Storm benar. Aku tak pernah menyukai bahkan ketika Isaura masih bayi dan semua orang menganggap kami mempunyai wajah yang hampir mirip. Bagiku cintaku kepada Storm jauh lebih penting dan aku tidak ingin kami dipisahkan hanya karena aku belum hamil.Â
Pada pagi di hari dia akan dijemput ibu kandungnya, aku pun masih merasa tidak suka pada gadis itu. Dengan santai dia menikmati sarapan di meja makan, sementara kami belum makan apa-apa.Â
Dia sama sekali tak tahu persediaan makanan mulai menipis dan roti sourdough adalah makanan terakhir yang kami miliki.Â
Sudah kukatakan gadis itu sulit untuk diajarkan sopan-santun, dan hanya memikirkan perutnya yang lapar.Â
Pernah terjadi peristiwa yang membuat aku hampir mengusirnya dari rumah. Saat itu seisi rumah sibuk dengan persiapan Natal, buah cherry yang seharusnya masih utuh dalam toples, tersisa kurang dari sepuluh tangkai saja. Isaura memakannya diam-diam setiap hari saat aku tidur siang atau keluar rumah.Â
"Aku punya kabar baik untuk keluarga kita." Storm mulai menggenggam tanganku, dan menunggu aku menunjukkan rasa penasaranku.
"Apa?"
"Aku tidak harus berjualan lagi di pasar. Kau benar tentang orang-orang mulai tak suka berbelanja di toko kita. Mereka menghakimi dengan cara seperti itu. Tapi mulai sekarang kita akan banyak uang."
Aku membuka mulutku lebar-lebar, menatap Storm bangkit dan mendekati jaket yang tergantung di dinding.
"Nona Lynn menemuiku dan memberikan buku tabungan. Jumlahnya sangat besar, Sayang!"
Aku memeriksa benda yang diberikan suamiku. Membaca setiap kata di sana dengan teliti.