Aku tidak memperlakukannya dengan baik ketika dia masih kecil, dan selalu membuatnya sibuk dengan berbagai pekerjaan rumah saat dia beranjak remaja. Mulai dari menyapu, mengepel, serta menjaga anak-anakku. Sampai tak cukup waktu baginya untuk beristirahat atau mengerjakan PR sekolahnya.
Jika ada orang yang peduli pada kebahagiaan gadis itu, dia adalah ibu mertuaku. Aku juga akan ditegur bila Isaura terlihat memakai pakaian kumal atau sobek sedikit.Â
Rasanya benar-benar melelahkan.Â
Orang-orang di luar sana, tidak menyadari bagaimana aku merasa sangat terpaksa dengan kehadiran Isaura di rumah ini.Â
Memasuki tahun kedua pernikahanku dan Storm, aku mendapat ultimatum agar segera hamil, atau Storm akan dinikahkan dengan gadis lain.Â
Kami pun akhirnya mengadopsi seorang bayi dari panti asuhan untuk memancing kehamilanku.Â
Meskipun kasus kekerasan beberapa waktu yang lalu sempat mencuat, sebenarnya apa yang dilakukan Storm terhadap Isaura, bukanlah hal yang disengaja. Saat itu putra bungsu kami menangis keras karena tangannya terjepit pintu. Tahu siapa yang melakukannya? Tentu saja gadis tidak tahu diri itu!
Baru saja pulang dari bekerja, dan keributan ini memicu Storm memukul gadis itu. Kebetulan mengenai kepalanya hingga mengeluarkan darah. Entah bagaimana kemudian masalah ini sampai ke polisi dan ditulis di koran.
Aku sempat berpikir jika gadis itu membawa sifat buruk orang tua kandungnya. Sikapnya yang manja dan lamban, serta sopan-santun yang sulit diterapkannya.
"Sampai jumpa, Nyonya Bake. Kami pamit," nona Lynn menyalami tanganku dan memelukku. Lalu sebuah mobil membawa mereka meninggalkan desa yang makin dipenuhi bisik-bisik menyebalkan.
*