"Anna pernah bertunangan dengan pria muda bernama Rein. Mereka hampir menikah kalau saja kecelakaan itu tidak merenggutnya dari putri kami."
"Itu sangat buruk!" kataku.
"Ya. Dan Anna meminta agar Rein dimakamkan di sini agar dia mudah menziarahinya," suara tuan Hamilton semakin serak.
Aku sendiri tak bisa berkata-kata, selain menutup wajahku penuh penyesalan. Ternyata wanita yang selalu memberikan senyumnya, memendam luka jauh di dalam hatinya tanpa pernah kusadari.
Pasti sulit sekali menjadi seperti dirimu. Kau harus bangkit melanjutkan hidupmu ketika impian itu sudah hancur. Kau memulai cinta yang baru denganku dengan sisa-sisa kekuatanmu. Berusaha meyembunyikannya dariku agar aku tidak kecewa. Kau telah berkorban sebesar itu dan aku tak menyadarinya sama sekali. Aku malah ingin memiliki bayi dari pernikahan kita. Suami macam apa aku ini!
Kurasakan tangan ayah mertua menepuk punggungku dan menatap ku dengan pipi yang memerah.Â
"Aku tahu kau tidak menyukai ini," suaranya seperti bisikan.
"Tidak, Tuan. Saya senang mengetahuinya dari Anda."
Tuan Hamilton perlahan bangkit, lalu berjalan menjauhiku. Langkahnya begitu pelan seperti seseorang yang kehilangan harapan. Itu pasti tentang putrinyaÂ
Aku berjalan ke arah makam yang hampir tidak terlihat, dan hanya menyerupai tanah biasa yang ditumbuhi tanaman ercis, tanpa sebuah nama tertulis di sana. Sebentuk wajah murung seketika memenuhi pelupuk mataku.
Sayang, aku tidak akan menyalahkan jika cintamu kepada Rein tidak benar-benar pergi dari hatimu. Aku akan membantumu merawat luka itu sampai semuanya kembali normal.