Dalam situasi yang tidak menyenangkan itu, ibu justru melahirkan si bungsu melalui proses operasi caesar.Â
Sadar uang tabungan semakin menipis dan kebutuhan keluarga semakin meningkat, bapak berusaha mencari pekerjaan tanpa merasa gengsi atau semacamnya.
Tidak disangka, bapak mulai terguncang dan terseret dalam pergaulan yang menjerumuskannya dalam kehancuran.Â
Aku dan ibu mulai menyadari gelagat bapak saat satu per satu perabot rumah dijual ke tetangga. Puncaknya, saat ibu kehilangan surat sertifikat rumah karena dicuri bapak untuk dibawa ke tempat judi.
Bapak benar-benar sudah dibutakan iblis. Lupa kalau bapak seharusnya berusaha membahagiakan dan melindungi keluarga.
Suatu hari bapak pulang dengan wajah memerah. Bapak memintaku menemui bandar judi yang menunggu di teras rumah.Â
"Mas Topan akan mengembalikan sertifikat rumah kita, asal Zhean mau jadi istri muda Mas Topan. Bapak minta tolong, Nak. Sekali ini saja, ya?"
Bagaikan disambar petir saat mendengarnya.Â
Bayangan masa depan yang kelabu tidak dapat lagi kutepis dari pikiran. Air mataku tumpah mendengar permintaan bapak.Â
Aku bingung antara menerima atau menolak. Bagaimana dengan ibu dan kedua adikku jika kami tidak mempunyai rumah? Kami tidak mungkin tidur di jalanan, tetapi aku juga tidak mungkin menikah dengan seorang bandar judi!
Aku benar-benar merasa terjebak dalam pilihan yang sulit. Rasanya aku tidak mungkin mempertahankan prinsipku. Benar kata bapak, ini adalah kesempatanku berbakti kepada kedua orang tua.