Setiap perempuan baik membutuhkan pria berandal!
Kata-kata itu sering menghampiriku akhir-akhir ini. Sangat mengherankan mengapa aku baru menangkap maksudnya.
*
Dengan kecupan aku melepasmu setiap pagi. Laki-laki butuh keluar rumah demi wanita yang dicintainya. Setidaknya aku mengimpikan sofa mini warna merah, pemanggang kue baru, pewarna kuku, juga berkaleng-kaleng manisan.
Aku tidak akan banyak bertanya kemana saja kau selama seharian ini, atau siapa saja orang yang bertemu denganmu. Aku tidak ingin merasa jealous dengan apa yang tidak kuketahui, dan tidak ingin berpikir tentang apa yang tidak kulihat sama sekali.Â
Entah aku percaya kepadamu sepenuhnya, ataukah aku memang tidak terlalu peduli. Aku hanya tidak ingin merusak pernikahan kita dengan omong kosong.
Tetapi ternyata aku benar-benar salah.
Suatu sore, kau pulang dengan membawa wanita berkulit gelap dan bayi perempuannya ke apartemen kita.
"Siapa mereka ini?"Â
Tidak.Â
Aku tidak berani mempertanyakannya. Aku tidak ingin membuat keributan, sementara bayi tidak berdosa itu terlihat nyaman dalam pelukanmu.
Kau lalu membawanya ke dalam kamar kita dan membiarkan dia pulas di sana.Â
Aku benar-benar merasa tak nyaman. Tapi tingkahmu begitu tenang seperti tak terjadi apa-apa.Â
Aku menatap perempuan yang duduk di sofa merah kesayanganku. Dia tampak salah tingkah sebenarnya.Â
Tak satu kalimat pun kulontarkan meski aku sangat penasaran, siapa dirinya dan ada hubungan apa denganmu.
Akhirnya kau muncul di tengah-tengah kami. Tapi kau tetap tak mengerti kegelisahanku.
"What it is, ho? What's up?" katamu tanpa rasa bersalah sedikitpun.Â
Kau menjatuhkan kepalamu di pangkuanku dan aku membelainya seperti biasa.
"Setiap pria jalanan juga membutuhkan sedikit cinta," katamu.
Tepat jam dua belas malam, kau pamit mengantar perempuan itu yang baru kutahu namanya Mariana. Entahlah apakah kau memang sedang menolong keluarga mereka, rasanya aku tak terlalu yakin.Â
*
Matahari yang begitu terang, berusaha masuk dari jendela. Aku terlambat bangun karena semalam menunggumu pulang.
Ya Tuhan!Â
Bayi mungil di sebelahku menyadari keterkejutanku, lalu ikut terbangun. Sepertinya dia mulai mencari ibunya, atau susunya.
Astaga! Apakah kau tidak lupa membawa susu untuknya?Â
Hmmm...Â
Bayi itu mengisap puting karet dari botolnya. Dia terlihat sangat menyukainya, atau ingin mengatakan sesuatu padaku karena matanya tak berhenti menatap.
Apakah dia ingin bertanya dimana ibunya?
"Maaf Nak, tapi aku tak tahu dimana ibumu."
Kulihat jam di dinding.Â
10:10.Â
Mengapa kau belum pulang?Â
Ah, tentu kau langsung bekerja karena ini bukan hari libur.
*
Aku menatap sosok lucu dalam pangkuanku. Bayi itu, kunamai Karolina.Â
Dia begitu cantik, begitu suci, dan juga berharga.Â
Sepanjang hari aku tak berhenti menanyakan keadaannya. Apa yang sedang dia lakukan? Apakah dia sudah bangun? Apakah dia mulai berkata 'mama'?
Aku menemaninya sepulang bekerja, memeluknya, dan menjadi ibu yang mencintainya.
Karolina, dia begitu mencuri hatiku. Dia menjadi penggantimu sejak kepolisian mengabarkan kecelakaan yang menewaskan kau dan Mariana malam itu.Â
***
Kota Kayu, 23 Juli 2023
Cerpen Ika Ayra
Terinspirasi dari video pendek berjudul sama, sebuah tarian enerjik dengan 600 lebih komentar penonton.
Selamat #harianaknasional 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H