Aku menitikkan air mata karena larut dalam kenangan masa lalu, sampai tak menyadari kehadiran bunda yang datang bersama perias pengantin.
Sesaat kemudian, keteguhan hati muncul diiringi tawakal.
Sebuah pesta pernikahan yang mungkin menjadi impian semua gadis, berada dalam genggamanku sekarang. Demikian bisik batinku.
Tidak seharusnya aku merubah kesepakatan kedua keluarga hanya karena rasa takut. Aku tak mau bersikap  kekanak-kanakan seperti itu.Â
Bukankah Azzam adalah laki-laki pilihan yang terbaik menurut bunda? Kenapa aku harus merasa takut untuk hidup bersama dengannya?
Dan seandainya saja calon suamiku adalah orang yang mempunyai kemungkinan ke arah yang sama dengan ayah, atau kelak muncul tanda-tanda aku akan bernasib seperti bunda, toh aku masih punya pilihan untuk mengakhiri semuanya.
Bismillah, kulanjutkan pernikahan ini karena Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H