Aku mengangguk mengerti dan mulai merapikan tanaman anggur yang mulai rimbun.
"Halo, Rein. Semoga kau tenang di sana..."Â
Aku menoleh. Tuan Hamilton sedang berjongkok di tanah. Posisinya persis sama dengan yang kau lakukan.
Aku berjalan mendekat dan ikut berjongkok juga.
"Siapa yang Anda maksud, Tuan?" tanyaku penasaran.
Aku baru sadar adanya gundukan tanah yang dikelilingi batuan kecil. Sebagian tertutup oleh tumbuhan ercis yang menjalar ke pohon di dekatnya.Â
Sepasang mata tuanya segera menatapku dalam-dalam, lalu berjalan pelan menuju bangku kayu. Aku mengikuti dengan perasaan bingung.
"Apakah Anna tidak pernah mengatakannya?" tanya tuan Hamilton pelan.
Aku menatap serius, lalu menggeleng pelan. Ada nuansa kesedihan yang tiba-tiba terbentuk dari garis di dekat bibirnya.
"Akan kuceritakan agar tidak ada kesalahpahaman di antara kau dan putriku."
Aku menggenggam tangan ayah mertua dan mengangguk.