Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vulture

8 Januari 2024   09:42 Diperbarui: 8 Januari 2024   10:05 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berpapasan dengan lelaki itu, tiba-tiba saja aku teringat akan burung pemakan bangkai yang berpostur bungkuk, terlihat tua, kepala botak, serta ekspresi wajah yang dingin dan misterius. Keduanya terlihat serupa bagiku.

Lalu mengapa dia bisa punya istri secantik Bu Mar. Selain cantik, Bu Mar juga murah hati kepada siapa saja. Pikiran jahatku mengatakan, boleh jadi mereka menikah karena perjanjian pelunasan hutang. Siapa tahu?

Melihat dari pembawaannya, seharusnya lelaki itu tinggal sendiri di hutan dan bukannya di tengah masyarakat. Pekerjaan menebang pohon atau semacamnya, lebih cocok untuk tipe orang seperti lelaki itu ketimbang mengelola toko milik istrinya. 

Selain penampilannya yang mirip, lelaki itu juga mempunyai kebiasaan yang sama dengan burung tersebut. Burung pemakan bangkai lebih suka menunggu lebih dulu kematian korbannya sebelum dijadikan santapan, sedangkan lelaki itu sangat enggan beranjak dari duduknya saat pembeli ingin dilayani. 

Kesukaannya menaikkan harga-harga, adalah alasan berikutnya mengapa aku menyesal berada di sana sementara Bu Mar belum pulang dari pasar

Sekilo kentang yang seharusnya dijual tujuh belas ribu rupiah, dihargai lebih tinggi menjadi dua puluh ribu rupiah. Dia juga pandai membuat calon pembeli merasa tak enak hati dengan mengatakan, "Terung ungu ini masih bagus, Bu, belum kisut. Masih baru, masih segar..." Padahal emak-emak paham benar soal sayuran dan tetek-bengeknya, kan?

Anehnya, tak henti-hentinya pembeli berdatangan dari segala penjuru. Sementara toko sejenis yang berada tepat di seberangnya, justru terlihat "mati" setelah mereka datang.

Otak kotorku juga meyakini kalau lelaki itu menyimpan jimat tertentu sebagai penglaris. Buktinya, belum lama ini mereka memboyong satu unit mobil dan satu sepeda motor dari dealer ternama. Mustahil semua bisa didapat dalam waktu yang cepat, bukan?

"Toko Bu Mar sebenarnya jorok dan berantakan, tapi kok tambah ramai, yaa?" tanya Bunda Zia. Waktu itu aku masih berlangganan belanja di toko Zia dan belum pernah sekali pun mampir ke toko Bu Mar.

Di kemudian hari, aku mencoba mampir ke sana untuk mengetahui seperti apa keadaan di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun