyodorkan sebuah surat perjanjian bahwa ayah menerima seorang bayi untuk dirawat, dan akan dikembalikan saat berusia 17 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun