"Sayang, kita tidak harus memercayai apa yang kita dengar dari orang lain, bukan?"
Dokter Grace Alley menyeka air matanya dengan tisu. Tampak dia sangat sayang padanya.
"Jika ayahku meninggalkan Anda karena pernikahan itu tidak melahirkan seorang bayi di antara kalian, mengapa Anda meminta ayah meninggalkan kami?"
Wajah dokter Grace Alley memerah. Dia merasa diadili oleh gadis ingusan di depannya. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi.
*
Dia sudah berusia dua puluh satu tahun, pagi itu. Dia sudah berhenti menangis, meski pipinya masih basah. Semalaman dia menangisi ibunya yang terbujur kaku penuh darah.Â
Kini kediaman mereka sudah dipenuhi para pelayat. Dia melihat ayahnya dan petugas kepolisian beberapa kali terlibat pembicaraan di sudut ruangan. Tetapi dia tidak melihat dokter Grace Alley sampai ibunya dimakamkan.
Dia berbaring di kamarnya setelah keadaan sepi. Dia melihat ke arah jendela yang tirainya masih terbuka. Dia tahu beberapa keluarga ayahnya bermalam untuk menemaninya. Dia juga sempat mendengar salah satu dari mereka bertanya siapa yang akan mengurusnya setelah ini?
Dia memang tidak ingin tinggal dengan ayahnya sejak ayahnya memilih kembali kepada dokter Grace Alley. Dia tidak habis pikir laki-laki seperti ayahnya tega meninggalkan ibunya.Â
Dia terus memikirkan mengapa ibunya dibunuh. Siapa yang tega melakukannya? Apakah ibunya punya musuh? Tetapi siapa?
*