Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berlibur Bersama Pacar

15 Juli 2023   14:58 Diperbarui: 19 Juli 2023   22:04 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sad Boyzone's dari Pinterest

Sekuel kedua dari cerita sebelumnya: Petualangan Saat Libur Sekolah

Aku dan Anya si gadis pendiam berpacaran. Ini memang tidak diizinkan dalam kelompok Dream Squad yang kupimpin. Tapi saat ini kami sudah tidak duduk di bangku sekolah. Semua anggota bubar mengikuti pilihan masing-masing.

Kalau diingat-ingat, sebenarnya waktu itu aku justru naksir Lussy yang karakternya beda jauh dari Anya. Apalagi Lussy suka ngemil. Tas milik gadis itu selalu dipenuhi permen dan keripik. Itu sangat menyenangkan.

Secara tidak terduga, aku dan Anya bertemu lagi di universitas bahkan kelas yang sama. Ternyata  Anya juga menyukai ilmu astronomi, sama sepertiku.

Menurutnya, menghitung jarak antar benda langit, akan lebih seru ketimbang menulis karangan fiksi.

"Hah?" otot mataku reflek menarik kelopaknya hingga melebar.

"Ibuku menulis beberapa buku fiksi, dan itu bukan pekerjaan sembarang orang!

Menulis fiksi hanya bisa dilakukan oleh orang-orang keren. Orang-orang yang sangat suka membaca buku!"

"Aku juga sangat suka membaca buku!" gadis itu memekik gemas.

"Apa?" 

"Setidaknya aku menghabislan dua buku dalam sehari."

"Tetapi kau tidak bisa menghubungkan imajinasimu dengan apa yang sudah kau baca itu."

Anya berpikir sejenak. "Tentu aku akan berlatih!"

"Tidak bisa. Kau melupakan apa yang orang-orang sebut bakat!"

Anya terdiam. 

Aku mengamati wajahnya. Dia tidak terlihat akan menangis seperti saat sekolah dulu, saat Brad melemparinya dengan laba-laba karet.

"Apakah tadi aku mengatakan lebih seru?"tanyanya. "Mengapa kau jadi sewot?

Berapapun angka yang kau temukan, semua itu tidak benar-benar nyata dan seseorang tidak akan menyentuhnya. Kita mempelajari hal-hal yang dihasilkan hanya oleh hitungan. 

Kau sendiri menganggapnya seperti apa?"

Kini giliranku terdiam.

*

Anya telah berubah. Sekarang dia berbeda dari yang dulu. Dia bukan lagi gadis pendiam dan penakut di sekolah. 

Dia terlihat keren saat menggerakkan tangannya dengan semangat menjelaskan sesuatu. Bibirnya juga tidak berhenti mengoceh tentang apapun.

Berkali-kali aku terlibat perdebatan dengannya sampai orang di sekitar kami menggeleng keheranan. Mungkin mereka merasa muak, tetapi aku merasa kami sama-sama keras kepala. 

Hampir tiga semester, dan interaksi seperti ini akhirnya mendorong kami resmi berpacaran.

Ini adalah langkah yang sangat penting. Jadi aku memilihnya bukan karena aku playboy seperti yang orang-orang pikirkan. 

Aku menganggap Anya jauh lebih menarik dari gadis-gadis lainnya yang kudekati. Aku ingin kami menjadi pasangan astronot suatu hari nanti!

"Kau melamun?" Anya menepuk bahuku. 

Aku tersenyum, tapi tak memberitahunya tentang pikiranku.

"Mau cokelat panas tanpa malt?"

"Itu tak mungkin enak."

"Siapa bilang? Coba ini. Aku kuga membawa sekotak biskuit yang cocok."

Hmm, benar juga. Untung saja aku belum mengatakan kalau seleranya payah.

"Kau tahu, sudah lama aku ingin kita duduk berdua sebagai pasangan romantis. Mengisi liburan semester dengan berkemah, sambil menyaksikan bulan dan bintang tanpa berdebat seperti biasanya," katanya panjang lebar, lalu menggigit biskuit beraroma kismis. 

Aku meneguk setengah minumanku sambil menatapnya. Anya benar juga. 

Jika kami selalu berdebat, bagaimana kami bisa berada dalam roket yang sama dan menyelesaikan sebuah misi?

"Kita akan ke bulan setelah kita menikah," kataku serius.

"Hey, apa kau sudah gila!" Anya mengerjab beberapa kali seolah ingin meyakinkan orang di depannya masih Kim, si kepala Dream Squad, kelompok pemimpi.

"Ini bukan omong kosong. Kita sudah menyaksikan milky way dan gerhana matahari dari bumi saja. Apa enaknya mempelajari semua teori antariksa di kampus. Kita harus benar-benar ke bulan."

"Aku tak ingin mempercayaimu karena aku pun tidak tahu dengan apa kita bisa sampai di bulan. Percayalah ini sangat konyol"

"Pekan depan aku akan mengikuti olimpiade agar mereka mulai memerhatikan namaku."

"Lalu?"

"Lalu aku akan mendapatkan impianku. Kau lihat saja nanti!" kataku berapi-api.

Saat aku menggigit tiga keping biskuit sekaligus, Anya cemberut dan mengalihkan tatapannya ke tengah laut. 

***

Kota Kayu, 15 Juli 2023

Cerpen Ika Ayra 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun