Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengapa Rumah di Dreamtown Semua Berwarna Biru?

15 Juli 2024   20:03 Diperbarui: 15 Juli 2024   21:39 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Al Jazayiri dari Pinterest 

Dreamtown merupakan kota yang terletak di semenanjung pantai, dengan iklim yang berubah-ubah. Musim panas yang seharusnya panas dan kering, ketika itu justru lebih sejuk karena adanya arus laut dingin. 

Saat aku datang beberapa tahun lalu, Sofia dengan senang hati menjelaskan  mengapa rumah di sana semua berwarna biru.

Seperti biasanya, saat bangun tidur, pria berusia lima puluh tujuh tahun itu bergegas membersihkan dirinya. Membasuh wajahnya, menyikat gigi, dan sekali waktu mencukur sebagian rambut di wajahnya. 

Tak ada pagi yang dia lewatkan tanpa olah kebugaran. Ini membantunya mendapatkan pernapasan dan imunitas secara alami. 

Pria itu melakukan pull up bahkan yoga, sejak lima tahun terakhir dan memilih bagian luar rumahnya yang sejuk untuk berlath, atau bagian balkon yang disinari kemilau matahari sore. 

Sebelum meratakan sabun ke wajahnya, pria itu sengaja menguncir rambutnya ke atas agar lebih leluasa. Dia juga meratakan krim pelembab dengan gerakan jari seperti wanita melakukannya. 

Pria itu melihat bayangan wajahnya di cermin. Membuat gerakan-gerakan yang lucu, lalu mulai tersenyum.

Kota Dreamtown hanya memiliki luas tiga ribu kilometer dengan dua ratus penduduk yang tinggal di dalamnya. Di sana, hampir semua orang mengenal pria itu dan mengatakan dia pria tua yang seksi. 

Usianya memang tidak muda lagi namun hidupnya sangat bergairah. Wanita muda dan cantik mana pun tidak akan menolak ajakan berkencan, tetapi akhirnya dia menikahi seorang wanita yang istimewa.

Natsya memiliki mata yang indah dan senyum yang sempurna. Kemana pun mereka pergi dan menghabiskan waktu, orang-orang selalu melihat keduanya berada dalam relasi yang sangat baik dan penuh kehangatan.

Sebagai contoh, suatu pagi pria itu berjalan terburu-buru ke sebuah toko roti dan memesan salah satu kegemaran istrinya. Dia tak banyak bicara seperti hari-hari yang lainnya, sampai pemilik toko mengatakan tidak melihat si cantik Natsya.

Pria itu mengumbar senyum sambil berkata, "Dia sedang memperjuangkan cinta di antara kami..."

Pemilik toko tak menimpali kata-kata pria itu sebab dia cepat membalikkan badannya keluar toko, lalu menyeberang jalan dengan keriangan yang terlihat dari ayunan sepatu merahnya.

Begitulah. Tak banyak pria dewasa yang memahami bagaimana dia akan membahagiakan pasangannya. 

"Pria  selalu membanggakan dirinya, namun  si dia menangis di belakang punggung Anda," sahut pria itu saat seseorang bertanya kepadanya."Terlalu misterius untuk mengerti apa yang diinginkan si dia..." katanya lagi. Sepasang matanya mengintip dari atas kacamata hitam yang dia turunkan.

Memang benar. 

Pria itu menelepon saat dia masih beberapa jarak dari rumahnya. Bersamaan saat dia turun dari mobilnya, wanitanya juga keluar dari dalam rumah dengan senyum rindu. 

Mereka berdua saling menghampiri satu sama lain. Sama-sama berlari-lari kecil dengan hati tak sabar. Pria itu dan wanitanya bertemu di satu titik, merapatkan kening keduanya tanpa berkata-kata lagi. 

"Terkadang sebuket besar bunga tak lebih penting dari dirimu sendiri," kata pria itu lagi.

"Wanita menginginkan pria menemaninya di rumah seharian, atau membantunya membawa tas belanjaan..." dia menggerakkan telunjuknya.

"Dan itu sangat konyol menurut pria!"

*

Kota Dreamtown belum benar-benar tertidur, saat aku bermalam di rumah sahabat lamaku. Beberapa penduduk menikmati camilan kecil sambil menyimak berita di koran, atau sekedar membicarakan pekerjaan hari ini.

Tak banyak yang mereka harapkan tentang hari esok. Laut di sekitarnya seperti ibu yang selalu memberi kehidupan saat mereka datang. Tidak hanya ikan-ikan, tetapi semua yang berguna untuk anak-cucu nanti.

"Bagaimana dengan pria itu selanjutnya?" tanyaku.

Sofia merapatkan syal di lehernya, sambil terus saja memandangi rumah-rumah di depannya.

"Pria itu menerima kelahiran puteranya, tetapi dia kehilangan Natsya..." lanjutnya.

"Lalu, kenapa rumah-rumah itu semua berwarna biru?"

Sofia menatapku manja. Tersenyum menggodaku seakan aku sebenarnya sudah mengetahui jawaban pertanyaanku.

"Itu adalah warna yang paling disukai wanitanya. Pria itu meminta bantuan penduduk agar dia bisa selalu mengenang mendiang Natsya."

"Seperti itu? Jadi ini tidak ada hubungannya dengan film pencarian sebuah desa yang hilang?"

Gadis itu menggeleng. 

Saat angin dari laut kembali meniup wajah Dreamtown, tiba-tiba Sofia berbaring di atas pangkuanku.

***

Kota Kayu, 15 Juli 2024

Cerpen Ika Ayra 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun