"Boleh aku bertanya?" kataku demi melihat wajah Julia murung kelabu.
"Sepertinya Tuanku sangat ingin membeli sepatu itu. Boleh hamba tahu untuk siapakah gerangan?"
Sontak dia tertawa melihat gaya yang kubuat-buat layaknya seorang putri zaman antah berantah.
Begitulah. Semudah itu kami merawat persahabatan. Dengan saling peduli dan saling menguatkan. Jika aku tak punya cukup uang untuk membantunya memiliki sepatu itu, setidaknya aku masih bisa menghibur hatinya. Dan sebaliknya.
Sampai suatu hari Julia izin tidak masuk kuliah untuk beberapa waktu. Kebetulan nenek Julia di kampung meninggal dunia. Kupikir sahabatku itu ingin melaksanakan tahlilan bersama keluarga besarnya. Saat aku mencoba menelepon dan mengirim pesan whatsapp, terlihat nomor ponselnya tidak aktif.Â
Terus terang aku merasa kehilangan. Aneh dan canggung rasanya karena selama ini aku terbiasa sekedar say hello dengan yang lainnya. Aku selalu bersama Julia kapan pun itu. Kini dia menghilang tanpa menghubungiku sama sekali.
Saat aku bertanya pada ibu kos, aku justru mendapat jawaban yang membingungkan. Julia pindah kos secara tiba-tiba dan membawa barang-barangnya saat aku masih ada di kampus. Julia bolos pada hari itu.
Saat aku bertanya alasan kepindahannya, ibu kos balik bertanya, "Ngga tahu ya, kalau Neng Julia ingin menikah?"
"Menikah?" aku garuk-garuk kepala tak habis pikir.
"Neng Julia juga bilang dia cuti dulu satu semester karena ingin berbulan madu."
"Kok dia ngga cerita?" aku bertambah puyeng.